4 | Selalu salah

1.3K 257 11
                                    

Jika bukan rasa kepedulinya yang masih amat melekat pada diri Riki, mungkin ia sudah memilih untuk meninggalkan Areska. Ia terlalu mudah membenci sampai melupakan siapa Areska sebenarnya.  Putranya yang sedari dulu ia pertahankan dan di kasihi sepenuh hatinya. Namun, karena ia telah melenyapkan dua orang terkasih dalam hidupnya membuat Riki langsung beranggapan jika Areska si pembuat kesalahan itu. Bukan hanya kesalahan saja, bahkan Riki memandang Areska sebagai seorang pembunuh.

Kematian Mahes kira-kira tiga minggu yang lalu masih membekaskan luka, masih terasa saat ia melihat wajah pucat anaknya. Riki bukan sekali menyaksikan ia sudah melihat kedua kalinya dalam hidupnya. Namun sampai lupa jika sewaktu-waktu ia bisa melihatnya ketiga kalinya setelah Areska lenggang karena keabainnya tersebut. Sebab Areska tidak mungkin bertahan lama jika ia saja sudah di runtuhan berkali-kali dengan pertahanannya.

Waktu itu, kemungkinan semuanya sesaat. Dan menimbulkan sebuah kebencian. Tapikan, semuanya pasti berlalu. Seharusnya dia menjaga sesuatu yang masih tinggal, karena dia sangat berharga jika masih dipertahankan.

Dengan keraguan Riki membuka knop pintu di mana ada Areska di dalamnya. Sudah lama sekali ia tidak datang untuk menjenguk, dan mungkin sampai membuat Areska mengira jika ia sudah di tinggalkan. Karena sejauh ini, pria baya itu tidak pernah datang. Kini dia datang, tanpa mengukir senyumannya seperti dulu. Jujur saja Areska mendadak merindukannya.

Melihat kedatangan ayahnya yang secara tiba-tiba Areska segera menyambutnya dengan tangisan, ia sangat merindu dan berharap ada kasih yang masih ayahnya simpan untuknya.  Walaupun hanya sedikit, yang terpenting ada rindu yang tersampaikan.

"Jangan harap saya datang ke sini karena saya mempedulikanmu! Areska kamu itu sudah membuat dua orang dalam hidup saya tiada. Kenapa tidak kamu saja yang mati, apa kamu sengaja membuat saya menderita," tutur Riki yang menghentikan langkahnya begitu saja.

Harapannya di runtuhkan, Areska tidak menduga jika perkataan itu yang justru ia dengarkan. Benar kata Sagara berharap kepada manusia itu tidak menguntungkan, Areska semakin di buat yakin jika Sagara punya kekuatan yang paling kuat pada jiwanya. Matanya sedikit berembun meski ia sedang bersedih Areska tidak suka menangis. Dia menahannya mati-matian, karena tidak ada gunanya sama sekali untuk menangis sekarang.

Riki mendekat meremas kerah baju Areska dan hendak melayangkan sebuah pukulan. Namun melihat tatapan dari Areska yang seperti itu membuatnya tidak tega.  Apakah ia keterlaluan? Bahkan sempat melakukan hal yang tak seharusnya ia lakukan. Kemungkinan dia hanya kesal, yang kemudian melampiaskan semuanya tanpa berpikir dua kali terlebih dulu.

"Saya itu benci sama kamu!" Bentak Riki yang kemudian meninggalkan Areska sendirian.

Areska seharusnya lebih dulu untuk sadar diri ia, sudah disalahkan dan di lontarkan kata-kata rendahan lainnya. Areska tidak berguna, sebentar lagi dia pun akan menyerah.

Merasakan sakit pada bagian pinggangnya, Areska merintih sedikit kuat menghentikan langkah Riki yang sudah berada di ambang pintu. Areska tidak bercanda anak itu benar-benar kesakitan. Ia memang sudah mendapatkan penanganan tapi ada sesuatu yang harus Areska rasakan. Menurutnya tidak ada perubahan, Areska terus-terusan merasa kesakitan.

Tidak cocoknya ginjal yang Mahes berikan setelah berada di tubuhnya itu akan menjadikan rasa sakit yang melebihi penyakitnya selama ini, Areska masih setia meremas bagian punggungnya. Serta Riki yang menatapnya dengan penuh keraguan. Rasanya Riki ingin segera belari namun ia tidak dapat melakukannya.

Satu Ginjal Milik Areska | 𝙍𝙚𝙫𝙞𝙨𝙞𝙤𝙣Where stories live. Discover now