9

12.1K 1.5K 51
                                    

Aura terbangun dengan kondisi yang berantakan. Matanya sembab, rambutnya kusut, serta wajahnya yang lusuh dengan bekas air mata yang tampak mengering. Perempuan itu beranjak dari tempat tidur, terduduk lemah bersandar di kepala ranjang sambil meratapi nasib.

Ia kira, pindah tempat tinggal akan membuatnya lebih baik. Tapi nyatanya, masalah perempuan itu ada pada dirinya sendiri. Sejauh apapun Aura menghindar dan pergi, jika hatinya tidak ikhlas maka semua akan sia-sia.

Ia tersenyum miris, bertekad tidak ingin kembali menangis. Sedih hanya akan merusak semangatnya, sedangkan jalan hidupnya masih panjang. Setelah menghela nafas berkali-kali, Aura berjalan ke kamar mandi, membersihkan diri dan berniat mencari bahan-bahan kue di supermarket.

Rutinitas ini sering Aura lakukan setiap tiga hari sekali. Tempat yang perempuan itu pilih adalah supermarket langganan yang menjual bahan dengan harga lumayan murah. Meskipun ia harus menempuh perjalanan cukup jauh.

"Aura?" Perempuan itu menoleh cepat ke belakang.

"Eh, benarkan nama lo Aura?" Aura melotot sembari mengamati laki-laki yang menyapanya.

"Kamu Raka, kan?" Laki-laki itu mengangguk, membuat Aura malu karna tingkahnya semalam.

Menceritakan aib sendiri pada orang asing tidak pernah Aura lakukan. Kecuali kebodohannya malam tadi. Astaga Aura lupa belum mengembalikan uang laki-laki di depannya. Dan apesnya lagi, hari ini dia tidak membawa uang lebih, ATMnya juga di ruko.

Semoga dia nggak nagih sekarang.

"Ngapain lo di sini? Udah bisa jalan-jalan?" Tanya Raka dengan nada meledek.

"Yang sakit kan hati bukan kaki." Ujar Aura dengan sendu membuat Raka tertawa.

"Baper banget! Ngapain di sini?" Ulangnya.

"Aku cari bahan-bahan kue, ini tinggal beli susu bubuk. Kamu sendiri ngapain di sini?"

"Gue juga lagi cari susu," Aura mengernyit saat Raka menunjukkan isi keranjangnya. Susu Bayi?

"Oh, kalau begitu aku duluan ya!" Pamit Aura, meski penasaran kenapa laki-laki itu membeli susu, tapi Aura pikir itu bukan urusannya.

"Oke!" Seru Raka singkat.

Selesai membayar belanjaan di kasir, Aura buru-buru menghampiri motornya untuk pulang. Namun sial, mesin motor itu tidak hidup. Padahal bensinnya full.

"Ihhh! Kenapa sih!" Keluh Aura frustasi, karna hampir duapuluh menit motornya tidak juga hidup.

"Kenapa motor lo?" Aura menoleh, ternyata Raka berjalan menghampirinya.

"Motornya nggak bisa hidup. Padahal tadi baik-baik aja. Boleh minta tolong nggak?" Pinta Aura ragu.

"Coba sini gue lihat, pegangin belanjaan gue." Titah Raka lalu memeriksa motor perempuan itu. Aura menurut, kemudian mundur selangkah membiarkan Raka memperbaiki motornya.

"Gini aja deh, berhubung gue nggak bawa alat buat buka mesinnya, mending kita ke bengkel aja." Saran Raka.

"Bengkel? Bengkel mana?"

"Depan situ ada bengkel, segede gitu masa nggak lihat! Yang kelihatan cuma kenangan mulu sih!" Celetuk Raka membuat Aura menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

"Terus aku pulangnya gimana?"

"Tunggu motornya beres!"

"Yah bakalan lama, aku keburu kebelet pipis. Mau masuk supermarket lagi males." Raka berdecak acuh sembari menuntun motor Aura ke bengkel.

"Ron, cek ya! Mesinnya tiba-tiba mati." Seru Raka pada salah seorang montir di bengkel itu. Aura tertegun, Saling kenal ya?

"Siap bro, ntar kalau udah beres gue kabarin."

Save The Date!Where stories live. Discover now