Si Ungu Payah

342 89 20
                                    

Hobi Wen Junhui akhir-akhir ini adalah mendapat kesialan. Oh, dia sudah tahu pasti bahwa dunia yang saat ini sedang ia jejaki memiliki bermacam rupa makhluk-makhluk 'dongeng' dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan kekuatan magis. Tapi meski begitu, dia tetap saja mematung terkejut saat tahu ada kera super besar menghancurkan atap aula dan terlihat naksir berat padanya.

Ketika kera itu berbicara, yang seharusnya tidak terjadi, Jun makin kosong otaknya. Yang tersisa saat ini hanyalah raganya saja, berupa gumpalan otot dan tulang, dengan tambahan lemak dan darah. Jiwanya sudah pergi, berlayar menyusuri lautan awan di atas sana sambil tertawa sinting.

Ini tidak mungkin terjadi.

Tapi kenyataan memang brengsek. Dia masih sibuk bengong melongo seperti orang tolol, berjongkok di samping seorang pencuri berwajah Minghao yang sedang susah payah melepaskan diri dari rantai yang menjerat tubuhnya. Demi Tuhan, andai pencuri itu tidak menendang perutnya hingga terpental menubruk jajaran meja, Junhui sudah pasti mati ditimpuk tangan berbulu yang bau itu.

"Aduh, susah sekali menangkap yang warna ungu itu," gerutu kera itu.

Selagi mengaduh kesakitan sambil meraba perutnya yang berdenyut nyeri, sebuah tangan membantunya berdiri.

"A-Fei! Kau baik-baik saja?" tanya Joshua panik.

Jun terbatuk. "I-iya, aku tak apa."

Lalu dari balik tungku pembakaran, seseorang berlari dan ganti menendang punggung Minghao dengan keras.

"Pencuri itu berniat mencelakai Tuan Junfei! Bunuh dia! Lindungi Tuan Junfei!" teriak orang itu, tak sekalipun gentar dengan tatapan mematikan yang Hao lemparkan kepadanya.

Entah apa yang terjadi selanjutnya, suara derap langkah kaki menghampiri aula yang sedang ribut dan rusuh. Jenderal Jin Minkui tahu-tahu datang sambil membawa pasukan, lengkap dengan baju zirah dan pedang mengkilat yang tidak perlu ditanya setajam apa. Ketika dia menggerakkan dua jarinya di udara, pasukan berpisah. Yang bagian depan bergerak ke samping, memberikan kesempatan bagi pasukan pemanah membentuk formasi.

"Tembak!"

Lecutan panah menyerbu ke arah si kera raksasa, menusuk-nusuk tangan itu hingga cairan berwarna hitam keluar dari sana. Mari asumsikan kalau itu darah versi hangus. Selagi si iblis mengaum kesakitan—iya, kera itu mengaum—Junhui memanfaatkan keadaan dengan berlari mengikuti Joshua ke ruangan dibalik kursi tahta. Mereka berjongkok tak nyaman sementara Junhui sibuk menghalau rambut dari wajahnya.

Rambut sialan, tapi kau indah, jadi aku tidak terlalu membencimu.

"Kita harus membantu yang lain keluar aula, sisanya memancing kera itu ke lapangan," titah Jeonghan buru-buru. Wajahnya yang biasanya bersih bening seperti tanpa kaca mendadak tercoreng abu hangus di pipinya. Oh, semoga itu bukan darah si kera.

"Yin-ge, aku akan ikut denganmu bertarung, a-Kuan dan a-Fei akan melarikan diri dengan yang lainnya," imbuh Joshua.

"Melarikan diri? Kalian gila ya? Aku akan membantu!" potong Jun.

"Junfei, kau belum sembuh! Kau bahkan tak mengingat apapun, bagaimana kau—"

"Kochi! Rumornya benar! Si ungu payah itu memang sakit!" sebuah gagak hitam yang bertengger tak sopan di atas kursi berkoak.

"Benar, Choki! Gunung pasti bakal senang dan memberi kita kaki keledai!" seru gagak satunya.

Setelah membocorkan rencana mereka, kedua gagak itu terbang menuju si kera raksasa, berkoak-koak mengganggu selagi mereka terbang di tengah alis raksasa itu.

The Crown Prince | JunhaoWhere stories live. Discover now