BAB 4

6.5K 417 46
                                    

Terkadang kita hanya perlu merencanakan saja. Jika berakhir baik, itu berarti sudah takdirnya. Begitu pun sebaliknya.

🐰

Alex menuruni tangga satu persatu. Dia sudah rapi berpakaian. Karena pagi ini dia harus menjemput putri Om Andrew yang dia sendiri tidak terlalu mengingat namanya. Kalau tidak salah namanya itu Umbi. Ya, Umbi.

Begitu sih yang didengar Alex sewaktu Om Andrew menghubunginya di kamar semalam, saat dia sedang memeriksa beberapa dokumen pekerjaan yang perlu ditanda tangani. Om Andrew memang sangat memercayainya, termasuk pada setiap keputusan yang diambilnya.

Ketika pertama kali bekerja di tempat Om Andrew, Alex memang direkomendasikan oleh Tantenya. Karena sewaktu kuliah Alex pernah dua kali berjumpa dengan Om Andrew di rumah ini. Tapi bukan berarti dia bisa bersantai. Justru sebaliknya dia membuktikan kemampuan yang dimilikinya.

Dan kembali ke topik putri Om Andrew, sungguh Alex tidak mengerti kenapa Om Andrew bisa menamai putrinya seudik itu? Tapi tentu saja Alex tidak mengutarakan isi pikirannya tersebut.

"Thea ke mana?" tanya Alex ketika telah duduk di sebelah Dean di meja makan.

Dean adalah kakaknya Thea. Dibanding dengan Dean, Alex jauh lebih protektif pada Thea. Karena dia sudah menggangap Thea sebagai adik kandungnya.

Tepatnya, sejak kematian mamanya Alex tinggal di sini. Keluarga adik mamanya membawanya. Alex bisa saja tinggal di apartemen yang telah dibelinya saat ini. Sebab dia sudah merasa lebih mapan dan sanggup membiayai hidup sendiri. Tapi adik mamanya itu tidak ingin Alex pergi, bahkan enggan berpisah dengan Alex, kecuali Alex sudah menikah.

Dan itulah mengapa sampai detik ini, Alex masih berada di rumah ini. Dia tidak melakukannya karena ingin menghargai adik mamanya.

"Thea tadi berangkat pagi banget, Lex," jawab Carol dengan semangat. Dia adalah wanita kedua yang berarti bagi Alex selain mamanya. "Tante juga nggak ngerti. Kayaknya Thea lagi suka sama seseorang. Soalnya dia tadi bangun lebih cepet."

Alex mengernyit. "Tante tahu orangnya?"

Carol kemudian menyendokkan nasi goreng ke piring Alex. "Tante sih mana tahu. Cuma yang Tante lihat, Thea keliatan beda gitu. Lebih bahagia aja."

"Terima kasih, Tan." Alex tersenyum dan menatap nasi goreng di piringnya yang sedikit gosong. "Jadi Thea yang membuatnya?

Carol tertawa. "Dia sudah berusaha keras, Lex."

"Mungkin setelah ini dia bisa menjadi koki." Alex tersenyum geli, lalu menyendok nasi goreng itu dan memasukkannya ke mulut, mengunyah meski rasanya cukup aneh.

Dean yang telah mencicipinya lebih dulu lantas terbatuk-batuk. Tangannya segera menggapai gelas di meja, menegaknya. Setelah itu menatap tak percaya pada Alex. "Lo bercanda? Dia cuma bikin bangkrut restoran manapun dengan masakannya ini, Lex."

"Dean, kamu tidak boleh begitu." Lucas menurunkan koran yang dibacanya untuk menatap Dean. Dia adalah ayah Dean sekaligus Thea. "Makan saja, hargai usaha adikmu."

"Itu kebenarannya, Pa."

"Papa bilang makan ya makan dong."

"Terus kenapa Papa sendiri nggak makan?"

"Ya kan Papa udah kenyang."

"Boong banget," cibir Dean. Lucas sontak melotot dan menggulung korannya untuk memukul lengan Dean, membuat Dean memberengut. Tapi pada akhirnya Dean mematuhi keinginan ayahnya. Melahap nasi goreng buatan adiknya, meski sesekali tersedak dan berulang kali meneguk air putih dari gelas.

Accidental MarriageWhere stories live. Discover now