5. REVANARA

63.3K 3.4K 23
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Nara Adhisti, di hadapan Tuhan aku menjadikan kau istriku untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah atau pun senang, kaya atau miskin, sehat atau sakit, untuk selalu saling mengasihi dan menyayangi sampai maut memisahkan kita," ujar Revan lantang tanpa hambatan

Nara memejamkan mata dan menitihkan air mata, betapa indah janji suci itu dan Revan telah mengucapkannya di hadapan Tuhan. Hatinya terenyuh sekaligus sakit, kenyataan bahwa penikahannya tidak sempurna membuat Nara tidak tahan.

Andai saja kalimat itu benar-benar terjadi, betapa bahagia dia. Tapi, tidak, Nara tidak boleh serakah dengan mengharapkan cinta Revan.

"Revan Megantara, di hadapan Tuhan aku menerima engkau sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah atau pun senang, kaya atau miskin, sehat atau pun sakit, untuk saling mengasihi sampai maut memisahkan kita," ujar Nara setulus hati, kata-kata itu ia ucapkan dari lubuk hati yang paling dalam

Di hadapan Tuhan ia telah mengucap janji suci dan ia bertekad akan menjadi istri yang baik untuk Revan dan mencintai cowok itu selayaknya suami seutuhnya.

Kini mereka adalah suami istri yang sah di hadapan Tuhan dan Hukum. Pernikahan itu berlangsung sesingkat mungkin, secepat mungkin dan serahasia mungkin. Tidak ada pesta atau pun tamu undangan, hanya para saksi yang terdiri dari kakek, orang tua, serta tak lupa Denis yang selalu menemani Nara hingga di titik ini.

Mereka semua bertepuk tangan, pendeta memberi isyarat kepada mempelai pria untuk mencium kening mempelai wanita. Revan memutar bola mata malas, wajahnya datar tanpa ekspresi, dengan cepat ia mencium Nara sekilas. Meski, terkesan terpaksa dan jijik, Nara tetap bahagia. Setidaknya sekarang dia bisa membesarkan anaknya tanpa rasa cemas karena tidak punya uang dan tempat tinggal.

"Selamat ya, Ra."

"Makasi kak Denis semua ini berkat Kak Denis," jawab Nara berkaca-kaca

Dengan lembut Denis mengusap air mata Nara sembari mengulas senyum, "apa pun yang terjadi lo harus kuat, pokoknya gue nggak mau keponakan gue nanti lahir kurus gara-gara Mamanya sedih terus,"

Nara tertawa mendadak suasana hatinya berubah, "Kak Denis selalu menjadi penyelamat hidup aku. Aku nggak bisa balas semua kebaikan kak Denis."

"Dengan lo bahagia gue udah seneng, Ra."

"WOII CUPU! AYO CEPET, NGGAK USAH KEBANYAKAN DRAMA!" teriak Revan dari kejauhan, laki-laki itu tengah berdiri di sisi mobilnya seraya menatap kesel ke arah Nara yang tak kunjung masuk ke dalam mobilnya.

"Ya udah Kak, aku pergi dulu ya, Kakak hati-hati di jalan," pamit Nara, susah payah berlari ke arah Revan. Kedua tangannya harus mengangkat kedua sisi gaun putih yang ia kenakan, gaun itu cantik dan panjang hingga menyentuh tanah, pakaian paling indah yang pernah Nara pakai seumur hidupnya.

⚘⚘⚘

Mobil ferrari putih itu memasuki sebuah kawasan perumahan, tepatnya di sebuah rumah besar yang tak kalah mewah dengan rumah utama Revan. Ia mengklakson  tiga kali, tak lama kemudian seorang satpam lari terbirit-birit membukakan gerbang untuknya.

"Lambat banget, kerja atau tidur?!" bentaknya

"Maaf, Tuan," laki-laki paruh baya mengenakan seragam satpam itu menundukkan kepala

"Awas aja lain kali gue pecat lo!" makinya lalu mengarahkan mobilnya memasuki garasi

Sejak di perjalanan hingga sekarang Revan sama sekali tidak berbicara dengan Nara membuat gadis itu merasa serba salah dan akhirnya hanya mengekor di belakang Revan seolah ia tidak pernah ada.

"Mulai hari ini kita tinggal di sini," saat sampai di dalam rumah Revan berbalik menatap Nara, sempat memandang gadis itu lamat-lamat, dia masih tidak percaya gadis jelek dan cupu itu adalah istrinya. "Duduk," perintahnya 

Dengan sopan Nara menuruti perintah Revan, tak lama Revan mengeluarkan sebuah kertas dari saku tuxedonya.

"Ini apa?"

"Perjanjian pernikahan. Lo nggak berpikir gue mau seterusnya nikah sama lo, kan?" ucap Revan bernada kasar

"Nggak, Kak."

"Bagus!" sahut Revan cepat, "intinya aja di perjanjian itu tertulis bahwa gue akan menceraikan lo setelah anak itu lahir. Dan selama masa pernikahan gue atau lo nggak punya kewajiban layaknya suami dan istri."

Hati Nara serasa mencelos, untuk kesekian kalinya tersayat-sayat. Seharusnya Nara sudah tau orang seperti apa Revan setelah apa yang sudah laki-laki itu lakukan kepadanya selama beberapa tahun terakhir ini.

Nara sadar diri dia bukan orang yang sepadan dengan seorang Revan Megantara, Most wanted dari keluarga terhormat, yang pasti tidak pernah menginginkan seorang istrinya sepertinya.

Apa yang bisa ia banggakan di hadapan Revan? Berwajah pas-pasan, berkaca mata tebal, miskin, dan tidak modern. Mungkin, Nara lebih cocok di sebut pembantunya daripada istrinya.

"Dan satu lagi, di rumah ini nggak ada pembantu cuma ada satpam di depan. Jadi, setiap hari lo harus bersihin rumah, masak sarapan buat gue, cuci baju gue dan nyiapin semua keperluan gue. Yang paling penting, jangan coba-coba ngebantah gue atau gue bisa lakuin yang lebih buruk dari yang lo kira."

Nara meneguk salivanya susah payah, "iya Kak."

"Kamar gue ada di lantai dua, jangan pernah naik ke sana tanpa seizin gue. Dan kamar lo di pojok sana, kamar pembantu tapi gue yakin kamar itu sepuluh kali lipat lebih bagus dari pada kamar di rumah lo," ketusnya

"Iya, Kak," hanya itu yang berhasil keluar dari mulut Nara

"Ya udah, gue mau istirahat." Baru saja Revan hendak berbalik, ia teringat sesuatu, "oya, jangan lupa kita udah sepakat untuk merahasiakan pernikahan ini. Kalau sampai lo ngebocorin, gue bakal ngebuat lo nyesel seumur hidup lo!"

Sebelum Revan beranjak pergi, Nara memberanikan dirinya untuk bersuara, "Kak ...,"

"Apa lagi?!" kesal Revan

"Makasi banyak, aku janji bakal nurutin semua omongan Kakak dan aku bakal pergi sejauh mungkin dari hidup Kakak setelah anak ini lahir."

"Hmm ..." Revan merespon seadanya lalu menaiki tangga menuju kamarnya, hal sama juga di lakukan Nara. Hari ini lumayan melelahkan dan ia ingin tidur untuk melupakan semua rasa sakitnya

"Sayang, Mama janji akan mempertemukan kamu sama Papa, walau cuma sebentar," lirihnya tersenyum pilu 

"Kamu jangan ambil hati omongan Papa ya, Mama yakin dia sayang banget sama kamu cuma sekarang Papa nggak tau aja gimana nunjukinnya. Kamu harus sehat, biar Mama nggak sendirian lagi ... Mama sayang kamu."

Kalimat itu menjadi penutup malam yang pilu sekaligus menjadi akhir cerita Nara. Besok adalah lembaran baru di mana dia adalah seorang istri dan calon Ibu dari Anaknya. Nara menutup mata, merengkuh bantal guling di sampingnya. Sembari terpejam ia meneteskan air mata, teringat dengan Ayahnya. Andai saja, Ayahnya datang rasa sakitnya pasti akan menjadi lebih mudah.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
REVANARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang