dadada kaboom badum tss

301 79 9
                                    

Sekte Dali adalah representasi paling dekat dari komplek perumahan elit. Sekte Dali juga bisa dibilang Anggrek Putih II karena sarat akan warna putih dan warna-warna soft lainnya. Tempat ini berada di puncak gunung. Akses jalannya begitu jauh dari tugu peringatan di tepi hutan. Mereka harus mendaki jalanan spiral panjang yang menanjak. Setelah melewati jembatan mewah yang membelah ngarai, menikmati sebentar pemandangan kabut dan awan yang disuguhkan, mereka resmi sampai di wilayah prefektur Dali.

Garda depan dilapisi tembok beton raksasa, dengan dua posko jaga di masing-masing tugunya. Salah seorang penjaga menghentikan dokar mereka, kemudian langsung terkejut melihat Ketua Li Zhixun nyengir dari dalamnya.

Tanpa berlama-lama, salah seorang penjaga diutus untuk melapor ke sekte pusat sementara yang satu lagi untuk mengawal jalannya dokar. Biar cepat sampai katanya, demi keamanan ketua sekte katanya, harus gerak cepat katanya. Junhui, sih, cuma menurut saja. Lagipula dia juga tidak familiar dengan tempat-tempat ini.

Jalanan pagi itu ramai oleh penduduk yang beraktivitas. Sayang, Jun harus menahan rasa penasarannya untuk melihat-lihat karena Jihoon harus segera diobati. Omong-omong soal si ketua, dia jadi luar biasa ceria. Entah karena dia rindu sektenya atau dia memang suka melihat para penduduk yang berlalu lalang dari dalam dokar. Jun menyenggol lengan Minghao yang kini giliran menyetir.

"Hao-ya," bisik Jun. "Ketua Li kenapa terlihat antusias sekali?"

"Aiya gege... yang begitu saja kau tidak tahu? Lao Li jarang keluar dan berinteraksi dengan rakyatnya. Dia terlalu sibuk mengurusi kesejahteraan dan pemerintahan sekte, sehingga tidak punya waktu luang untuk sekedar bertukar sapa. Makanya dia senang bisa diam-diam mengamati keadaan mereka," jelasnya.

Selagi meng'oh' paham, Jun melihat-lihat lagi.

"Ah, ya. Ada satu lagi. Apakah orang-orang ini mengenalimu sebagai Xiao Ba atau aku sebagai Wen Junfei? Kalau iya, bukannya bakal gawat?"

Minghao tertawa. "Tenang saja, ge. Orang awam biasanya berpedoman pada rumor yang beredar. Sekalipun mereka tahu siapa itu Xiao Ba atau Wen Junfei, mereka belum pernah melihatnya secara langsung. Dan aku kalau mencuri pasti pakai topeng. Jadi tidak ada yang tahu bagaimana rupaku. Kebetulan saja anak didik sialanmu itu membelah topengku jadi dua."

"Ah... jadi itulah kenapa orang-orang di Anggrek Putih tidak mengenalimu... Lalu kenapa pakai nama Xiao Ba?"

"Aiya gege... Xiao karena aku kecil. Tubuhku kurus dan terlihat lemah. Ba karena aku pakai kalung angka delapan. Kau tidak sadar ya?" lanjut Minghao.

Ia mengeluarkan untaian kalung perak dari dalam pakaiannya, yang juga menunjukkan liontin membentuk infinity yang berdenyar indah. Dan Jun baru sadar kalau suara dering bel misterius yang sering ia dengar berasal dari sana, walau pun kalung itu tidak menunjukkan tanda-tanda bisa bunyi.

"Suara itu... berasal dari sana," gumam Jun, sama sekali tidak ingat Minghao pernah memakainya. Ah iya, dia kan ceritanya amnesia akut.

Minghao terkikik kecil lantas tersenyum hangat. "Gege mendengarnya lagi? Hihihi... biasanya dia pemalu."

Jun mengernyitkan alisnya. "Dia?"

Sebelum sempat bertanya lebih lanjut, mereka sudah duluan sampai di sekte yang sesungguhnya. Tempat ini terlihat sederhana, tapi oh dewa, luasnya melebihi satu petak bandara. Di pintu ganda depan, sudah menanti para pengurus sekte, masing-masing dengan wajah khawatir yang berlebihan. Junhui membuka tirai dokar untuk membantu Jihoon, sementara Minghao berjaga di bawah. Ketika sang ketua muncul dari balik tirai, semua orang mengerjap panik.

"Ketua!"

Jihoon memapah dirinya sendiri agar terlihat kuat. Seorang ketua tidak boleh terlihat lemah, kan? Sekalipun dia terluka parah. Tubuhnya yang hanya berbalut perban dan celana segera dipakaikan mantel wol tebal oleh sang pelayan.

The Crown Prince | JunhaoDove le storie prendono vita. Scoprilo ora