Ke Kost-an Hanif

4 1 0
                                    

Ray melirik Hanif yang juga meliriknya. Ia menatap lagi Deandra yang tiba-tiba murung.

"Sorry, gue salah ngomong, ya?" tanya Ray merasa tidak enak hati karena telah membuat Deandra seperti itu.

"Mereka lagi istirahat," Hanif menyahuti.

"Maksudnya?" Ray menyipitkan sebelah matanya, "break?"

"Ya."

"Kalau boleh tau, kenapa?" Ray mulai penasaran.

"Ada yang harus mereka selesaikan tanpa melibatkan hati," kata Hanif lagi.

"Maaf, gue bener-bener nggak tau." Ray menatap Deandra penuh penyesalan.

"It's okay. Gue nggak apa-apa, kok." Deandra mencoba untuk tersenyum yang terkesan memaksa. "Gue cuma pengen tau kabar dia selama gue nggak ada."

"Dia baik-baik aja, dia juga sering ke basecamp. Kadang keliatan murung juga sih, kalo lagi ngumpul. Kirain nggak ada masalah sama kalian," kata Ray memberi tahu.

Mungkinkah Bian murung karena Deandra? Rindukah ia? Taukah Bian jika selama ini Deandra tersiksa dengan keadaan ini.

'Cepatlah selesaikan masalahmu dengan Vera, aku tidak bisa seperti ini lebih lama lagi' rintih Deandra dalam hati.

Jika ada yang bisa melihat hatinya saat ini, mereka akan melihat hatinya sedang menangis. Menyimpan rasa tertahan yang menyiksa. Meninggalkan ruang yang dibiarkan hampa oleh pemiliknya. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu. Ia yakin, Bian pasti kembali padanya. Meski ia tak tau sampai kapan ia harus menunggu?

"Sadar, De," Hanif mengacak rambut Deandra. "Ngelamun terus, kesambet baru tau."

"Apa sih, lo?" kata Deandra sambil merapikan rambutnya dengan jari yang diberantaki Hanif. "Ray kemana, kok nggak ada?" tanyanya celingukan.

"Makanya, jangan tidur," sindir Hanif, "nggak tau kan lo, Ray udah pulang. Dia pamit sama lo tadi, tapi lo-nya nggak ngerespon. Bian mulu sih, yang dipikirin," cibirnya lagi.

Ray sudah pergi lebih dulu, entah kemana. Bahkan, Deandra tidak tau kapan Ray meninggalkan mereka. Ia terlalu sibuk dan tenggelam dalam lamunannya.

Dan memang benar, isi kepalanya dipenuhi oleh Bian. Tak sedetikpun berhenti memikirkannya. Pusat perhatiannya hanya tertuju pada Bian. Sebegitu cintanya ia pada laki-laki itu hingga membuatnya sedikit tidak waras.

"Pulang, yuk!" ajak Hanif.

"Gue males pulang."

"Tadi aja, susah diajak keluar. Giliran sekarang, nggak mau pulang," gerutu Hanif.

"Gue ikut ke kost-an lo aja, deh."

"Ngapain lo ke tempat gue?" tanya Hanif heran. "Sempit kalo ada lo."

"Bentar doang, gue mau ikut tidur. Males banget pulang jam segini," kata Deandra melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul dua siang. "Ya, ya, ya," rengeknya.

Hanif berdecak kesal, "iya deh, iya. Cepet, sebelom gue berubah pikiran."

"Bagus, lo emang temen gue paling baik," puji Deandra sambil beranjak dari duduknya dan pergi mendahului Hanif -yang belum hilang rasa kesalnya- menuju di mana motor Hanif terparkir.

***

"Nif, lo nggak bosen sendirian terus?" tanya Deandra yang sudah merebahkan diri di tempat tidur milik Hanif. Sedangkan Hanif duduk di lantai sisi tempat tidur. Ia sibuk memainkan game online di ponselnya dengan posisi bersila.

"Kenapa emang?" kata Hanif balik bertanya tanpa melepaskan pandangannya pada ponsel.

"Gue heran aja, semenjak SMA sampe sekarang lo nggak punya cewek. Jangankan pacaran, jalan sama cewek aja, lo nggak pernah. Nggak kesepian?" tanya Deandra mengetuk-ngetuk dagunya pelan dengan mata menatap langit-langit kamar.

Aku Hanya Ingin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang