Chap 33

35 3 0
                                    

Kini mereka bertiga berada di belakang sekolah, Anggun mengobati luka yang ada di wajah Satya, sedangkan Raga hanya diam sambil memperhatikan Anggun. Setelah menerima panggilan tadi, gadis itu diam seperti menahan sesuatu.

Ingin sekali bertanya namun sepertinya bukan waktunya.

"AWW!"

Satya menepis tangan Anggun dari wajahnya.

"Kalo lo ga niat ngobatin ga usah ngobatin, sakit anjir!" ujar Satya.

Gadis itu hanya diam tidak menghiraukan perkataan Satya. Anggun kembali mengobati wajah Satya, sampai akhirnya Satya berusaha menahan tangan Anggun.

Suasana ini sungguh membuat Raga panas, segera dia menepis tangan Satya dengan kasar dari pergelangan tangan Anggun. Raga mengambil alih tempat duduk Anggun.

"Sini gue obatin!" ujar Raga

"Apa-apaan sih lo!"

"Diem lo!" perintah Raga

Raga menuangkan tetes demi tetes bethadine ke kapas dan mengoleskannya ke wajah Satya dengan sedikit tenaganya, sampai Satya meringis kesakitan.

"Kampret! Suami sama Istri gada yang bener!" Satya merampas kapas dari tangan Raga dan berusaha mengobatinya sendiri.

"Lawan tuh orang ajah ga bisa, banci lo!" maki Raga

"Gue ngalah, bukan kalah!"

Raga tertawa meremehkan.

"Kenapa harus semarah itu sama Yudo?" tanya Anggun

Pertanyaan Anggun berusan seolah-olah membuntukan jalan pikiran Satya, dia bingung harus menjawab apa sekarang.

"Hm itu, biasalah masalah cowo." tukas Satya

"Masalah cowo yang pemperebutkan cewe?"

Satya berdecak kesal saat mendengar pertanyaan tersebut. "E-ngga lah."

"Rebutin Stella?"

"Aish! Ngapain juga gue sama si Yudo rebutin di kibo," elak Satya.

"Sat," panggil Anggun dengan lirih.

Gadis itu melihat ada amarah pada sorot mata Satya, entah itu karena apa. Misinya sekarang adalah mencari tahu ada hubungan apa antara Satya, Stella, dan Yudo. Bukan ikut campur, tapi ini adalah tahap awal menyelamatkan masa depan Stella.

"Jujur sama gue, apa lo deket sama Stella?" tanya Anggun

Satya tertawa keras seolah-olah pertanyaan Anggun barusan adalah lelucon semata. "Lo tau kan gue ga akur sama si kibo? Mana mungkin gue sedeket apa yang lo pikirkan sekarang."

"Gue lagi ga bercanda, gue lagi berusaha menyelamatkan masa depan sahabat gue, Stella."

Raga dan Satya mengerutkan dahi heran, masih belum mengerti apa yang dikatakan gadis ini barusan.

"Tugas lo sekarang jujur sama gue Sat. Itu informasi bagi gue."

"Apa lo ga bisa jujur juga? Info apa yang baru lo dapat dari telpon tadi? Sampai muka jelek lo ga bisa dikontrol." ujar Raga

"Gue lagi ga ngomong sama lo!"

"Sayangnya gue juga lagi menggali informasi."

"Bisakan balik ke topik?"

"Masih dalam topik, tentang informasi dan pengakuan." jawab Raga.

"Sejak kapan lo bawel?"

"Sejak kapan lo maksa orang?"

"Gue ga maksa, gue lagi cari informasi!" tekan Anggun

"Gue juga,"

Saat mereka menyudahi pertengkaran, terlihat Satya sudah tidak ada disana bersama mereka. Anggun berdecak kesal, dalam situasi seperti ini Satya masih bisa bercanda dan menyembunyikan rasa kepeduliannya dengan candaannya itu.

Ini semua gara gara Raga!

°°°

Seorang gadis berjalan melewati penyebrangan layang di jalan. Air mata yang terus mengalir kini membasahi pipinya. Entah kemana tujuan gadis itu yang pasti dia ingin sekali pergi sejauh mungkin dan meninggalkan semua masalah dan beban hidupnya.

Sesekali dia mengusap air matanya, tak terasa hujan lebat turun tetapi gadis itu tetap berjalan tanpa payung. Air mata yang mengalir kini menyatu dengan air hujan yang turun.

Dia melihat Ramainya jalanan malam hari dari atas begitu indah, lampu-lampu yang berkelap-kelip membuat suasana hatinya sedikit membaik.

Malam itu Stella berniat mengakhiri hidupnya. Baginya masa depannya adalah hidupnya, kini masa depannya sudah hilang dia tidak bisa menjamin bahwa semua orang akan menerimanya bersama segala dosa yang dia bawa di janinnya itu.

Yeah, baginya sekarang mengakhiri hidup adalah jalan pintasnya. Beban hidupnya bisa dia lepaskan disini. Stella menaikinya secara perlahan. Dia yakin, hujan adalah saksi kematiannya pada malam ini.

Mengiklaskan masa depannya, Mengiklaskan orang-orang yang berarti dalam hidupnya selama ini, lebih tepatnya meninggalkan mereka semua. Serta mengiklaskan apa yang harus dia miliki sekarang tapi tidak bisa dimiliki karena sebuah kesalahan yang dia lakukan.

Terimakasih Bandung.

Selamat tinggal beasiswa.

Maaf untuk Yogya.

"Maaf kan aku Tuhan." batinnya

BRUGHHHHH!!!

Badannya tersungkur ke bawah, seorang lekaki dengan tangkasnya menangkap dan memeluk gadis itu. Kini Stella menangis di dalam pelukan lelaki tersebut.

Nyawanya ternyata masih ada, jantungnya masih berdetak bahkan berdetak lebih cepat dari sebelumnya, matanya masih bisa melihat dunia.

"Gue belum mati." ucapnya pelan.

Lelaki itu membantu Stella berdiri, merasa peduli saat melihat mata gadis itu yang begitu sembab.

"Gapapa?" tanya laki-laki itu sambil melihat ke arah perut Stella.

Stella meraba perutnya merasakan ada sesuatu yang hangat di sana. Lagi dan lagi gadis itu menangis tak seharusnya dia sekarang memikirkan apa yang membuat dirinya menyesal seperti ini.

"Jangan bego ya." ujar lelaki itu lancar.

"Kenapa lo mencegah gue untuk mati?"

"Karena gue peduli."

"Ternyata masih ada yang peduli sama gue."

"Bukan," bantahnya

"Terus?"

"Sayangnya, gue peduli sama bayi lo. Bukan sama lo."  lelaki itu bergegas pergi meninggalkan gadis itu sendiri.

Satu tetes air mata berhasil jatuh membasahi pipinya. Bahkan semua orang sedang merasakan kekecewaan atas perbuatan yang dia lakukan, tapi semua  orang juga sayang kepada bayi ini. Dia sekarang berfikir untuk apa menghilangkan bayi yang tak berdosa ini, karena itu semua hanya menambah kekecewaan mereka.






















Ada yang tau laki-lakinya siapa?
Makasi yang udh baca❤️

Jangan lupa follow instagram
@dheboraa_

Dm ya.. kalo ada saran
Kalo ada typo benerin wkwk

The Wound (End)Where stories live. Discover now