2 | Tidak sepenuhnya milikmu

2.2K 342 26
                                    

Riki ada dalam pendiriannya sendiri, dia bahkan tidak lagi mempertahankan sesuatu yang telah ditinggalkan, padahal Tuhan masih berbaik hati menitipkan satu-satunya harta yang akan berharga jika ia mau merawatnya. Dan juga mau memberikan kasih sayang yang sangat layak untuknya. Tetapi Riki tidak mudah melakukan hal sesederhana itu saja. Ia mengira jika kematian memang bukan sebuah takdir, akan ada awal mulanya sesuatu yang menjadi penyebab utama.

Ia begitu enggan menjenguk setelah apa yang telah dikorbankan, pemakaman Mahes telah usai dua hari yang lalu. Namun, saat itu juga Riki tidak kembali mempedulikan Areska yang tidak baik-baik saja sampai detik ini. Membiarkan salah satu yang tinggal merasakan sakit mendalam. Seharusnya Riki sadar jika pencangkokan ginjal belum tentu akan menguntungkan, bisa jadi seseorang yang menerima akan kesakitan setelah mendapatkan ketidakcocokan itu. Dan memang Riki yang sengaja membiarkan Areska menghilang tanpa direncanakan. Egois? Sepertinya iya, karena Riki melakukan semata-mata kekesalahannya melebihi dari apapun. Yang telah pergi, seharusnya tidak pergi lebih dulu. Dia masih berhak bertahan hidup, hanya saja Riki lupa. Bahwasanya semua tergantung akan ajalnya masing-masing.

Namun lain halnya dengan hari ini. Ia terpaksa datang menjenguk Areska setelah berapa banyak panggilan dari rumah sakit untuknya. Ia muak, tetapi tidak punya alasan lain untuk menolaknya. Lagian Areska itu anaknya, dan pihak rumah sakit juga mengetahuinya. Mereka pasti akan menilai Riki sebagai ayah yang buruk jika saja ia membiarkan Areska sendirian dalam kata lain mengabaikan nya begitu saja.

"Ayah?"

Riki tertegun, iris kembarnya mulai berbinar, sebenarnya ia senang kala Areska tersenyum terhadapnya di tambah lagi dengan lesung pipi yang memperindah paras sang putra. Namun, Riki  tetap ada dalam pendiriannya sendiri. Ia masih menganggap jika Mahes tiada karena Areska.

"Mulai hari ini dan seterusnya jangan panggil saya dengan sebutan ayah, karena kamu bukan anak saya!"

Tidak terlalu panjang dan tidak begitu singkat, tetapi dapat mengiris hati Areska. Ia baru saja pulih namun harus mendengar sesuatu yang tidak seharusnya ia dengar secepat ini. Riki, mengatakan tanpa penyesalan seolah-olah yang ia katakan memang benar apa adanya. Dan merupakan penyampaian yang semestinya Areska ketahui hari ini juga.

"Maksud ayah apa? Areska belum paham," ucap Areska menahan air matanya barangkali yang ia dengar adalah kesalahan.

"Jangan panggil saya ayah?!" Riki justru membentaknya dengan mudah.

Riki berjalan keluar ruangan tidak ingin memperpanjang setelah memperingatkan, sekarang tidak ada lagi hubungan dengan Areska. Si anak penghancur kebahagiaan dalam hidupnya cukup untuk kedua kalinya, dan semoga setelah ini tak ada lagi yang dapat dilenyapkan oleh Areska lagi. Seandainya Riki dapat menyikapi dengan dewasa pasti ia akan mengerti jika kematian pasti akan di alami, dan dirasakan oleh seluruh makhluk hidup lainnya. Memang, kehilangan seseorang itu berat tetapi akan lebih berat jika ia sengaja menghilangkan.

Saat kepergian Rikiayahnya Areska, cowok berlesung pipi itu menangis pilu. Padahal ketika ayahnya datang ia ingin sekali menanyakan di mana keberadaan Mahes. Tetapi frasa Riki justru berbeda dari apa yang Areska bayangkan. Ia takut jika Mahes ternyata juga ikut lenyap setelah berbagi ginjal dengannya. Jika memang seperti itu kenyataannya bukan hanya Riki yang menyalahkan dirinya. Melainkan Areska juga, sebab ia membiarkan Mahes kehilangan banyak cerita indah dihidupnya. Dia tidak seharusnya mati, dia benar-benar punya kehidupan yang layak. Dan harus mati karena mengorbankan apa yang tidak seharusnya dikorbankan.

Sebelum sepenuhnya pergi dari ruangan tersebut, Riki menoleh kebelakang sambil mengatakan beberapa kalimat penjelasan.

"Ginjal itu milik Mahes."

Satu Ginjal Milik Areska | 𝙍𝙚𝙫𝙞𝙨𝙞𝙤𝙣Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt