46. Makan

710 115 44
                                    

Varsha mengedarkan pandangannya mengelilingi seluruh isi kelas. Semua orang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing, mulai dari memperhatikan guru di depan kelas, mencacat, mencorat-coret buku, mengobrol, sampai gasak-gusuk enggak jelas di belakang. Varsha menghela napas pelan. Sepi enggak ada Al.

Varsha agak kesal sih sama Al, tapi Varsha enggak mau jauh-jauh dari Al.

Gisel menyenggol lengan Varsha untuk mengambil alih atensinya. "Murung banget lo, kenapa sih?"

"Gue kangen Al."

"Astaga, Sha. Bucin banget sih lo. Tadi pagi ketemu, kan?" sahut Vela yang sudah berbalik menghadap ke belakang. Begitu juga dengan Salsa di sebelahnya.

Varsha mengangguk pelan. "Tapi kangen lagi."

"Dahlah biarin aja yang lagi falling in love. Gue tau kok rasanya, Sha. Santai," sahut Salsa.

Vela mengedikkan bahunya tidak acuh.

Lima menit kemudian, bel istirahat berbunyi. Vela segera berdiri.

"Daripada ngebucin terus, mending ngantin aja. Laper gue."

"Nah betul tuh!" sahut Salsa.

"Males, enggak ada Al," jawab Varsha lesu.

"Sumpah lo ngeselin!"

Salsa dan Vela memegang tangan Varsha, memaksanya berdiri, lalu membawa paksa Varsha ke kantin dengan Varsha yang meronta dan berteriak-teriak. Di belakang, Gisel hanya tertawa pelan.

***

Sudah sejak pagi Rangga dibuat khawatir dengan Amara, apalagi sejak Rangga tahu kalau Amara mengalami kecelakaan. Rangga tidak bisa tenang. Amara juga tidak mengangkat telepon ataupun membalas chatnya dari tadi, Rangga jadi dibuat tambah cemas. Takutnya terjadi sesuatu pada Amara, meskipun kata Varsha, Amara tidak apa-apa tapi Rangga lebih bisa tenang jika belum memastikan sendiri keadaan Amara.

Saat jam istirahat, untuk ke sekian kalinya, Rangga kembali mencoba menelpon Amara. Rangga sudah bertekad, jika kali ini Amara tidak mengangkat teleponnya, Rangga sendiri yang akan memastikan keadaan Amara langsung ke sekolahnya.

Setelah beberapa saat menunggu, wajah Amara terlihat di layar ponsel Rangga.

"Mara, lo nggak papa, kan? Katanya lo abis kecelakaan. Gimana? Apanya yang sakit?" tanya Rangga cemas.

"Gue nggak papa, Ngga. Nggak usah cemas gitu."

"Gimana gue nggak cemas, Ra? Tadi pagi lo nggak mau gue anter, ngotot banget pengen naik taksi aja. Tapi malah apa? Lo kecelakaan. Dan lo juga kenapa nggak langsung ngomong sih sama gue?"

Amara menunduk. Jujur saja, Amara justru lupa dengan Rangga, Amara sama sekali tidak kepikiran untuk mengabari Rangga karena... Al selalu ada bersamanya. Bagi Amara itu sudah lebih dari cukup.

"Ra! Jawab!" seru Rangga yang melihat Amara hanya diam.

"Udahlah, Ngga. Nggak usah berlebihan gini. Gue enggak papa, Cuma keseleo doang. Gue emang belum sempet aja kasih tau lo. Nggak usah berlebihan deh."

Rangga menghela napas panjang. "Terus lo gimana? Udah diobatin? Apa perlu ke rumah sakit? Gue anter sekarang. Apa mau pulang aja biar lo bisa istirahat di rumah? Gue jemput."

"Ngga, gue kan udah bilang gue nggak papa. Gue udah diobatin. Jangan berlebihanlah. Lagian gue harus belajar buat lomba bulan depan."

Rangga berdecak pelan. Lomba dijadiin alasan, padahal Rangga tahu Amara hanya ingin bersama Al. Rangga tahu kalau sampai sekarang Amara belum bisa benar-benar melupakan Al walaupun Amara sudah tidak mengejar Al lagi.

AlvarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang