Hari-hari berlalu cepat, bagai bola kasti yang dipukul pemainnya. Tidak terasa, hampir 3 tahun Ve menjadi siswi SMP.
Selain mengikuti rutinitas sebagai pelajar, seperti mengerjakan tugas, menyelesaikan proyek kelompok, melaksanakan ujian, Ve juga mendapat banyak sekali hal dan peristiwa yang dia alami.
Semenjak terungkapnya kepemilikan contekan itu, Marsha menjadi lebih membenci Ve dari biasanya, terutama kepada dua temannya yang selalu menjadi penghalang, Jinal dan Ceje.
Marsha lalu merekrut dua temannya untuk ia jadikan sebagai anggota geng, sekaligus partner dalam membalaskan dendamnya pada kedua teman Ve. Yakni Kalista dan Alma.
"Kalian ada ide gak buat gue balas dendam sama dua orang itu? Gara-gara mereka, rapor gue ditahan, sampai uang jajan gue juga dipotong lagi." Dalam duduknya, Marsha marah-marah kepada Kalista dan Alma. Ia begitu kesal mengingat peristiwa itu.
"Gue ada sih." Ucap Alma.
"Apa?" Tanya Marsha dan Kalista.
"Sekarang kan pelajaran olahraga nih, terus, pelajaran selanjutnya komputer. Kalian tahu kan Bu Idah suka gimana kalau ada murid yang gak sesuai aturan?" Alma memelankan suaranya, takut ada yang mendengar, mereka sedang berada di pinggir lapang, menunggu giliran bermain sepak bola.
Marsha dan Kalista mengangguk. Mereka tahu seberapa beratnya hukuman yang diberikan oleh Bu Idah kepada para pelanggar aturan.
"Selesai olahraga, kita jangan dulu ke kantin, tapi ke kelas, buat ambil seragam mereka, terus sembunyiin deh."
"Oke juga ide lo. Gue sih setuju. Gimana, Sha?" Tanya Kalista.
"Oke. Gue setuju."
Selesai jam mata pelajaran olahraga, seluruh murid kelas 7B berbondong-bondong pergi ke kantin. Kecuali Marsha dan dua temannya. Mereka berbelok, menuju kelas yang sepi.
Marsha menjaga situasi, Kalista mengambil seragam milik Jinal, dan Alma mengambil seragam Ceje.
"Kita sembunyiin di mana nih?" Kalista menghampiri Marsha di bingkai pintu, bertanya.
"Jangan di kelas pastinya." Jawab Alma.
"Ayo! Gue tahu tempat yang cocok." Marsha melambaikan tangan, berisyarat.
Kalista dan Alma mengerti, mereka pun mengikuti di belakang.
Sementara itu, di kantin sekolah, Ve, Atlas, Jinal, dan Ceje tengah duduk di kursi panjang. Mereka telah menghabiskan sepiring batagor dengan cepat, karena energi mereka terkuras banyak saat olahraga tadi.
"Eh, udah mau ganti pelajaran nih. Yuk, ganti baju." Ajak Erik sang ketua kelas.
"Masih dua puluh menit lagi, Rik. Gesit amat. Santai aja kali." Rio bersuara, setelah menyeruput mie rebusnya.
"Heh, habis ini pelajaran Bu Idah, lo mau dihukum?"
Mendengar nama itu, Rio melotot, lalu buru-buru menghabiskan mienya. "Gila, gue lupa! Mending ganti baju sekarang deh daripada kena hukum."
Mereka pun beranjak dari kantin. Berjalan menuju kelas dengan diiringi obrolan-obrolan kecil. Sesampainya di sana, semua orang sibuk mengambil seragam dan pergi ke toilet atau ruang ganti. Termasuk Marsha, Kalista, dan Alma.
Ceje yang tengah bersandar di kursinya menatap heran Jinal yang mulutnya komat-kamit layaknya mbah dukun sedang membacakan mantra.
"Lo kenapa dah?"
"Seragam gue gak ada."
"Bukannya di tas?"
"Gak ada." Jinal menggeleng. Isi tasnya sudah ia keluarkan semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggu Aku.. [Complete]
Romance"Hidup kita ini bagai sebuah drama. Dunia adalah panggung pementasannya. Lalu takdir yang mengatur alur kisahnya. Dan kita, sebagai pemainnya. Keren, kan? Tanpa disadari, ternyata kita itu artis." ---------- "Saat aku mulai percaya, kenapa kamu mala...