S2. 3

1.7K 179 28
                                    

Setelah yakin nomor yang tertera pada pintu hotel sama persis dengan yang diberitahu oleh Madam melalui pesan, tanpa ragu jemari Arga mengepal--mengayun untuk mengetuk pintu tersebut.

Took... took...!

Arga menguntungkan tangannya di udara. Pria itu urungkan niatnya yang akan kembali mengetuk pintu. Dari dalam kamar, ia mendengar seseorang seperti sedang membuka pintu tersebut.

Sesaat setelahnya, seorang pemuda muncul dari balik pintu. "Hye, mas Arga." Sapa pemuda itu ramah.

Arga mengangguk, sambil tersenyum simpul. Keningnya berkerut menetap heran pada pemuda yang juga tersenyum simpul padanya. Kali ini, calon pelanggannya terlihat lebih muda dari tamu-tamu sebelumnya. Selain itu, pemuda itu terlihat ramah dan juga sopan. Arga tidak yakin, pemuda itu akan menyewa jasanya untuk melampiaskan nafsu syahwat nya. Entahlah, senyum pemuda itu juga terlalu manis, untuk orang-orang yang biasa menyewa pelacur.

"Mau berdiri aja di situ, nggak mau masuk, ni?"

Pemuda itu membuat Arga tersentak sadar. Yah, Arga sempat melamun, ia sedikit terkesima dengan wajah inosen yang memiliki lesung pipi pada saat tersenyum.

"-Ayo masuk." Tanpa permisi, pemuda yang belum diketahui namanya itu meraih pergelangan Arga, manirkanya perlahan haingga masuk ke dalam kamar hotel tersebut.

"Duduk, mas Arga." Pemuda itu mendorong perlahan punggung Arga, membimbing nya hingga terduduk di sofa. "Tunggu bentar. "

Pemuda itu berlalu meninggalkan Arga, namun hanya dalam waktu beberapa menit, ia sudah kembali lagi dengan membawa beberapa botol minuman ringan, berikut makanan dalam kemasan.

Bola mata Arga tidak berkedip melihat pemuda yang sedang sibuk menyusun makanan dan minuman di atas meja. Entahlah, sikap ramah dan sopannya, membuat ia merasa canggung. Bahkan aneh.

"Maaf ya mas, aku nggak biasa minum, jadi enggak ada alkohol."

Sepertinya persepsi orang baik-baik yang ditujukan untuk pemuda itu memang tepat. Pemuda yang entah siapa namanya itu tidak menyentuh alkhol.

"Oh, nggak apa-apa." Sahut Arga gugup. "Walaupun kerja di diskotik, bukan berarti aku pencandu minuman."

"Syukur deh, aku kira mas Arga bakal keberatan." Ucap pemuda itu. "Oh iya, aku boleh duduk deket mas Arga kan?"

Arga mengerutkan kening. Lagi-lagi pria itu dibuat bingung. "Boleh, tentu aja boleh. Kamu udah bayar, kamu bebas ngelakuin apa aja sama aku_"

"Yang penting jangan anal," pungkas pemuda itu, sambil mendudukan dirinya di samping Arga. "Iya kan?"

Arga mengulas senyum, menatap wajah manis itu.

"Oh iya, nama aku Doni."

"Oh, Doni."

Doni menganggukkan kepala. Jangan lupakan senyum manisnya.

Terlihat Doni mengamil remote countrol yang tergeletak di atas meja. Setelah menekan tombol power, tv LCD yang lurus di hadapannya, menampilkan gambar hidup. Menidurkan kepalanya di dada bidang Arga, kemudian Doni fokus menonton televisi.

Arga terdiam, menatapnya heran.

***

Malam semakin larut, sejak tadi Doni hanya diam menonton film anime kesukaannya, tanpa melakukan papaun.

Hal itu tentu saja membuat Arga menjadi bingung. Pria itu membuang napas gusar, menatap wajah Doni yang sedang nayaman tidur di atas perutnya--sambil menonton TV.

"Kapan aku mulai tugasnya?" Cetus Arga kemudian.

Ngomong-ngomong, sepanjang perjalanan menjadi pria penghibur, ini adalah kali pertama ia bertanya kapan harus memulai tugas. Biasanya, pelanggan selalu lebih dulu agresif.

"Dari tadi kamu juga udah ngelakuin tugas kamu, mas," jawab Doni santai. Sorot matanya lurus menatap televisi.

"Jadi kamu keluar uang banyak cuma untuk ini?"

Doni tersenyum simpul. "Kamu bosen ya, mas?"

"Bukan gitu," sahut Arga cepat. "Kamu udah keluar uang, kewajiban ku melayani kamu."

"Iya aku ngerti, tapi gini aja aku juga udah seneng. Yang penting aku bisa deket kamu, mas."

Pernyataan Doni membuat kening Arga berkerut. "Maksud kamu?"

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Doni hembuskan secara perlahan. Pemuda itu bangkit dari tidurannya, lalu duduk di samping Arga.

"Sebenarnya, aku cuma butuh temen buat ngobrol. Aku lagi kesel sama orang tuaku. Mereka nggak berenti nyuruh aku nikah." Jelas Doni.

"Terus kamu nggak mau?"

Doni menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?"

"Nikah itu kan sama perempuan mas, kalau aku bisa sama perempuan, aku nggak mungkin bayar mas Arga."

"Oh, maaf."

"Nggak apa-apa, aku emang pure gay." Aku Doni yang membuat Arga mengangguk-anggukan kepalanya. "Aku milih mas Arga buat nemenin aku, itu karena aku tahu, mas Arga pasti orangnya baik. Sebenarnya, udah lama aku tahu mas Arga. Cuma baru sekarang aku berani nekat manggil kamu."

"Darimana kamu tahu kalau aku baik?" Heran Arga. "Kita baru ketemu sekrang."

"Kita emang baru ketemu, tapi aku sering liat pertunjukan kamu, mas." Jelas Doni. "Terus syarat yang kamu kasih sama pelanggan, juga jadi kesimpulan buat aku, kalau kamu baik mas. Dan setelah ketemu langsung, ternyata emang baik."

Arga mendesis, "gitu?" Untuk pertamakalinya seorang pelanggan memuji sifatnya. Sebelumnya, pelanggan lain hanya memuji fisik, dan pangkal selangkangan.

"Dan karena itu juga, aku pengen ngasih tawaran buat kamu."

"Tawaran?" Kening Arga kembali berkerut. "Tawaran apa?"

Doni tersenyum simpul menatap wajah bingung Arga. Wajah yang selalu ia pandang dari jauh, namun kali ini ia bisa melihatnya dengan jarak yang sangat dekat.

Tbc

TERBIASADonde viven las historias. Descúbrelo ahora