lapang dada

2.6K 107 14
                                    

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"...kemana ini akan membawaku, aku takkan pernah tahu..."

(Sheila On 7 - Lapang Dada)

°°°

Sean Ardhito

Deras hujan mampu menghilangkan debu yang ikut terguyur. Namun, bukankah pohon akan tetap berdiri di tanah walau air membasahinya deras. Seperti lagu yang terdengar di caffé ini, rasanya seperti mesin waktu yang membawaku pada masa yang sudah lalu. Alunan piano yang berdeting setiap lagu dan suara mendayu, seakan mengantarku kembali bertemu dengan gadis yang pernah singgah di hati.

Chalista Allena, gadis yang dulu menorehkan senyum dan mewarnai kisah dengan pena. Aku masih ingat bagaimana ia tersenyum di depanku, membawakan sekotak kue ulang tahun tiramissu dan mengoles krim ke hidungku. "Selamat ulang tahun Sean..." Hangat bibirnya mengecup pipiku, "Ayo tiup lilin dan katakan apa keinginanmu!" Bersamanya aku pernah tertawa di hari usiaku bertambah. Mataku terpejam memanjatkan harapan agar aku bisa terus bersama gadis ceria yang cantik dengan senyum indahnya.

Cale...

Begitu aku memanggilnya,

Lagu cerita cinta telah usai, namun kenangan itu tetap menghantui. Bait-bait lirik romansa ini pernah kupinta ia mendengar lewat earphone yang cantelkan ke telinganya. Cale berbalik padaku dan tersenyum, "Itu tentang kamu." Ia mengusap tanganku lalu beranjak dari kursi. Kembali kubuka potret tentangnya dalam layar komputer, ia yang tersenyum menghadap kamera dan rona pipinya yang malu-malu ketika wajahnya kurekam di kamera.

"Sean jangan, aku baru bangun tahu ih!"

Merah wajah kemarahannya membuatku tersenyum gemas. Jahil perangai gadis yang menaburiku tepung saat membuat kue, ia tertawa lepas seakan puas melihat wajah dan bajuku kotor oleh tepung terigu. Hangatnya kafein yang terlarut air, tak sama seperti bagaimana Cale pernah membuatkan secangkir kopi untukku di pagi hari.

Aku masih ingat kala dirinya ikut bersamaku dalam perjalanan ke suatu negeri. Potret jalan di negeri gajah putih terasa eksotis, Chalista mengajakku berlari di pantai. Nyiur melambai diterpa angin yang juga meberbangkan surai hitamnya. Pasir yang hangat menjadi pijakkan telanjang kaki tanpa alas.

Senja terlukis indah dengan warna jingga, Chalista bersandar di bahuku. Lentik jemarinya seolah melukis awan yang dilihatnya bersama sang surya yang semakin tenggelam berganti malam. Jutaan detik dan ratusan hari telah kulalui bersama cantik dan lembut dirinya yang selalu berhias. Apa yang dilakukan Chalista selalu membuatku tersenyum meski aku sedang tersiksa dengan penat.

Maka sekali waktu aku telah mengumpulkan keberanian untuk menyatakan keseriusanku padanya. Aku mengajaknya menapak di puncak gunung, di pagi yang sejuk seakan kami berada di atas awan. Aku menunduk dengan lututku yang bertekuk di depannya. Menggenggam tangannya lembut dan menciumnya.

[M] Oneshoot SeriesWhere stories live. Discover now