𝟸𝟺. pertemuan

17.9K 2.7K 1.3K
                                    

"Jadi kamu pilih aku atau dia?!"

Haechan menyesap susu kotak rasa pisang yang ia ambil dari dalam tas Mark, lalu dengan santai menaikkan satu kakinya ke atas meja dengan mata yang tak lepas memandangi drama segitiga antara Hyunjin, Felix, dan Jeongin. Ketiga orang itu sudah berdebat sengit sejak kelas kosong satu jam yang lalu, dan sampai sekarang belum juga menemukan titik terang.

Belum lagi telinganya serasa bergetar saat Felix yang biasa ceriwis mengeluarkan suara bass nya. Haechan heran, sebenarnya lebih ke arah kecewa. Karena yang dia tahu, Hyunjin itu sangat bucin pada Felix begitupun sebaliknya. Lalu kenapa bisa dia memilih main belakang? Dengan Jeongin pula! Si bar-bar yang sebenarnya sama polos dengan Renjun.

"Hyunjin jawab dong!"

"Threesome aja sih! Ribet amat!" imbuhnya gemas, saat Hyunjin tak kunjung memberi jawaban pada dua lelaki manis di depannya.

"DIEM!"

Ketiganya membentak Haechan bersamaan. Membuat pemuda itu mengulum bibirnya refleks dan mengangkat tangan.

"Maaf Felix," Hyunjin akhirnya membuka suara. Matanya memandang Felix dengan sorot penuh penyesalan. "Tapi aku sayang kalian.."

Felix menatap Hyunjin tak percaya. Jadi, dua tahun ini bagi Hyunjin tidak ada artinya ya?

Pemuda blasteran itu lalu memandang Jeongin yang menundukkan kepalanya dengan mata memejam. Meski marah, namun Felix tahu kalau Jeongin tidak berniat merebut Hyunjin darinya. Iya, karena Jeongin mengaku tidak tahu menahu tentang hubungan Hyunjin dengan Felix.

Haechan yang merasa situasi semakin tegang, akhirnya berdehem canggung. Rasanya tidak pantas jika dia terus berada di sini meski Hyunjin meminta, mengingat dia yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan mereka.

Akhirnya Haechan mengemas barang-barangnya, lalu berdiri dan menatap ketiganya bergantian. "Kalau boleh gue kasih saran, baiknya satu-satu ngomong. Dari Hyunjin, Jeongin, terus Felix. Biar dari semuanya juga nggak ada lagi yang disembunyiin," ujarnya dengan gestur gugup, terlebih saat Felix terus menatapnya datar.

"Ya.. gue cuma ngasih saran. Lagian kalau ngegas terus kaya tadi, kalian bisa-bisa nggak pulang. Nggak bakal nemu titik terang, kalian nya juga pasti nggak tenang hati." Haechan memakai tas punggungnya, kemudian tersenyum pada Jeongin yang menatapnya seolah meminta pertolongan.

"Gue pulang ya? Selesaikan baik-baik."

"Dan lo!" tunjuknya pada Hyunjin. "Gue tau lo ganteng, tapi lo nggak boleh maruk. Kalau nggak bisa pilih salah satu, tinggalin. Jangan nyakitin hati anak orang. Orang tuanya kerja keras bikin mereka bahagia, masa nangis cuma gara-gara lo?"

"Kok lo nggak belain gue sih?" sungut Hyunjin.

"Gue bakal belain lo kalo lo ganti status jadi uke," sahut Haechan datar. "Lagian berani berbuat ya harus berani bertanggung jawab. Dah lah, gue mau ke rumah papa mertua, bye!"

Setelah mengatakan itu, Haechan langsung berlari kecil meninggalkan kelas. Dia tidak sabar bertemu Renjun, karena sudah beberapa hari ini istrinya itu memilih tinggal bersama keluarganya dan Haechan hanya sesekali bertandang. Itu pun tidak lama. Dan seringnya, tidak akan menjumpai Renjun karena istrinya itu diajak pergi oleh Papa Yuta.

Sebenarnya Mama Winwin meminta Haechan untuk tinggal bersama sementara di sana, namun Haechan menolak karena sejujurnya ia masih takut pada Yuta. Kalau Yuta tiba-tiba membunuhnya ketika ia tidur bagaimana? Kasihan Renjun, nanti jadi janda muda.

"Haechan Haechan!"

Saat kakinya baru saja berpijak pada lantai dasar, sesosok gadis dengan langkah tergesa datang menghampirinya.

Best Hubby | Hyuckren [✓]Where stories live. Discover now