Kelahiran Sang Glendan

52 9 3
                                    

Hai, aku Arslanoir. Narator dari kisah ini. Sekarang kalian akan membaca babak pertama dari epik panjang petualangan para leveler. Melalui chapter berjudul...

"Kelahiran Sang Glendan."

Selamat menikmati.

+++

Di suatu pasar induk saat tengah hari yang terik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di suatu pasar induk saat tengah hari yang terik. Seorang pemuda yang berprofesi sebagai kuli angkut barang tengah hilir mudik melakoni pekerjaannya. Ia mengenakan singlet berwarna oranye gelap dengan celana pendek berbahan jelek yang asal jadi saja. Keringat mengaliri nyaris seluruh tubuhnya. Membuat penampilannya tampak sangat kumuh bin jorok. Ditambah terpaan debu yang menghantam permukaan kulit. Entah debu jalanan, debu knalpot kendaraan, debu dari tanah, maupun debu dari mana saja. Tak ia pedulikan semua itu. Ia harus bergerak ekstra cepat demi memenangkan persaingan antar kuli panggul. Bobot delapan karung beras pun tak terasa berat untuk ia pikul.

GLDUK GLDUK GLDUK!!!

Tak ada angin tak ada hujan. Tiba-tiba lokasi tempat pasar induk berada dilanda gempa ringan. Nyaris ia jatuhkan beban di punggungnya. Untung segera kembali ia stabilkan posisi. Saat ingin kembali melangkah memasuki pasar. Orang-orang yang berada di dalam pasar malah berbondong-bondong keluar dan menatap ke langit. Membuat para kuli panggul yang hendak masuk pasar menarik langkah dan ikut-ikutan melihat ke angkasa.

"Kok tiba-tiba langitnya jadi gelap begitu, ya?" tanyanya sendiri. Ikut nanar menatap langit yang jadi seperti menjelang malam alias senja. Padahal ini jam satu siang juga belum ada. Masih sangat tengah hari di tengah musim panas pula.

Tak lama kemudian petir mulai menyambar-nyambar. CTAAR CTAAR CTAAR!!! Membuat suasana pasar induk yang tadinya normal. Menjadi kacau balau seketika. Orang-orang kembali berdesakan untuk masuk ke dalam pasar. Mendeteksi hujan lebat yang kiranya akan datang. Pemuda bernama Wirya itu bersama kuli panggul lain yang masih di luar tak merasakan hal yang sama.

Langit siang ini aneh. Dari cerah biru azura. Menjadi gelap pekat bak langit senja. Aliran listrik langit menyambar-nyambar dengan suara yang memekakkan telinga. Namun, tak terasa setetes pun air turun mengiringinya. Pemua itu bersama orang-orang lain yang tak cukup "beruntung" untuk khawatir hanya pada basah atau kotor. Terus melanjutkan aktifitas mereka mendulang "receh-receh" rupiah yang digunakan untuk terus bertahan hidup.

Dunia siang hari itu tak begitu bersahabat. Setelah tenang sesaat. Gempa-gempa berskala kecil kembali terjadi. Orang-orang yang sudah terlanjur masuk ke dalam pasar pun berbondong-bondong kembali keluar. Langit menjadi semakin gelap dengan kilatan-kilatan petir. Para pemilik toko kembali masuk ke dalam pasar untuk menutup kios mereka. Sepertinya alam kali ini sudah tidak main-main. Pemuda itu bersama para kuli panggul lain pun jadi tak bisa mendapat penghasilan optimal hari ini. Hanya selembar uang lima puluh ribuan yang berhasil mereka dapatkan.

"Oaalah, Wiryo, Wiryo, dino iki gor entok sitik. Pedagang karo pembeli podo kukut kabeh. Piye arep ngeke'i anakku bondo ngge sekolah iki (oaalah, Wirya, Wirya, hari ini hanya dapat sedikit. Pedagang dan pembeli pada berbenah semua. Bagaimana mau memberi anakku uang sekolah ini)," curhat seorang kuli panggul sama sepertinya dalam bahasa Jawa.

METANOIA LEVELER (Perjalanan para Leveler)Where stories live. Discover now