BAB 06 (2)

791 117 11
                                    

DANAR

Bagi orang seusiaku, rasa berdebar-debar dan selalu ingin dekat dengan seseorang tidak harus berujung dengan kata ‘suka’, apalagi ‘cinta’. Perlu pemikiran matang, penyelarasan prinsip dan tujuan hidup, serta hal-hal pragmatis tak romantis lainnya yang patut dipertimbangkan sebelum mengucapkan kata sakral tersebut. Sedangkan di posisiku sekarang ini, aku tidak punya waktu untuk memikirkan romansa. 

Mungkin jika misi ini berhasil ….

Mungkin jika Nira merasakan hal yang sama denganku ….

Mungkin ….

Namun sembari menonton satu persatu vlog-nya di kanal Moon Rise, aku menemukan diriku tersenyum-senyum sendiri tanpa sadar. Mulai dari video perkenalannya, hingga episode kocak di mana ia dan ketiga sahabat SMA-nya -- Obi, Satya, dan Tio -- membersihkan salju di depan apartemennya setelah badai salju. 

“Anak konglomerat bersihin salju! Hahaha!” seru Obi, yang di salah satu video sebelumnya diperkenalkan sebagai mahasiswa S3 di Columbia University. 

Suara tawa Nira terdengar menimpali celetukan Obi. 

“Apa lu diem!” balas Satya sambil menggoyangkan sekop saljunya ke arah Obi. Ternyata Satya Narayan Anggara bukan hanya satu SMA dengan Nira, melainkan juga salah satu sahabat baiknya. 

Sementara itu, Tio -- salah satu sahabat mereka yang lain -- tetap serius mengeruk salju sampai Nira yang membawa kamera mendatanginya. 

“Nah, pemirsa, yang ini dari tadi diem aja. Fokus banget ngeruk salju kayaknya. Tio, coba kasih tanggapan dong, gimana rasanya ngeruk salju di New York?” 

Tio, mahasiswa jurusan musik itu, merupakan yang paling tampan di antara ketiga sahabat Nira. Ia hanya berhenti sejenak, memperbaiki posisi beanie wol hitamnya, lalu kembali mengeruk salju. 

“Tio, ngomong sesuatu dong. Buat vlog gue, nih!” pancing Nira lagi. 

“No comment,” ucap lelaki itu lalu menutup lensa kamera Nira dengan tangannya yang dibalut sarung tangan wol hitam, disusul tawa Nira.

Video itu ditutup dengan Satya yang menimpuk Obi dengan bola salju karena kesal diledek, lalu dibalas Obi. Mereka malah perang bola salju, sehingga pekerjaan mereka terbengkalai. Hanya Tio yang selesai. 

Selanjutnya, aku menonton video yang paling banyak memperoleh views dan likes, yaitu cover lagu Princess of China milik Coldplay ft. Rihanna. Tidak kusangka Nira pandai menyanyi, suaranya merdu juga. Tio didapuk menjadi pasangan Nira dan Satya menjadi sutradara video klip itu. Mereka mengambil gambar di Washington Park, Times Square, hingga Central Park. Chemistry Nira dan Tio sangat bagus -- bahkan jika aku tidak kenal Nira, aku bisa mengira mereka pacaran sungguhan. Apalagi video ditutup dengan rangkaian blooper di mana ada adegan Satya sialan itu memanas-manasi mereka. 

“Mesra dikit, dong, kalian! Ini syuting video klip lagu romantis, deketan lagi, dong.” 

Nira dan Tio saling bertatapan, terbahak, lalu mendekat. 

“Rasanya aneh, Sat!” protes Nira. 

“Ra, lu jomblo, kan? Tio juga? Ragu apa lagi? Mau peluk-pelukan kan nggak ada yang marah,” ledek Satya. 

“Nggak gitu juga kali, Sat,” protes Tio. 

Rasa kesalku sedikit terpuaskan ketika di akhir blooper, Satya dikeroyok oleh kedua pemeran utamanya yang tidak terima dengan pengarahan bercampur ledekan sutradara tak becus itu. 

Embracing Dawn (T) | ✓Where stories live. Discover now