CHAPTER 1 : Pre-Test

194 16 2
                                    

Aku adalah satu dari ratusan yang tertidur. Hingga diriku berkata pada hatiku, "Bangunlah, diriku yang tertidur."

.
.
.

Aku membuka mata.

Kasur tunggal, lemari pakaian, meja kecil, meja belajar, tempat sampah, lap kaki, ini pemandangan ruang kecil. Lampunya mati, tapi sinar matahari merambat lewat ventilasi. Selimut masih membungkus tubuh, termasuk baju tidur. Ini suasana pagi.

Setelah melihat-lihat ruang asing ini, aku menatap ke hadapan. Tergantung di dinding, satu paket seragam mulai dari atasan sampai bawahan. Termasuk jas dan dasi juga tergantung di sana.

"Seragam, sekolah?"

Pakaian atasnya berwarna putih dan celana panjang berwarna abu-abu. Jas sebagai pelengkap berwarna biru gelap dengan logo segi lima di bagian dada kanan. Ini masih mimpi? Kalau begitu, aku hanya perlu tidur sekali lagi.

Tidak, ini bukan mimpi! Aku benar-benar terbangun. Aku ingat satu hal. Aku adalah Bintang. Ya, satu-satunya yang aku ingat hanya sebatas nama. Selain itu, aku ini apa? Ini di mana? Aku sedang apa?

Setelah semua pertanyaan dari kegelisahan, pintu berdecit terbuka. Seseorang mengintip dari luar. Melihatku yang masih duduk selonjoran di atas kasur. Pintu terbuka pelan dan seseorang mengintip dari baliknya. Pria dengan seragam keamanan yang badannya tidak terlalu besar, dia memberiku peringatan. "Kalau sudah sadar segera bersiap dan datangi aula," kata pria itu lalu pergi dan menutup pintu kembali.

.
.
.
.
.
.

Meski aku tidak paham, tapi ikuti saja lah! Nanti juga akan mengerti, itu yang kupikirkan.

____

Sudah siap mengenakan seragam, menyempurnakan kerah dan dasi, aku berkaca. "Wah, aku tampan," pikirku bangga sambil memainkan rambut dan tersenyum kecil di depan kaca. Hentikan.

Membawa buku kosong di tas, aku keluar dari ruangan kecil ini. Menutup pintu dan menguncinya, kemudian melihat ke luar ....

Apaan, ternyata ini semacam asrama. Jika aku melihat ke samping kanan, masih berjajar banyak pintu lainnya. Cukup banyak, mungkin sekitar 15 pintu di lantai ini. Sementara jika aku melihat ke depan. Itu adalah pemandangan gedung yang besar. Apakah itu gedung sekolah?

Suara decitan lainnya terdengar. Salah satu pintu terbuka, itu adalah pintu yang letaknya tepat di sebelah kamarku. Keluar seorang siswa laki-laki yang berseragam sama denganku. Setelah dia menutup pintu asrama dan menguncinya, dia menyapa ramah. "Yo, Bintang! Pagi ..." ucapnya dengan senyum sapa yang ramah.

"Eh, aku tidak ingat pernah kenal ... atau bertemu denganmu, mungkin." Yang kukatakan memang kebenarannya. Aku tidak mengenalnya, sama sekali. Bahkan, baru pertama kalinya aku melihat dia. Tidak, dia adalah orang kedua yang aku lihat di asrama ini. Setelah Pak Satpam dan dirinya. Sudah dua orang yang aku temui sejak bangun tidur.

"Duh sayang sekali ... entah kenapa, dilupakan oleh teman lama membuat hatiku sakit. Hmmm, oke! Mulai dari awal lagi. Eh, apakah kita benar-benar teman lama? Entahlah, aku tidak ingat apa-apa sih."

"???"

Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat. Sambil mengulurkan tangan perkenalan, dia mulai bicara, "Namaku ... Oase, namamu?"

"Hah? Padahal tadi 'kan sudah kenal."

"Hee masa ... padahal tadi aku cuma menebak. Jangan-jangan namanya, benar Bintang, ya?"

"Benar ..." jawabku sedikit malas. Aku kemudian menerima jabat tangan itu dan berkenalan dengannya. Sebuah ritual perkenalan baru saja terjadi. Di asrama ini ketika aku bangun tanpa ingatan. Dia adalah temanku yang pertama. Namanya adalah Oase, lokasi asramanya tepat di sebelah asramaku.

DREAMER (Volume 1) Where stories live. Discover now