BTW//LT-23

2K 178 3
                                    

"Mengapa kau mengatakan itu kepada Tiffany?" Tanya Liam kepada Sophia.

Mereka sekarang tengah duduk di air mancur depan beranda sekolah. Suasana tampak sepi, mungkin akibat para siswa yang sudah pulang mengingat bel pulang berbunyi beberapa menit yang lalu.

"Mengatakan apa?" Sophia balik bertanya. Pandangannya menatap lurus ke depan mengacuhkan lawan bicaranya.

"Jangan pura-pura tidak tahu, aku mendengar semuanya."

"Jika kau mendengar semuanya, mengapa kau bertanya?" Kini Sopiha mulai melirik ke arah Liam. Tatapan acuh.

"Aku hanya memastikan saja," balas Liam.

Sophia diam. Tidak berniat membalas ucapan Liam. Dirinya masih sibuk memikirkan bagaimana cara menjauhkan Tiffany dari Louis.

"Hey-hey, kau jangan melamun. Jawab pertanyaanku." Liam menepuk pundak Sophia yang membuatnya meringis kesal.

"Pertanyaan yang mana? Kurasa kau tidak bertanya!" Sophia menjawab dengan nada yang tinggi sehingga membuat Liam terkejut sesaat. Tetapi sedetik kemudian Liam tertawa.

"Calm dowm, girl. Pertanyaan, mengapa kau bisa-bisanya mengatakan hal telarang itu kepada Tiffany? Kau tahu 'kan, kita semua sudah berjanji untuk merahasiakan ini semua sampai ingatan Tiffany benar-benar kembali," jelas Liam yang di sambut dengan helaan nafas Sophia yang terdengar seperti bosan.

"Ya, aku tahu. Tapi aku menyetujui itu semua karena pertunangan itu. Bukan karena Tiffany, Liam. Aku tidak peduli ingatan Tiffany akan kembali atau tidak yang penting hubunganku dengan Louis baik-baik saja. Aku mencintai Louis."

Liam terdiam, mematung. Entah mengapa, mendengar kalimat yang di ucapkan Sophia membuat hatinya mencelos. Seperti ada jutaan anak panah yang menghantam hatinya dengan keras, seolah jutaan anak panah itu ingin sesegera mungkin menghancurkan hatinya dalam kejapan mata.

"Ucapanmu itu sudah membuat seseorang terluka."

Sophia melirik Liam dengan tatapan bingung. Kedua alisnya bertemu. Tapi Liam menatap lurus ke depan entah menyadari atau tidak dengan ucapan-nya barusan.

"Maksudmu?"

Liam sesegera mungkin menoleh. Membalas tatapan Sophia yang sedang kebingungan. "Lupakan saja. Anggap aku tidak mengatakan apa pun."

Sophia mengangguk. Meski dalam hatinya masih bertanya-tanya.

"Aku harus pergi. Kau harus berhati-hati."

Liang bangkit berdiri meninggalkan Sophia yang tengah diam dalam keheranan akibat perubahan sikap Liam secara mendadak.



→Tiffany Malik←

Sejak aku menceritakan kejadian mengenai aku dan Sophia, Zain meminta Niall untuk mengantarkan aku ke sekolah. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang ada dipikiran seorang Zain mendadak menjadi protektif sedemikian rupa. Bahkan sedari tadi Niall terus mengekor hingga sampai di koridor membuat aku sebenarnya sedikit risih.

"Sudahlah Niall aku bukan anak kecil lagi."

Aku hampir merengek di samping Niall akibat dirinya sama sekali tidak merespon protesanku semenjak masih di gerbang sekolah.

"Aku tahu tapi ini perintah. Kau mau aku tidak dapat jatah makan malam hari ini?"

"Tapi kau juga harus tahu, aku malu." Aku berbisik di akhir kalimat. Tak ayal sedari tadi pula orang-orang melirikku ketika melewati mereka.

"Kupikir kau tidak punya rasa malu lagi, Tiff."

Aku mendengus kesal. Lantas memilih berjalan lebih cepat dan berhenti di depan lelaki pirang itu dan menginjak kakinya membuat Niall meringis kesakitan.

Better Than WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang