[Phase 2-7] Tiga Benteng Pertahanan

193 50 3
                                    

Sensasi menaiki punggung naga yang terbang di ketinggian 5000 kaki tidak semendebarkan seperti saat pertama kali. Namun, tetap saja menakjubkan.

Tara yang duduk paling depan mendapatkan pemandangan maha megah yang tak akan pernah terganti keagungannya dengan pemandangan apa pun.

Bahkan tidak bisa dibandingkan dengan gemerlap kota Las Vegas di malam hari yang kerap ia nikmati dari jendela griya tawang gedung pribadi milik keluarganya.

“Kau menyukainya?” tanya Zephyr yang masih senantiasa mengepakkan sayap naganya di udara.

Tara yang seketika dilanda kegugupan langsung memalingkan muka. “Tidak terlalu.”

Zephyr dalam hati tertawa kecil. “Syukurlah jika kau menyukainya.”

“Aku tidak bilang suka!”

“Jadi kau tidak menyukainya?”

“Aku juga tidak bilang begitu!”

Tara memalingkan wajah lagi. Rasa gengsinya begitu tinggi. Jika ia bilang suka, nanti si lelaki naga biru itu akan menjadi semakin aneh. Wanita berambut hitam legam itu sudah menyadarinya sejak pesta makan malam kemarin. Itu membuatnya sangat tidak nyaman.

Zephyr menghela napas. “Yah ... terserah padamu saja, Nona, tapi aku berani bertaruh pemandangan dari atas punggungku adalah pemandangan paling menakjubkan yang pernah kau lihat.”

“Siapa bilang?” ketus Tara, masih dengan memalingkan wajahnya. “Kau belum lihat pemandangan dari gedung pencakar langit di Vegas ‘kan?”

“Aku memang belum melihatnya, tapi aku yakin pemandangan dari atas punggungku adalah yang terbaik.”

“Cih, bagaimana kau bisa yakin kalau kau saja belum pernah melihatnya? Kau harus lihat dulu yang di Vegas—“

God! Please, masalah pemandangan aja ribut! Bisa diam nggak?!” ketus Aurora yang duduk tepat di belakang Tara dan sudah muak dengan perdebatan konyol itu.

Luke yang berada tepat di belakang Aurora seketika tertawa geli. “Kau sendiri kenapa diam saja, heh? Takut dengan ketinggian, Nona Pemarah?”

Aurora yang memang menahan gemetar sejak awal perjalanan dengan cepat tersulut amarah. “Diem nggak?! Sekali lagi lo ngomong sama gue, gue lempar lo ke bawah!”

Luke langsung mengatupkan bibirnya. Matanya memandang Aurora seolah-olah gadis itu mencuri topi sulap kesayangannya.

“Jahat sekali,” gumam lelaki itu dengan nada sok memelas yang membuat Aurora merinding menahan hasrat untuk melemparkan Luke ke udara. “Aku ‘kan bertanya karena heran mengapa kau mencengkeram celanaku erat sekali.”

Luke yang berbicara seakan tanpa dosa membuat Aurora sadar di mana letak tangannya selama ini. Tanpa dihendakinya, tangannya spontan mencengkeram kain celana Luke sebab ia takut terjatuh ke bawah. Tadinya ia ingin mencengkeram jubah Tara yang berada di depannya, tetapi kalau Tara sadar pasti wanita itu akan mengolok-oloknya.

Ah, sial! Pake megang celana dia segala! Rutuk Aurora dalam hati sembari menahan rasa malu. Ia pun segera menarik tangannya, lantas terdiam. Berpura-pura seolah tidak ada yang terjadi meskipun rona merah sudah menjalari pipinya hingga ke daun telinga.

“Ini,” ujar Luke tiba-tiba. Menyodorkan telapak tangannya kepada Aurora, sebelum Aurora yang memandanginya dengan alis terangkat sempat mengutarakan pertanyaan, Luke menaik-turunkan alisnya, lekas berkata, “Daripada pegang celana, lebih baik pegang tanganku saja.”

“Dih! Apaan sih lo!” teriak Aurora yang kesal dengan heboh seraya menyentak tangan Luke menjauh darinya.

Membuat Dirga yang berada di paling belakang, Tara yang berada di paling depan, dan Zephyr yang membawa mereka hampir terkena serangan jantung. Zephyr bahkan sempat berguncang sedikit karena terkejut.

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now