Extras 17 : Abimayu Malas

3.6K 637 214
                                    

Saat Kak Fifah pergi entah ke mana, latihan akhirnya dilanjutkan oleh kapten tim. Setelah mereka berseru, "ADEUHHH!!" pada Kak Ridwan, akhirnya mereka menuruti perintah sang kapten.

Aku sendiri duduk di panggung kecil yang ada di sana. Panggung yang disediakan oleh sekolah entah untuk apa, dan aku tidak penasaran sama sekali. Yang membuatku penasaran, adalah Abimayu yang duduk di belakangku. Kakinya berada di antara tubuhku, dan aku sendiri berada dalam kurungan kakinya. Masalahnya, "Lo nggak akan latihan?"

"Hm?" Abimayu malah menyahut dengan nada bertanya. "Nggak ah. Males."

"Kapten nggak akan marah?"

"Nggak akan, paling. Dia lagi seneng gitu."

Benar juga apa yang Abimayu katakan. Kak Ridwan terlihat senang saat sedang latihan. Bibirnya melengkung berkali-kali walaupun dia akhirnya serius pada latihan. "Kenapa dia seneng gitu?" Tanyaku kemudian.

"Mungkin, lo ngasih tau sesuatu yang penting buat dia," katanya dengan kaki yang bergerak maju-mundur di sekitar kakiku.

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan mulai menulis skor anak-anak voli kembali. Sebenarnya, aku tidak tahu apa yang membuat Kak Ridwan senang. Dan tidak tahu juga apa yang sudah kuberitahu padanya, padahal kami belum bercengkerama selama latihan voli. Tentunya, aku tidak penasaran juga apa yang membuatnya senang. Mungkin, ada hal baik yang terjadi padanya hari ini.

"Tadi ...."

Aku mendongak, menatap Abimayu yang tadi berbicara. Namun aku hanya dapat melihat dagu Abimayu dari pandanganku. Dia tinggi sekali, berarti. Aku kembali menulis, sedangkan Abimayu menyimpan dagunya di kepalaku. Dia suka sekali pada kepalaku atau bagaimana? Tapi, Kak Fifah juga kadang menyimpan kepalanya di kepalaku, sih. Laras juga sering memainkan rambutku.

Sepertinya, semua orang terpesona dengan kepalaku. Kepalaku wangi kah?

Omong-omong, "Tadi kenapa?" Tanyaku kemudian tentang ucapannya sebelumnya.

"Konsepsi tentang fatamorgana," katanya. "Dari mana lo dapetin itu?"

"Thanks karna lo, gue jadi dapet konsepsi tentang cinta," kataku, dan mengumpat di dalam hati saat malah menulis kata konsepsi di dalam jurnalku. "Intinya, lo membuka mata gue buat dapetin kesimpulan."

"Tapi kenapa lo pilih fatamorgana?"

"Just ... suddenly," jawabku, mencoret-coret semua catatan hari ini yang gagal karena diajak mengobrol oleh Kak Fifah dan Abimayu. "Fatamorgana itu ilusi optik. Fatamorgana juga bisa dibilang khayalan. Jadi, cinta itu khayalan."

"Cinta itu khayalan? Kenapa bisa gitu?"

Aku mengangguk, membuat kepala Abimayu berada di atasku bergeser, lalu kembali pada tempatnya. "Manusia jatuh cinta pada apapun. Benda, ide, seni dan manusia. Kalau dipikir pakai logika, benda cuma benda. Kenapa harus dijaga sedemikian rupa? Benda mana bisa sakit, bukan? Tapi, manusia mencintai benda itu walaupun benda itu nggak berguna sama sekali."

Abimayu mendengus. Dia memajukan tubuhnya, membuat punggungku menyentuh dadanya yang hangat. Apa dia tidak sadar jika seluruh tubuhnya dipenuhi keringat? "Gue kadang suka kalo lo ngoceh panjang lebar. Tapi gue kurang ngerti juga kenapa lo bisa penasaran sama sesuatu sampe sebegitunya. Maksud gue, kenapa lo harus nyari tau sampe ke kesimpulan-kesimpulannya gitu?"

Aku mengedip, menyimpan jurnalku di samping, dan memperhatikan para pemain voli yang sedang bermain. "Gue dulu mau jadi penulis."

"Dulu? Mau jadi penulis?!" Abimayu terdengar kaget. "Seriusan? Itu cita-cita lo?"

Aku mengangguk. "Dulu, itu cita-cita gue," atau masih? Aku tidak tahu karena, "gue nggak pernah bisa nulis bagian romansanya."

Karena aku tidak bisa bersosialisasi, tentu saja. Aku hanya mengetahui tentang cinta dari sekitarku dan juga buku. Aku juga jarang membaca novel walaupun cita-citaku penulis. Menjadi penulis, adalah sesuatu yang mungkin bisa kulakukan untuk mencari uang jika kondisiku masih seburuk dulu. Jadi, penulis hanya impian sekilasku saja. Impian kepepet.

Seorang Figuran Dari Kisah Cinta Abimayu [Repost]Where stories live. Discover now