Al dan Gisel terus menunggu Varsha di ruang rawat Varsha. Mereka hanya berdua. Sebenarnya, teman-teman mereka terutama Salsa dan Vela berniat menyusul namun terhalang izin dari sekolah. Mereka mengatakan jika akan menyusul sepulang sekolah.
Al duduk di kursi yang ada di sana dengan tangan yang menggenggam tangan Varsha yang masih tidak sadarkan diri. Gisel sendiri berdiri di sebelahnya menunggu Varsha bangun dengan sabar. Gisel sekarang sudah tenang. Tidak ada air mata yang mengalir di pipinya seperti tadi.
Varsha menggeliat kecil membuat senyuman terbit di wajah Al dan Gisel. Varsha membuka matanya pelan lantas mengerjapkannya beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya.
“Varsha, lo udah sadar? Gimana keadaan lo?” tanya Gisel hanya hanya dibalas senyuman oleh Varsha.
“Lo baik-baik aja?” tanya Al.
Varsha menoleh pada Al lantas tersenyum. "Aku baik-baik aja kok.”
Varsha mengedarkan matanya mengelilingi ruangan yang dia tempati. “Kok gue ada di sini?”
“Lo tadi pingsan di ruang musik. Kena hipotermia, gue panik banget tau lo kayak orang mati. Pucet banget, nggak napas, nggak ada denyut nadinya,” jelas Gisel.
Varsha memejamkan matanya mencoba mengingat kembali kejadian sebelum dia pingsan. “Ada yang ngunciin gue,” lirih Varsha.
“Tenang aja. Gue udah minta yang lain buat cari tau,” ucap Al yang diangguki pelan oleh Varsha.
Varsha baru menyadari ada yang hangat di tangannya. Dia mengalihkan pandang ke tangannya dan menemukan tangan Al yang tengah menggenggamnya. Varsha menoleh pada Al yang tersenyum tulus padanya. Senyum di wajah Varsha tercipta.
“Gue keluar dulu ya,” ucap Gisel kikuk. Dia merasa tidak enak menjadi nyamuk di sana.
Varsha hanya mengangguk singkat membiarkan Gisel pergi lantas kembali menatap Al.
“Gue udah kabarin bokap lo tapi katanya dia nggak bisa dateng. Masih ada urusan di luar negeri. Nyokap lo juga nggak bisa dateng.”
Varsha mengangguk pelan. “Udah biasa.”
“Maaf.” Kata itu meluncur mulus dari bibir Al membuat Varsha heran.
“Buat?”
Al terdiam. Otaknya berpikir cepat mencari kata-kata yang tepat mengenai apa yang mengganggu pikirannya sedari tadi. Tentang kejadian di ruang musik. Al juga bingung harus mulai dari mana.
Tidak mungkin, kan kalau dia bilang ‘gue megang dada lo’ atau ‘gue udah nyium lo’ atau ‘gue ngasih lo napas buatan’.
“Buat yang gue lakuin pas lo pingsan,” ucap Al akhirnya.
Kerutan di kening Varsha semakin terlihat jelas. Dia benar-benar bingung. Dia tidak tau apa yang terjadi.
“Emang apa yang kamu lakuin?”
Braakkk!
“Varsha!!” pekik Salsa sesaat setelah mendorong kasar pintu ruang rawat Varsha. Vela dan Gisel di belakangnya hanya menghela napas pelan dengan kelakuan Salsa.
Salsa berlari mendekati Varsha membuat Al mau tidak mau harus mundur.
“Varsha, lo nggak papa, kan? Gimana keadaan lo? Masih sakit? Pusing? Mual? Gimana? Gue khawatir!” seru Salsa.
Varsha hanya tersenyum senang melihat perhatian Salsa walaupun overreacting.
“Gue baik-baik aja,” jawab Varsha.
“Lo beneran nggak papa, kan?” tanya Vela yang dijawab gelengan oleh Varsha.
“Gue keluar dulu,” ucap Al yang diangguki oleh keempat cewek yang ada di tempat itu.
“Sha, gue udah tau siapa yang ngunciin lo di ruang musik kemarin,” ucap Salsa.
“Siapa?”
“Amara cs.”
Varsha terdiam. Dia tidak menyangka Amara bisa melakukan itu padanya. Otak Varsha masih berpikir mencari letak kesalahannya. Dan Varsha menemukannya. Al.
“Gatau diri banget itu orang. Nggak punya hati. Bisa-bisanya ngunciin orang semaleman di ruang musik,” sungut Salsa.
Mengingat Al, Varsha menjadi kembali teringat ucapan Al barusan. Dia menoleh pada ketiga temannya.
“Tadi Al yang nolongin gue?” tanya Varsha ragu namun diangguki oleh ketiga temannya.
“Gue sama Al tadi nyariin lo terus nemuin lo di ruang musik,” ucap Gisel.
“Lo ada di sana juga. Al ngelakuin apa ke gue?” tanya Varsha kepo.
Bukannya menjawab, Gisel malah terkekeh pelan membuat ketiga temannya heran terutama Varsha. Gisel berdehem lantas kembali mengatur raut wajahnya. “CPR,” ucap Gisel.
“Apaan tuh? Kok kayak pernah denger,” ucap Vela.
Salsa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gue juga kayak nggak asing sama kata itu. Tapi gue lupa.”
“Sama,” ucap Varsha. “Sal, browsing coba.”
“Oke oke.”
Salsa membuka ponselnya lantas mengetikkan huruf di sana. “CPR adalah.”
“Nah ini dia,” ucap Salsa setelah jawabannya muncul. “CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena alasan tertentu dengan cara menekan dada dan pemberian napas buatan–HAAA?!!”
Mata Salsa terbelalak sempurna sedangkan Gisel terkekeh pelan. Vela sendiri hanya tersenyum tipis.
Varsha terdiam mematung. Seketika ingatan tentang CPR yang pernah dilihatnya di beberapa film yang pernah dia tonton terngiang di otaknya. Dan Al melakukan itu padanya? Pipi Varsha terasa memanas. Tanpa sadar, tangannya bergerak menyentuh bagian dadanya dengan gigi yang menggigit bibir bawahnya kuat.
Salsa tersenyum simpul lantas menoel pipi Varsha. “Cie yang dicium Al, merah tuh pipinya,” goda Salsa yang hanya dijawab senyuman malu-malu oleh Varsha. “Ternyata sakit lo ada gunanya juga, ya. Kapan lagi lo bisa dicium Al.”
“Btw itu first kiss lo, bukan?” tanya Gisel yang diangguki pelan oleh Varsha.
Di pintu ruangan tersebut, kepala Al menyempil. Dia menguping pembicaraan Varsha dan ketiga temannya. Seketika pipinya terasa panas. Al meringis pelan.
“WOI!! Ngapain lo di sini?!” seru El sambil memukul bahu Al membuat Al terkejut dan langsung menatapnya tajam.***
Amara dan Rangga berjalan pelan memasuki rumah sakit tempat Varsha dirawat. Tangan Amara yang sudah sangat dingin menggenggam erat tangan Rangga. Dia berjalan mengikuti Rangga di belakang.
Sebelah tangan Amara memegang lengan Rangga. “Rangga, gue takut,” ucap Amara pelan.
Rangga menghentikan langkahnya lantas menatap Amara lekat. “Nggak usah takut. Gue ada di sini.”
“Tetep aja, Ngga. Gue takut. Gimana kalo Varsha marah sama gue, nggak mau maafin gue? Gimana kalo papa sampai tau? Papa pasti marah banget sama gue, Ngga. Gue takut.”
“Karena itu lo harus minta maaf sama Varsha biar urusan lo nggak makin panjang. Gue kenal Varsha. Gue yakin Varsha pasti maafin lo kok, tenang aja.”
“Tapi, Ngga….”
Rangga menggenggam erat tangan Amara. Menatap Amara teduh. “Gue ada di sini. Apapun yang terjadi, gue akan selalu bela lo.”***
Di ruang rawat Varsha, kini hanya ada Al. Hari sudah mulai malam, teman-teman mereka yang lain sudah pulang ke rumah masing-masing tapi Al tidak tega membiarkan Varsha sendirian tanpa ada yang menjaganya. Jadi, Al memutuskan untuk menemani Varsha di sana.
Suasana mereka sangat canggung sekarang. Mereka berdua masih memikirkan soal CPR dengan pemikiran yang berbeda. Varsha sendiri yang biasanya tidak lelah berceloteh kini kehabisan topik pembicaraan.
“Sha, gue minta maaf,” ucap Al membuka percakapan. Dia tidak tenang dan tidak suka dengan keadaan canggung di antara mereka walau Al sebenarnya lebih suka suasana tenang. “Gisel udah cerita, kan, sama lo.”
Varsha terdiam sebentar lantas mengangguk pelan.
“Gue bener-bener minta maaf. Gue nggak ada niat buat- “
“Nggak usah minta maaf, Al,” sela Varsha. Dia tersenyum. “Aku justru mau bilang makasii sama kamu karena udah nolong aku. Mungkin kalo nggak ada kamu aku udah nggak ada sekarang.”
“Jangan ngomong kayak gitu,” ucap Al tidak suka dengan perkataan Varsha.
Varsha tersenyum. “Makasii.”
Al mengangguk pelan sambil menyunggingkan senyum tipis membalas senyuman lebar dari Varsha.
TokTokTok!
Pintu ruang rawat Varsha terbuka. Rangga muncul dari balik pintu dengan Amara yang berada di belakangnya.
“Ngapain lo ke sini?”***
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasySetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...