Chapter 27

462 28 0
                                    

Denata menghentak-hentakan kakinya. Tidak sabaran, saat melihat korbannya yang masih memejamkan mata. Iya, gadis itu tak lain adalah Dita, gadis yang waktu itu melabraknya di kantin bersama Chelsea.

Saat mata Dita, perlahan terbuka, ia benar-benar terkejut saat melihat Denata yang sudah berada di depannya. Bola mata hitam pekatnya menatap, sekitar rumah kosong sangat menyeramkan, di tambah yang bau anyir dimana-mana membuat Dita ingin muntah.

Dita hampir saja kehabisan napas, saat Denata sengaja menendang kepala seorang pria, yang sudah terpisah dari tubuhnya. Denata menendang-nendang kepala tersebut layaknya sebuah bola.

"Den, lo ngapain bawa gue kesini?" tanya Dita mulai merasa was-was.

"Oh gue cuman mau ngajak lo main. Di rumah gue."

"Ini rumah lo?"

"Heem." Denata menganguk. "Bagus 'kan? Liat deh ke atas."

Dita ingin muntah saat ini juga, saat melihat banyak sekali tangan dan kaki manusia, yang di tempel di langit-langit. Sisi-sisi dindingnya banyak sekali darah segar, Dita juga bergidik saat melihat beberapa pajangan toples yang berisi, mata dan telinga manusia.

"Denata gue minta maaf sama lo. Masalah yang waktu itu."

"Minta maaf buat apa? Semuanya udah terlambat. Gue udah terlanjur sakit hati sama ucapan lo bitch! Lo tau gak?!" Denata membentak Dita dengan suara yang keras. "Waktu kecil, gue selalu di siksa, di pukul, di cambuk, bahkan gue sering ngeliat pembunuhan sadis di depan mata." Denata menjadi mengingat memori kecilnya, yang berusaha ia kubur dalam-dalam.

"Lo mau tau? Orangtua gue ngedidik gue dengan cara yang keras! Tanpa perasaan, karena gue cuman anak pungut!" sesaat setelahnya ia terkekeh. "Waktu itu lo bilang gue kurang didikan orangtua 'kan? Iya itu benar, benar sekali."

"Sekarang gue bakal tunjukin sama lo. Gimana rasanya lo berhadapan sama orang yang yang kurang didikan sama orangtuanya." sambil tersenyum Denata memperlihatkan jeruk nipis yang di pegangnya pada Dita.

"Jeruk nipis? Hahaha." Dita malah tertawa. "Gue pikir lo mau apa-apain gue. Ternyata lo cuman mau kasih gue jeruk nipis? Gue turut prihatin sama masa kecil lo. Tapi menurut gue lo emang pantes ngalamin itu semua."

Tanpa banyak bicara Denata mulai mengkuliti wajah, dan kedua tangan Dita. Membuat gadis itu menjerit dan menangis sesegukan karena tak kuasa, menahan sakit.

"Sekarang lo tau, apa fungsi jeruk nipis ini." Denata membelah jeruk nipis tersebut, lalu memerasnya tepat di wajah dan tangan Dita.

"Ahkkk sak-it."

Bagaimana rasanya? Tentunya sangat sakit dan perih. Bayangkan saja wajah dan tangan yang sudah di kuliti, langsung di beri jeruk nipis.

"Wow impresif. Gue suka banget jeritan lo. Lanjutin ya, gue ada urusan bentar."

Dita menangis, berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan. Tapi sayang, tidak ada satupun orang yang membantunya. Bahkan mendengar suaranya pun tidak. Tentu saja, karena rumah ini, kedap suara.

Dita benar-benar bodoh, seharusnya tadi ia tak menerima cokelat pemberian Denata. Ia tadi saat di perjalanan pulang sekolah, Denata memberikannya sebuah cokelat, yang katanya dari Fero—orang yang Dita sukai sejak lama.

Namun entah bagaimana kejadiannya, saat Dita memakan cokelat itu ia langsung pingsan dan tiba-tiba ada di rumah ini.

"Hai lama ya?" tanya Denata sambil membawa sebuah gelas, yang berisi air keras.

"Ngapain lagi lo kesini? Gak cukup lo siksa gue?"

"Ohh enggak dong. Gue belum puas." Denata menyiram air keras tersebut tepat pada wajah Dita yang sudah di kuliti. Membuat wajah Dita terasa terbakar.

Denata [Completed]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz