Chap 23

98 18 3
                                    

"Thanks," ucap Anggun sambil melepas helmnya dan memberikannya kepada Raga.

Raga menerima helmnya itu. Jangan tanyakan kondisi mereka saat ini seperti apa, yang pasti sekujur tubuh mereka basah kuyup akibat guyuran hujan yang menyiram tubuh mereka. Perihal jas hujan, Anggun memang terlalu keras jika dia sudah mengatakan tidak ya berarti tidak, sama halnya dengan jas hujan. Bukankah dia bilang tidak mau memakai jas hujan, maka sedari tadi dia benar-benar tidak memakai jas hujan.

"Jangan lupa mandi," ujar Raga

"Ngapain? Udah malem,"

"Bego banget sih lo, mandi pake air anget biar kepala lo ga pusing."

"Ga mau,"

"Dih, batu banget sih dibilangin."

"Terserah gue dong,"

Entah sejak kapan Raga mulai perhatian kepada Anggun. Lelaki itupun juga bingung, yang pasti dia hanya sekedar peduli tidak lebih dari itu.

"Yaudahlah, emang dasarnya batu keras."

"Apaansih, gue bukan batu." ujar Anggun tak mau kalah.

"Keras sih lo."

"Emang dasarnya tengil, tetep tengil." ujar Anggun.

"Gapapa tengil, yang penting ganteng."

Ganteng, iya lo ganteng tapi sayang lo tengil, sombong, ga mau kalah. Ga tau lo yang keras, atau gue yang ga mau kalah. Atau sebaliknya, tau ah pusing, tapi makasih buat hari ini, gue bahagia kok. Pagi sederajat, siang jadi babu, malam jadi Tuan.

Pagi hari mereka di sekolah mengobrol seperti layaknya seorang teman yang sudah akrab walaupun perbincangannnya penuh dengan percekcokan. Siang hari gadis itu menjadi babu, membereskan isi Apart cowok tengil ini dan diselimuti percekcokan lagi, serta sekarang dia merasa jadi Tuan. Diantar jemput oleh Raga tapi masih dengan percekcokan juga.

Hari ini penuh dengan percekcokan!

Tapi tak luput dengan sedikit kebahagiaan.

"PeDe banget hidup lo!" ujar Anggun

"Masuk sana, mandi terus tidur, besok pagi gue jemput."

"Ya,"

"Udah ya doang?" tanya Raga memastikan.

"Iya,"

Sungguh Anggun sedikit menyebalkan. Entah gadis itu yang benar-benar polos, atau dirinya yang terlalu berharap. Pemuda itu memang sedikit mengharapkan ada ucapan terakhir dari mulut Anggun untuknya yaitu ucapan "Hati-hati." Tapi sedari tadi gadis ini hanya terus bercekcok dengannya.

"Gua pulang ya," pamit Raga

"Iya udah sana,"

Mesin motornya masih menyala, tak kunjung di jalankan.

"Pulang ya..." pamitnya lagi

"Idih, ya udah sana ga ada yang nahan sumpah."

"Ga ada yang mau diucapin?"

"Enggak,"

Raga berdecak pelan. "Yaudah lah, gua cepek."

"Ya, makanya pulang istirahat."

"Hati-hati kek gitu," ujar Raga to the point.

"Oalaa... dari tadi lo nunggu gue ngucapin itu?" tanya Anggun sambil terkekeh pelan.

"Hm,"

"Yaudah deh, hati-hati lo di jalan," ujar Anggun masih dengan kekehan pelannya.

Merasa lucu melihat Raga berusaha melakukan segala cara agar dirinya bisa peka kepadanya, sejak kapan sosok Raga seperti ini, sudahlah... Mungkin efek tadi hujan-hujanan.

The Wound (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang