3 · First Hickey

112K 14.3K 2.4K
                                    

VOTE DAN SPAM KOMENTAR

𝒽ℯ𝓎 𝓈𝒽𝒶𝓌𝓉𝓎

Ini hal buruk. Dara duduk di pangkuan Andreas beberapa jam sampai hujan reda karena cowok itu bahkan tidak membiarkannya pergi. Mereka diliputi hening, dan itu sangat mencekam karena Dara yakin Andreas yang ini adalah Andreas yang dibicarakan Mizuki dan Briony.

Saat tangan Andreas beralih dari pinggang Dara, cewek itu spontan berdiri. Andreas meraih tas Dara, lalu memegangi tangan cewek itu, menariknya keluar dari lorong.

“Lepasin, lepasin, lepasin!” Dara berusaha menahan kakinya, tapi itu membuat dia terseret karena Andreas bahkan tidak berhenti. Dara ingin menarik satu per satu jemari Andreas agar berhenti memeganginya, tapi itu juga tidak berhasil.

Dara menghela napas frustrasi, dia berdiri diam di depan pintu mobil hitam mengkilap yang lagi-lagi terlihat familiar. Tatapan Dara pergi pada Andreas yang baru saja menutup pintu belakang setelah memasukkan tas Dara, cowok itu memutar ke belakang mobil dan masuk ke kursi depan di balik kemudi.

Kemudian saat pintu di depannya terbuka dari dalam, Dara terkesiap, matanya melebar terkejut karena mengingat sesuatu. Sudah lebih dari satu tahun, tapi Dara ingat mobil ini, dan cowok itu adalah cowok yang sama dengan cowok beraura seperti api. Andreas adalah cowok yang memberi Dara tumpangan saat itu.

Dara segera masuk karena khawatir akan ada hujan susulan, di dalam mobil hanya ada aroma Andreas; campuran vanilla dan caramel. Andreas masih menggunakan cara menyetir yang sama; dengan satu tangan. Dara memperhatikan itu selagi pikirannya berperang, setengah yakin Andreas itu orang baik, setengah yakin Andreas juga adalah sumber masalah.

“Anter gue ke Taman Sa—”

“Masih inget,” tukas Andreas.

Dara merengut. Sambil melipat tangan di dada, dia sekali lagi memperhatikan Andreas. Tidak ada name tag di dada cowok itu, sama seperti satu tahun lalu.

“Lo gak berubah,” celetuk Andreas kemudian. Tatapannya melirik Dara sekilas, menatap dari kepala sampai kaki dengan gerak mata yang tidak wajar. “Kecil,” lanjutnya.

“Mata lo rabun, ya? Gue nggak kecil. Standar tinggi bagi cewek buat keterima di sekolah kita itu 5 kaki 4 inci, dan tinggi gue 5 kaki 6 inci. Gue nggak kecil, gue salah satu cewek paling tinggi di sekolah!” Dara menggebu-gebu. Dia tidak merasa kecil dilihat dari sisi mana pun. Bahkan saat Dara berjalan di lorong, dia seperti tower bagi semua cewek.

Andreas mendengkus, Dara menyipit tak senang saat melihat cowok itu menahan seringai geli. Dara merasa sedang diremehkan, dan itu membuatnya marah.

“Berapa tinggi lo?” tanya Dara kemudian. Dara tahu tentu saja cowok itu pasti setinggi 6 kaki, karena Andreas lebih tinggi darinya—dan perbedaan tinggi mereka harusnya tidak banyak.

“Enam kaki,” jawab Andreas datar. “Empat inci,” Andreas melanjutkan. Dia mengambil satu tangan Dara secara paksa, lalu menggenggamnya.

Hampir dua meter, pikir Dara. Cewek itu membelalak kaget beberapa detik pertama, kemudian mendengkus kesal dan semakin merengut. Dara semakin kesal lagi setelah melihat lengannya, lalu melihat lengan Andreas, atau ketika dia tidak bisa melihat kepalan tangannya di dalam genggaman cowok itu. Sial, Dara merasa kecil sekarang.

“Jangan pegang gue!” seru Dara sambil menarik tangannya, meskipun tidak bisa terlepas dari Andreas.

“Jangan berisik,” peringat Andreas. “Mau gue tutup mulut lo?”

“Makanya lepas tangan gue!” Dara tidak ingin kalah.

Tidak mendapat reaksi dari Andreas, Dara jadi nekat menggigit pergelangan tangan cowok itu. Mata Andreas agak menyipit, mungkin gigitan Dara terlalu kuat, sampai kemudian cowok itu melepaskannya.

A-String [OPEN PO]Where stories live. Discover now