Cinta terpendam 7 21+

12.4K 609 13
                                    


Menerima panggilan telpon dari Hasna, dengan kondisi Dinda berada dalam satu ruangan bersama dirinya, tentu membuat Agam tidak tenang.

Oleh sebab itu, ia memilih balkon sebagai tempat yang tepat menerima panggilan tersebut, sambil sesekali melirik Dinda yang masih tertidur pulas, selain takut suaranya akan membangunkan Dinda, Agam juga meminimalisir suara Dinda terdengar oleh Hasna ketika gadis itu bangun tiba - tiba.

Panasnya sudah turun, tinggal istirahat saja yang cukup, agar staminanya kembali lagi.

"Gimana mas, kerjanya di sana?" Tanya Hasna di seberang panggilan.

"Kayak biasa sih, yank ... Malam ini, aku ada janji temu sama klien ..." Jawab Agam sambil lalu.

"Kamu lagi ngapain?" Berusaha tetap fokus pada Hasna, meski perhatiannya terbagi, Agam basa basi, "sudah makan belum?"

Belum sempat suara di seberang sana menjawab, Agam melihat pergerakan dari Dinda. Gadis itu berusaha duduk dengan tubuh polosnya lalu menyingkirkan selimut "Hasna," panggil Agam "aku tiba - tiba ada urusan penting. Nanti malam kita ngobrol lagi ya," panggilan ia putus sepihak sebelum mendekati Dinda.

"Mau kemana Din?" Gadis itu tersentak lalu menoleh padanya dengan wajah memerah.

"Saya pengen mandi pak, badan saya lengket,"

"Perlu saya bantu?"

Menggeleng pasti, Dinda menjawab "nggak usah pak, saya bisa sendiri," lalu Dinda berusaha berdiri sebelum oleng dan hampir jatuh.

Agam menangkapnya dengan tangan melewati ketiak gadis itu dan telapaknya secara tidak sengaja, menangkup payudara Dinda.

Gadis itu terpekik lalu menggeliat, secara spontan menutupi tubuh polosnya dengan selimut, yang bahkan masih meninggalkan noda darah perawan.

Suasana terasa canggung untuk beberapa saat sebelum Agam berujar "kamu, masih lemah gitu ... Mending mandinya besok aja,"

"Nggak pak," sela Dinda cepat "saya sudah gerah banget,"

Tanpa banyak basa basi, Agam tiba - tiba saja menggendong Dinda membawa gadis itu ke kamar mandi, dan Dinda  kembali terpekik "aduh pak, nggak usah di gendong" lengannya melingkar di leher pria itu kuat - kuat karena takut jatuh.

"Diam, dan jangan bergerak. Nanti kamu jatuh," ucap tegas Agam, membungkam Dinda hingga keduanya sampai di kamar mandi.

Sesampainya di kamar mandi, Dinda di dudukkan di pinggiran beth up, sedangkan Agam menyalakan air hangat, dengan campuran esens aroma terapi yang menenangkan.

Kemudian melucuti pakaiannya sendiri "loh ... Bapak mau ngapain?" Tanya Dinda bingung.

"Saya mau mandi sama kamu," jawabnya enteng, seolah mandi bersama adalah kegiatan paling biasa di lakukan oleh Agam, sementara Dinda nyaris tidak percaya bahkan di kamar mandi pun, ia tidak memiliki privasi.

Keduanya masuk ke dalam Beth up, dengan Agam berada di belakang Dinda, melebarkan kakinya dan membiarkan gadis itu duduk di antaranya.

Tentu saja Dinda merasa terganggu dengan sesuatu yang mengganjal di punggung bawahnya. Pria di belakangnya tengah bergairah.

Dengan masih diam, Agam meraih shampo, lalu mengusapkannya pada kepala Dinda, meratakannya hingga busa keluar dari sana. Sesudah itu, kini tangannya mengambil sabun cair, lalu mengusapkannya di tubuh atas Dinda. Ia menyabuni gadis itu dari bahu, dan berlama - lama di dada.

Dinda menikmatinya. Ia merasa relax, bahkan rasa geli bercampur nikmat ketika Agam terus meremas - remas payudaranya dan juga memilin putingnya.

"Din," bisik Agam di telinga Dinda "kamu boleh anggap saya brengsek atau bajingan, karena menginginkan kamu di saat kamu masih terlalu lemah untuk melayani saya. Tapi, saya pengen kamu sekarang," kemudian tangan pria itu menjalar kebawah, menemukan kewanitaan Dinda, membelai dengan jarinya di sana, hingga gadis itu melenguh, "kamu juga udah siap ...." Imbuhnya lagi.

PELAKOROù les histoires vivent. Découvrez maintenant