22. What Happen?

3.9K 599 117
                                    

Pelajaran telah usai, jam istirahat telah tiba dan para siswa memutuskan untuk ke kantin kecuali 3 orang ini. Grace entah bagaimana kini duduk di hadapan [Name] dan Rayn. Mereka makan bekal mereka bersama-sama.

Tak ada pembicaraan dan suasana meja benar-benar canggung. Grace hanya memakan roti, dia tidak sempat membawa bekal karena terburu-buru.

"Kenapa kau punya luka-luka itu, Grace?" [Name] bertanya. Grace menoleh sedikit lalu angkat bahu. "Jatuh dari tangga."

Dan [Name] maupun Rayn tahu bahwa luka dan memar yang seperti itu bukanlah sesuatu yang bisa diakibatkan dari tangga. Grace sepertinya tidak ingin membicarakannya. Jadi [Name] hanya mengangguk saja.

Grace melihat ke isi bekal milik Rayn yang sangat sehat. Lalu melihat lagi bekal milik [Name] yang dipenuhi daging. "Pfft—"

"Apa? Apa yang lucu?"

"N-nggak ada." Grace mengelak. Kembali memakan rotinya. [Name] memicing curiga.

"Grace mau?" Rayn menawarkan bekalnya meski sudah sangat-sangat terlambat. Grace menggeleng. [Name] sudah menawarkan dari awal tapi di tolak mentah-mentah. Grace hanya memakan rotinya, meski terlihat tidak niat.

Dalam hati, Grace sedikit meringis. Aku baru ingat belum makan dua hari.

[Name] berdiri dari duduknya. "Aku ke toilet dulu ya." Setelah mendapat anggukan dari Rayn maupun Grace. [Name] berlari pergi, meninggalkan mereka berdua di kelas ini.

Suasana jadi lebih sunyi. Rayn memutuskan untuk melanjutkan makannya. Sedangkan Grace sudah melahap habis rotinya. Lalu beralih menyedot sekotak susu miliknya.

"Kau sangat dekat dengan [Name] ya." Grace berbicara tanpa menoleh. Rayn menatap Grace, sedikit bingung. "Tidak juga, dia teman pertamaku disini."

Manik biru Grace memperhatikan Rayn. "Kau suka pada [name] ya?"

Mendengar itu, Rayn seketika merona. "M-mana mungkin aku..."

Grace mengibaskan tangannya. "[Name] kan cantik, pintar, baik, sosok tipe perempuan ideal."

"M-memang..."

Jeda lagi. Mereka saling melamunkan sesuatu.

"Abangnya ada tujuh, kau pasti kesusahan dapat restu." Grace berkata lagi. Rayn hanya menunduk mendengar itu, karena dia sudah bertemu dengan ketujuh abang [name] yang benar-benar sangat protektif ke adik perempuannya. Rayn merasa bisa menjadi batu jika ditatap melulu oleh ketujuh abangnya ketika berkunjung.

"Tapi yah... Jangan terlalu dekat dengan [name] kalau nggak mau mati." Grace memandang kosong ke arah pintu kelas. Rayn menanggapi dengan dahi berkerut. "M-maaf?"

Grace menoleh ke arah Rayn yang menatapnya bingung. Ia menyungging senyum tipis. "Aku hanya memperingatimu, hidupmu akan terancam bila kau terlalu dekat dengan [name]."

"Kenapa begitu?" Rayn mulai berpikir apakah ini ada hubungannya dengan ketujuh abang [name] yang sangat melindungi adik perempuan mereka. Namun sepertinya Rayn salah. Ia bisa melihat tatapan mata Grace yang tak bersahabat.

"Kau tahu sweater dan celana pendek? Itu cocok untukmu."

.

.

.

Rena melangkah pelan menuju ruang bawah tanah. Tempat dimana Grace menyimpan semua mayat itu dan tempat dimana Rena dan Grace pertama kali bertemu.

Sejak kejadian ia jadi keluarga ini hingga dia menusuk [name]. Tidak pernah terpikir sekalipun untuk Rena pergi ke ruang bawah tanah itu lagi. Tidak sekalipun atau sama sekali memikirkannya.

『 Little Sister And Seven Brothers 』BoBoiBoy ✔Where stories live. Discover now