[18]

1.1K 47 0
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________

🌻🌻🌻


“Mas” panggil Nasha pelan. “Ini beneran rumah kita?”

Gibran bergumam membuat Nasha tertegun sejenak. “Tapi Mas, ini kegedean buat kita berdua. Kita pindah ke rumah yang lebih kecil aja gimana?”

Gibran sedikit menundukkan kepalanya agar bisa lebih leluasa menatap wajah Nasha. “You don't like this house?

Nasha menggeleng cepat. “bukan, aku suka kok, tapi ini kegedean Mas. Kamu juga, kenapa beli rumah segede ini sih? Pasti mahal banget kan?”

Gibran mengelus kepala Nasha. “I want to give the best for you. But if you don't like this house, we can find another house. Maybe bigger than this

Nasha berdecak kesal mendengar perkataan Gibran. “Mas!”

“apa sayang?” goda Gibran.

“sayang, sayang, dengkul kamu sayang. Udah ah, minggir, aku mau turun” kesal Nasha berusaha turun dari pangkuan Gibran.

Melihat pergerakan kecil Nasha yang ingin turun dari pangkuannya membuat Gibran segera menahan pinggang Nasha dengan tangan kirinya. Lalu Gibran mengecup bibir Nasha singkat yang sukses membuat Nasha terdiam di tempat.

“M–”

Belum sempat Nasha berteriak marah pada Gibran, pria itu sudah terlebih dahulu membuat Nasha kebingungan. Gibran menunjukkan sebuah kotak beludru berwarna biru ke hadapan Nasha. Gibran menyuruh Nasha untuk mengambil kotak beludru itu dengan gerakan kepala.

open

Nasha menuruti Gibran. Dia membuka kotak beludru itu. Ada sebuah cincin yang sekelilingnya dihiasi dengan berlian di dalam sana. Cincin itu memiliki desain yang sangat sederhana, tapi tidak dengan harganya. Selain sebuah cincin, di dalam kotak itu ada sebuah rantai kalung dengan kedua ujungnya memiliki pengait kecil.

“ini buat aku, Mas?” cicit Nasha.

Gibran bergumam. “Kamu suka?”

Nasha mengangguk menjawab pertanyaan Gibran. “ini cincin apa? Bukannya waktu lamaran kemarin kamu juga ngasih aku cincin?”

“ini cincin pernikahan kita besok”

Gibran menggenggan erat kedua tangan Nasha. Ditatapnya kedua mata Nasha dalam. Menyalurkan kesungguhan yang ada pada dirinya.

“Saya baru ingat kalau saya belum pernah lamar kamu secara personal seperti ini. Saya sadar, saya bukan manusia sempurna. Saya masih memiliki banyak kekurangan. Tapi izinkan saya untuk memperbaiki diri saya lagi agar menjadi manusia yang lebih baik. Namun saya tidak bisa sendiri, saya butuh seorang pendamping yang bersedia untuk membantu saya, mendampingi saya, menegur setiap kesalahan yang saya lakukan”

“Dan saya akhirnya menemukan wanita itu. Wanita yang membuat jantung saya selalu berdegup cepat. Wanita yang selalu membuat saya bahagia hanya dengan melihat senyumnya. Wanita yang bahkan tidak sadar kalau saya dan dia pernah bertemu. Wanita yang tidak melirik wajah tampan saya ini sekalipun. Wanita yang seenaknya menolak lamaran saya waktu itu”

“Saya ingin mengatakan padanya, terimakasih karena dia sudah hadir di dalam hidup saya. Terimakasih karena dia mengizinkan saya untuk masuk ke dalam hidupnya. Terimakasih atas kepercayaan yang sudah dia berikan pada saya. Saya mungkin bukan pria sempurna, tapi izinkan saya menjadikan wanita itu pendamping hidup saya. Orang yang akan menemani saya hingga ajal menjemput. Tidak ada nama wanita lain yang terukir di hati saya. Hanya dia. Hanya dia yang mampu membuat saya menjadi gila karena selalu memikirkannya”

“dan wanita itu adalah kamu, Nasha. Maukah kamu menikah dengan saya? Menjadi istri dan pendamping saya dalam kehidupan ini. Menjadi satu-satunya wanita yang mengisi relung hati saya”

Nasha menatap kedua mata Gibran. Kedua mata coklat itu terlihat sangat tulus padanya. Tak sadar, setetes air mata mengalir di sudut mata kanan Nasha. Perkataan tulus Gibran benar-benar mengetuk pintu hatinya. Nasha bisa merasakan kasih sayang yang begitu besar dari Gibran untuk dirinya. Nasha merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia karena bisa bertemu dengan pria seperti Gibran.

“aku mau Mas” jawab Nasha tersenyum lebar pada Gibran.

Sebuah senyum lebar terlukis indah di wajah tampan Gibran. Membuat siapa saja yang melihatnya mungkin akan merasa luluh. Gibran mengambil cincin berlian itu dari dalam kotak lalu memasangkannya di jari manis Nasha. Nasha sontak mengalungkan tangannya pada leher Gibran. Dia memeluk Gibran erat. Menyalurkan rasa bahagianya di ceruk leher Gibran.

“terimakasih Mas. Aku beruntung banget bisa ketemu kamu. Kamu adalah hadiah terindah yang dikirimkan semesta untuk aku, terimakasih sekali lagi Mas Gibran” kata Nasha masih memeluk Gibran.

Gibran mengelus kepala Nasha lalu mencium pelipis Nasha berkali-kali. “saya yang lebih beruntung dipertemukan dengan kamu, Nasha. Kamu adalah anugerah luar biasa dari semesta untuk saya. Saya mencintai kamu”

love you more

Sepertinya benar apa yang dikatakan orang-orang. Cinta bisa datang karena terbiasa. Mungkin itu juga yang dirasakan Nasha. Sejak bertemu dengan Gibran saat di rumahnya dulu, Gibran selalu memperlakukannya dengan baik. Dia selalu lembut pada Nasha. Nasha tau, Gibran selalu mencoba untuk menyenangkan hatinya. Gibran juga selalu menjaga Nasha meski dalam diam.

Tatapan mata Gibran yang teduh membuat Nasha selalu terbuai. Ada pancaran mendamba di sana tiap kali kedua mata Nasha bertemu dengan mata coklat milik Gibran. Mata itu selalu menghipnotis Nasha. Membuat hati Nasha selalu luluh dengan semua hal yang dilakukan Gibran. Nasha harap, Gibran memang benar hadiah terindah yang dikirim semesta untuknya.

🌻🌻🌻

Next [19]

Diagonal HatiWhere stories live. Discover now