Cinta Terpendam 18

3.9K 526 30
                                    

Tadi tuh, sebenernya, aku lagi mindahin cerita ini ke WPS. eh, kok malah part Hadiah untuk panglima kena hapus 😩. Mana gak punya cadangannya dong 😭. Untung aja bisa di perbaiki. Pasti sebagian dari kalian mikir, kalau aku up cerita yang ini kan? Wkwkwkwk. Gak mau buat kalian kecewa, ya aku kebut nulis part ini padahal belum ngedraf sama sekali.

Eh btw, karena ini short story'. Jadi aku bikin seringkas mungkin, tanpa berbelit - Belit ya. Beberapa peran juga tanpa nama. Misal ortu Agam dan ortu Dinda.

"Ini kenapa ya, kok mama merasa, kalau yang galau karena Dinda pergi, gak cuma Ratih aja ya?"

Agam mematikan rokok yang baru disulut. Padahal, merokok adalah hal mustahil lainnya yang akan ia lakukan dalam keadaan bimbang.

Dan mengenal Dinda, terlalu banyak hal mustahil yang ia lakukan.

Agam tipe orang yang praktis, dirinya tidak pernah bimbang dalam mengambil keputusan. Semua keputusan yang di ambilnya, selalu tepat dan benar.

Namun, melepas Dinda, di rasanya adalah keputusan yang salah. Benarkah? Seberapa penting Dinda hingga memenuhi seluruh isi kepala Agam? Tentu saja karena segala hal yang di alami Dinda, akibat ulahnya. Kalau pun ada alasan lain, mungkin saja Dinda sudah menguasai seluruh hatinya, tanpa ia sadari.

Di teras belakang, mamanya ikut duduk di sisi agam "kejarlah dia nak, kalau memang kamu suka padanya,"

"Mama nggak keberatan punya mantu bekas baby sister Ratih?"

Alis mamanya terangkat tinggi, "hidup itu sederhana nak. Yang berkualitas belum tentu membuatmu bahagia, yang cantik dan berpendidikan juga gak menjamin dia sayang sama Ratih. Yang terpenting adalah, wanita itu sayang sama kamu dan anakmu, apapun statusnya."

"Jadilah gantle nak," kali ini sang papa menimpali. Pria paruh baya yang sibuk mengurus bisnisnya di luar negeri itu, terbang jauh - jauh dari Singapura, hanya demi melihat anak semata wayangnya, sedang galau. Bahkan ketika Agam kehilangan istrinya dulu, pria itu tak sekalut sekarang. Papanya jadi berpikir, perempuan macam apa yang mampu membuat hati Agam bergolak.

Modal percaya diri yang di tularkan dari mamanya, dan semangat yang di bangun oleh papanya. Agam akhirnya membuat keputusan "ma, Agam titip Ratih ya," sambil mengetik sesuatu di ponselnya, kemudian menempelkannya di telinga "pak, besok saya ke sana,"

********

Agam menjalin hubungan baik dengan keluarga Dinda, tentu tanpa sepengetahuan gadis itu.

Sejak Dinda hilang, hingga kini, ia selalu menanyakan keadaan Dinda. Jadi Agam tahu, kalau gadis itu bahkan sering mengurung diri di kamar.

Hal itu juga yang membuatnya gelisah. Mereka memang perlu bicara. Maka dari itu, ia menghubungi ayah Dinda, dan berkata akan datang lalu menginap, dalam batas waktu yang tidak di tentukan, demi memperjuangkan putri mereka.

"Saya langsung bereskan kamar tamu, begitu tahu nak Agam akan datang," kata ibu Dinda, wanita paruh baya itu, sangat menghormatinya. Sekalipun, dirinya alasan dari kehancuran putrinya, tapi wanita itu cukup bijak dalam menanggapi.

Baguslah, bahu Agam mengedik, jadi dirinya hanya perlu memenangkan anak mereka, "Dinda masih nggak tahu kan, Bu... Kalau saya datang?" Tanya Agam begitu dirinya di giring ke dalam rumah, memasuki kamar tamu.

Jempol ibu Dinda mengacung "beres nak Agam. Toh Dinda gak pernah keluar kamar, kecuali mandi dan makan," lalu wanita baya itu terkekeh "sudah, sekarang istirahat dulu, biar saya siapkan makan malam.

Makan malam pun, berjalan dengan biasa saja. Dinda tidak keluar kamar ketika ibunya memintanya untuk makan malam, Dinda hanya menjawab samar, untuk menyisakan satu porsi jika dirinya lapar nanti, jadi Agam hanya makan bertiga dengan kedua orang tua Dinda. Makan dalam diam atau mengobrol yang perlu saja. Yang pasti, setelah makan malam. Agam mengutarakan maksudnya datang jauh - jauh dari kota, ke desa tempat tinggal Dinda, adalah untuk menikahinya. Apa bila Dinda dan orang tuanya berkenan tentunya.

PELAKORWhere stories live. Discover now