Malam Bersama Hanif

3 1 0
                                    

“Jelasin ke gue ngapain lo dateng ke sini malem-malem? Kabur?” cerca Hanif setelah membuka pintu untuk Deandra yang sudah berada di depan apartemennya dengan wajah tanpa dosa beberapa menit yang lalu. Tubuh yang basah kuyup membuatnya semakin geram, bukan kasihan.

“Gue nggak kabur, Hanif. Berapa kali sih gue harus bilang kalo gue nggak kabur,” ketus Deandra penuh penekanan sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk di sofa.

“Terus apa namanya kalo Mbak Yessy aja nggak tau lo ke sini?” Hanif tidak mau kalah berdebat dengan orang yang selalu membuatnya pusing. Lihat saja, saat ini ia berjalan ke sana ke mari, bingung memikirkan bagaimana menjelaskan pada Yessy jika wanita itu menginterogasinya.

“Gue cuma keluar bentaran doang,” kata Deandra berkilah. “Lagian ini demi lo.”

“Astaga, otak lo disimpen di mana sih, Deandra?” saking kesalnya, Hanif sampai menyebut lengkap nama gadis itu.

“Kenapa lagi sih, nif?” Tak hanya Hanif yang lelah berdebat, Deandra juga. Padahal ia berharap sahabatnya akan menyambutnya dengan antusias dengan apa yang ia lakukan. Pergi dari rumah tanpa memberi tahu Yessy di tengah derasnya hujan hanya untuk meminta maaf. Menyelinap keluar lewat jendela kamar dengan mengendap-endap, hanya bermodalkan jacket hoodie tak tembus air. Rela menembus serbuan air yang jatuh ke bumi hanya untuk menemui laki-laki itu. And see! Yang terjadi Hanif malah menceramahinya.

“Lo cewek, De. Keluar malem-malem cuma buat nemuin gue, apa kata kakak lo nanti? Terus kalo terjadi apa-apa, gue ngomong apa? Dan lo tau gue nggak bakalan biarin lo pulang sendiri apalagi di luar masih ujan. Lo nggak takut kenapa-kenapa di jalan? Gimana kalo ada yang gangguin lo? Gimana kalo gue khilaf?”

Deandra menghampiri Hanif yang kalut. Menyentuh dada sahabatnya dengan kedua telapak tangan mencoba meredam kekhawatiran yang berlebih.

“Udah?” tanya Deandra lembut, menatap kedua manik cokelat yang memancarkan kegelisahan. “Hanif, kita udah lama sahabatan, gue tau persis gimana lo, lo nggak bakalan ngelakuin hal di luar kendali lo. Apalagi kalo menyangkut cewek, di saat berpasang mata menatap rendah wanita yang berkeliaran di tengah malam, hanya lo yang mandang wanita dari sisi yang berbeda. Makanya gue yakin kalo lo nggak akan pernah ngelakuin hal aneh sama gue.”

“Yakin dari mana? Gue cowok normal, bisa aja gue ngelakuin hal bodoh ke elo.” Hanif menatap lekat Deandra yang tersenyum padanya.

“Karena lo sahabat gue, sahabat yang akan selalu ngelindungin gue gimana pun keadaannya. Lo nggak akan biarin gue terluka, apalagi di tangan lo sendiri. Gue percaya sama lo,” tutur Deandra membalas tatapan Hanif penuh arti yang membuat laki-laki itu segera memutuskan kontak mata mereka. Ia tidak mau lebih lama terjebak dalam tatapan  teduh itu.

Entah kenapa sesuatu telah menyesakkan dadanya kala itu, ia sendiri tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan. Yang jelas hatinya begitu bimbang. Sepertinya ia butuh sesuatu untuk menetralkan suhu tubuh yang mulai memanas di bawah dinginnya AC. Ia butuh air untuk memasok oksigen di kepalanya yang sempat tersumbat. Diambilnya segelas air dan meneguk sampai habis. Untuk beberapa saat, ia berdiam diri di meja makan membiarkan Deandra menikmati cokelat panas di ruang tengah seorang diri. Gadis itu benar-benar membuatnya gila.

“Nif, nonton yuk!” seru Deandra dari tempatnya.

“Gue nggak suka nonton drama korea, bego,” ketus Hanif yang kini sudah kembali dan duduk di sebelah Deandra. Sikapnya sudah seperti biasa, seolah telah melupakan apa yang baru saja mereka debatkan.

“Bukan drama,” sela Deandra. “Anime.”

“Seriusan?” Hanif mengangkat satu alisnya.

“Kenapa?”

Aku Hanya Ingin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang