Dara masuk ke dalam rumah dengan perasan dongkol, dia benar-benar kesal karena Rama yang mengganggu dirinya terus. Setelah menutup panggilan dari Rama, Dara memang kembali melanjutkan acara mainnya dengan Rio.
Lampu rumahnya telah mati, wajar saja jika sudah malam. Dia mulai berjalan menuju anak tangga, namun sebelum itu. Lampu tiba-tiba menyala, dan di undakan tangga terakhir Rama dengan pakaian kerjanya tengah bersedekap sambil memandang Dara dingin.
Dara sendiri tidak peduli, yang jelas dia lelah dan ingin tidur maka dari itu, Dara mulai berjalan menaiki anak tangga bahkan melewati Rama.
"Apa kamu nggak denger omonganku, Dara?!" Tanya Rama dengan nada menahan amarah.
Dara bukannya menjawab, dia malah terus berjalan. Tak mengidahkan sedikitpun perkataan Rama yang sarat akan amarah.
"Jawab pertanyaanku, Dara! Kau punya mulut untuk menjawab."
Dara berdecak kesal, tak bisakah cowok itu tidak mengganggunya?
"Dan aku juga berhak untuk tidak menjawab pertanyaanmu!" Serunya lagi yang kali ini langsung berlari menaiki anak tangga.
Rama kemudian membalikkan tubuhnya, melihat Dara yang mulai mencapai kamarnya seketika itu juga Rama mengejar Dara. Namun sayang, Rama kurang cepat. Dara sudah masuk ke dalam kamar membuat Rama mengeluarkan napasnya kasar.
"Dengar, Ra. Kamu seharusnya minta izin padaku untuk keluar, apalagi dengan pria lain!" Seru Rama dari balik pintu.
Dara yang masih berada di belakang pintu kamarnya menggeram.
"Ck, elo siapa gue, hah! Gue bukan cewek lo lagi, brengsek! Berhenti seolah-olah kita memiliki hubungan!" Sembur Dara marah.
Perkataan Dara membuat Rama merasa tertampar.
"Tapi tidak di depan Daffa juga, Ra. Anak kita jadi bertanya-tanya, mengapa Ibu nya pergi dengan pria lain sedangkan Ayahnya dan dia tidak pergi."
Dara diam tidak membalas perkataan Rama untuk beberapa saat, membuat Rama kembali berucap.
"Aku mohon, Ra. Untuk memberikan perhatian pada Daffa, meskipun hanya sedikit. Setidaknya Daffa bisa merasakan perasaannya mempunyai seorang Ibu."
"Aku tidak menginginkan anak itu! Seharusnya kau sadar diri untuk tidak terus memintaku untuk memberi perhatian padanya!"
"Cukup, Ra! Bagaimana jika anak kita tahu, kalau Ibunya tidak menginginkannya!"
"Itu lebih bagus. Karena dengan begitu dia tidak akan mendekatiku terus."
Mendengar jawaban Dara, amarah yang dipendam Rama seketika memuncak.
"Berhentilah untuk tidak peduli padanya, Dara! Kamu akan menyesal jika suatu saat nanti Daffa yang berbalik tidak peduli padamu!" Bentaknya marah lalu berlalu dari depan kamar Dara.
Dara sendiri hanya diam mematung mendengar bentakan Rama padanya. Sejujurnya, dia merasa kaget akan bentakan Rama padanya. Karena baru kali ini Rama membentaknya dengan begitu emosi, padahal kemarin-kemarin Rama tidak pernah membentaknya sekalipun dia berbicara seenaknya. Tapi berbeda dengan sekarang, mungkin perkataannya kali ini cukup keterlaluan, dan dia sekali lagi tidak peduli.
🍃
🍃
🍃Rama berjalan menuju kamarnya yang berada di ujung, kamar yang ditempatinya bersama sang buah hati, berbeda sekali dengan Dara yang tepat di samping tangga. Pernah suatu hari, Daffa bertanya kepadanya tentang mengapa mereka tidak tidur bersama dengan Dara. Dan mengapa hanya dirinya dan dia saja yang tidur bersama, tapi jelas
KAMU SEDANG MEMBACA
The Begining
RomanceSeharusnya Dara sadar, jika hidup tidak akan pernah berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Tapi dirinya terlena dengan hidupnya yang sekarang, hidup dalam kekayaan orangtua, dilimpahkan dengan kasih sayang, dan memiliki kekasih yang begitu dia...