[Phase 1-4] Kota Solaris

228 62 7
                                    

Sebuah kota dengan aktivitas yang menggeliat di sekitarnya membuat keempat orang itu tersenyum bahagia—minus Diomira yang buta. Setelah sebelumnya terasa bagai berabad-abad, mereka akhirnya dapat melihat kehidupan.

Seseorang. Benda bergerak, bernyawa, dan berupa manusia seperti mereka. Tidak ada lagi makhluk aneh atau ... ralat.

Semua bayangan sempurna itu di hantam sejauh-jauhnya ketika mereka berempat melihat macam-macam makhluk justru bercampur aduk di sini.

Aurora mungkin akan pingsan jika ia tidak segera didudukkan dan bernafas. Tara, Dirga, dan Luke nampak wajar. Mereka seolah mencoba membiasakan diri dengan makhluk-makhluk aneh di sekitarnya.

Bangunan-bangunan berbentuk persegi panjang dan menguncup di ujungnya itu berjejeran di sepanjang jalan. Satu dua berukuran persegi empat, tetapi memanjang ke samping. Serupa penginapan atau toko menjual bahan pangan.

Furniturnya yang terbuat dari kayu dengan banyak jendela di berbagai sisinya. Warna-warna yang digunakan juga kusam, seperti biru gelap, merah bata, cokelat pudar, dan sejenisnya. Namun, lebih banyak yang berwarna cokelat pudar seolah bangunannya berdiri terlalu lama di sana.

Makhluk yang di maksud selain manusia seperti mereka, adalah Dragonoid, manusia setengah naga yang memiliki tanduk kecil di kepalanya. Kulitnya terlihat sama seperti manusia, tetapi jangan di pegang. Kulit Dragonoid katanya sekeras batu dan sekasar akar serabut. Mereka dapat berubah menjadi naga sewaktu-waktu. Namun, hanya di golongan tertentu.

Makhluk kedua ada siluman. Sejauh yang mereka lihat, siluman yang tampak hanya dua. Beast dan Demon.

Demon memiliki ciri-ciri yang sangat mencolok dari yang lain. Yakni ada pada warna kulitnya yang merah. Memiliki tanduk, tetapi bentuknya berbeda dengan Dragonoid. Mereka juga lebih sering berpakaian terbuka dengan hanya menggunakan celana panjang yang menutupi pusarnya hingga mata kaki. Bagi perempuan, Demon sendiri hampir tidak pernah berkeluarga. Mereka hanya berhubungan intim untuk kemudian hidup sendiri-sendiri.

Siluman kedua ada Beast yang dari namanya saja berarti binatang buas. Namun, siluman satu ini sama sekali tak terlihat buas. Wujudnya hampir sempurna layaknya manusia, tetapi perbedaan terbesarnya adalah pada tangannya. Tangan mereka jauh lebih besar dan kekar—bagi lelaki—dari ukuran biasanya, dan sewaktu-waktu dapat mengeluarkan cakar di balik kukunya. Mereka juga mempunyai gerakan secepat kilat ketika menyerang. Pandai berkelit dan membalikkan serangan dengan keras dan cepat.

Makhluk ketiga adalah manusia. Sama seperti mereka. Dari atas hingga ke bawah, benar-benar mirip manusia di zaman masing-masing.

“Ada juga ras penyihir.” Diomira masih menjelaskan. “Mereka bisa tinggal dan berbaur di mana saja dan dengan makhluk mana saja. Ciri yang paling khas dari penyihir adalah rambutnya yang berwarna putih atau perak.”

“Kayak punya lo,” kata Dirga.
Diomira mengangguk pelan. Dia tersenyum lebar. “Tepat sekali. Aku dari ras penyihir. Itu mengapa aku bisa memanggil kalian, karena aku menggunakan sihir. Lagi ...” Diomira memperbaiki duduknya. “... ras manusia biasanya berambut hitam, Beast berambut cokelat, dan Dragonoid memiliki warna tak beraturan. Demon juga tidak menentu sebenarnya.”

“Kalo rambut Luke yang pirang ini ... apa ada di sini yang kayak gini?” ucap Aurora penasaran.

“Pirang?” tanya Diomira. Aurora menepuk jidatnya pelan. Dia lupa kalau perempuan ini buta.

“Tidak ada. Aku belum pernah melihatnya. Tepatnya sebelum aku kehilangan penglihatanku.”

Aurora mengangguk-ngangguk. Luke yang duduk dua kursi di seberangnya sibuk memegangi rambutnya. Juga bertanya-tanya.

“Kaum dhuafa dia.” Dirga menyahut sambil melihat rambut pirang Luke.

Tawa segera berderai beberapa detik setelahnya. Meja mereka dipenuhi gelak tawa Tara dan Aurora yang mengerti ucapan Dirga, sedangkan Luke dan Diomira hanya terdiam.
Ketegangan sempurna terangkat dari wajah-wajah mereka.

Dhuafa. Orang fakir miskin pinggir jalan minta sedekah, Anjer!” Aurora terbahak. Dia hampir terjungkal dari kursinya jika tidak memegang meja di depannya.

Tara tidak mau kalah. Demi melihat wajah merah Luke yang sebelas dua belas dengan genting merah, dia turut menimpali.

“Biasanya sih mereka selalu ada di depan rumah sambil bilang, ‘Bu ... minta Bu ... Pak minta Pak ....”

Dirga yang tadi diam juga sukses dibuat tertawa. Ekspresi Tara yang sangat mendalami sampai meniru gerakannya membuat perutnya sakit.

Luke dan Diomira lagi-lagi diam. Mereka seolah berada di dunia antah berantah yang tidak mengerti ucapan tiga orang yang masih sibuk tertawa.

Apanya yang lucu coba? Begitu kira-kira isi kepala mereka.

Interaksi heboh itu tak luput dari puluhan mata di sekeliling mereka. Meski malam hari seperti sekarang, tempat minum yang mereka kunjungi masih ramai. Malam karena bintang biru besar masih bersinar terang di langit sana.

Pakaian mereka berempat yang sangat berbeda juga tak luput dari perhatian. Hanya bisik-bisik yang kemudian hilang diterpa angin.

Tiga detik kemudian, saat mereka masih larut dalam candaan, pesanan mereka datang. Lima gelas minuman dan makanan.

“Oh, bentuknya gak aneh. Keliatan sama kayak di dunia asalku.”

“Yeah ... itu benar.”

“Aku sudah menduganya.”

“Bagus deh. Gue udah laper banget!”

“Silakan dinikmati. Hidangan ini lezat sekali. Aku bersyukur makanan kami tidak jauh berbeda dengan dunia kalian.”

Saat itu. Tepat ketika Diomira tiba di ujung katanya, ketika Aurora, Dirga, dan Luke siap menyantap makanannya, Tara sudah berdiri sambil menendang meja yang berisi makanan mereka, membuat semua yang ada di atasnya berhamburan.

Perempuan berpakaian serba hitam itu berteriak, “Makanannya beracun!”

***

Wah terimakasih banyak ya sudah sudi meluangkan waktu untuk membaca cerita ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Wah terimakasih banyak ya sudah sudi meluangkan waktu untuk membaca cerita ini. Untuk Phase 1-4 Kota Solaris ini ditulis oleh qusyair. Tetap stay tune ya! Karena masih ada cerita yang akan ditulis oleh satu penulis lainnya.

See you~

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now