33 - Q

2.8K 287 59
                                    

First Person Point of View.

Pagi itu, seperti biasa Changmin bangun pukul 5 pagi. Setelah selesai merapikan kasurnya sendiri, ia akan menuju kamar mandinya dan membersihkan diri.

Beberapa menit setelahnya, pemuda itu akan keluar dari tempat tinggalnya dan mulai menaiki sapu terbangnya tanpa berbasa-basi.

Tampak normal seperti biasanya. Changmin akan bekerja sebagai pengantar pos dengan sapu terbangnya dari pintu ke pintu. Namun, bagi Changmin hari ini sama seperti biasanya, sepi dan tidak hidup.

Sejak dahulu, impiannya selalu menjadi seorang penyihir hebat yang mendedikasikan dirinya untuk negara kelahirannya. Ditambah, seseorang dari masa lalunya selalu mendukungnya, bahkan menemaninya bersekolah di akademi sihir yang sama.

Sayangnya, itu adalah dulu. Sekarang gairahnya untuk hidup pun tak punya. Yang penting ia dapat menghasilkan uang, karena satu-satunya harapannya cuma itu.

Beruntung, penyihir di kotanya dapat bekerja menjadi apa saja dengan bayaran yang lumayan. Dengan begitu, tujuannya akan tercapai jika ia mau bersabar.

Toktok.

Paket,” teriaknya. Pintu terbuka, menampakkan si penerima paket. Tanpa berbasa basi, Changmin memberikan paketnya dan segera bergegas pergi dari sana.

Paket selesai ia kirimkan sore ini. Begitu sampai di kantor pos tempat ia bekerja dan siap berganti baju, seseorang bertubuh besar datang dan menarik kerahnya kuat.

“Heh, Penyihir Bodoh, kau ini niat bekerja tidak sih!?”

Badannya terangkat hingga kakinya tak lagi menyentuh lantai. Tatapan tajam orang itu seolah-olah menusuk dan mengoyak kepercayaan dirinya. Changmin hanya mengangguk pelan. Bukannya ia lemah karena tidak melawan, pada dasarnya atasannya itu tak akan memperlakukannya seperti ini jika dia tak melakukan kesalahan. Lagipula, Changmin telalu lelah untuk meladeni ini semua.

“Ini sudah keempat kalinya kau melakukan kesalahan dalam bulan ini. Bagaimana bisa kau salah mengirimkan paket!? Kau mau dipecat, hah!?”

Mendengar kata “pecat”, mata penyihir muda itu membulat. Ia menggeleng kuat kemudian menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya, membuat gestur memohon. Tidak, tidak, tidak, dia tidak boleh dipecat. Tinggal sedikit lagi dan semuanya akan kembali normal. Changmin tidak boleh berhenti di tengan jalan.

“J-jangan, Tuan...”

Pria tua itu mendecih. Ia melepaskan tangannya dari kerah Changmin, tetapi Changmin tetap melayang di udara. “Kalau begitu, kerjakan tugas-tugasmu dengan baik!” Ia menunjuk dada Changmin dan mendorongnya pelan.

“Aku kira lulusan terbaik dari Akademi Sihir Kumshire akan bekerja dengan sangat baik dan memberiku keuntungan. Nyatanya kau bahkan lebih buruk dari sampah.” Pria tua itu mendekati pintu, membukanya tanpa menyentuh sama sekali. “Kalau saja kau bukan lulusan terbaik dari akademi sihir terbaik itu aku sudah memecatmu sejak awal.”

Orang itu pergi dan pintu tertutup dengan sendirinya. Tubuh Changmin yang masih melayang menghantam lantai seketika karena sihir pria itu tak lagi mengikatnya.

Changmin menghela napas berat. Kakinya tertekuk merapat di depan wajahnya. Pemuda itu memeluk kakinya sendiri dan menenggelamkan wajahnya di sana. Terpaku cukup lama.

Seusainya, ia kembali bangun dan berjalan dengan langkah gontai dan helaan napas lain yang ikut terdengar.

🌹🌹🌹

Changmin, lihat, banyak bintang di atas sana!

Changmin mendongak dan mengangguk antusias. “Eh, iya!” Kekehan kecil keluar dari mulutnya. “Indah ya, seperti kamu.”

One Shots [𝑻𝑯𝑬 𝑩𝑶𝒀𝒁]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang