四 𝘾𝙖𝙣𝙣𝙞𝙗𝙖𝙡

1K 138 27
                                    

┏━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┓四 𝘾𝙖𝙣𝙣𝙞𝙗𝙖𝙡┗━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┛

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

┏━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┓
四 𝘾𝙖𝙣𝙣𝙞𝙗𝙖𝙡
┗━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┛

Pancaran purnama terburami awan. Berpayung bayangan lebatnya pohon menciptakan suasana mendung. Melodi petikan koto berdampingan nada seruling turut campur memerdukan musik. Senandung nyanyian, vokal artistik meriahkan ampuh menghinoptiskan pendengar tertidur lelap.

Bertopeng riasan tebal, polesan lipstick menggoda, bedak putih pucat, Hawa berhelai kain tipis menari di panggung untuk melayani tamu. Geisha—Ikon seniman yang menjual keterampilan melalui bermain pertunjukan. Permainan mereka dihargai banyak tepuk tangan pula.

Berbotol-botol arak berserakan. Sekali mengalihkan pandangan, mungkin seseorang akan tersandung, dan tergelincir secara memalukan. "Ayo, lagi!" Terjerumus mabuk tidak membuat mereka sadar perbuatan. Semburat semu mengecat wajah layaknya blush on seraya melantur cekikikan mirip idiot.

Yukata merah bergaris emas membungkus pemimpin klan berasal Kamo. Jubah satin dilengkapi emblem perak terjuntai menggagahi. Menghisap tabung tembakau yang bergantung antara sela jemari, ahli jujutsu demikian terhindari efek pening alkohol, tidak seperti tunagrahita sana yang sebebasnya meneguk sake tiada henti.

"Maafkan, Tuan. Beberapa utusan ingin menemui anda." Seseorang kebetulan memanggil.

Tidak membuang waktu, Kamo berdeham singkat pertanda mengerti. "Baik, antarkan aku."

Meninggalkan tempat, keduanya pergi sejauh sepuluh kamar terlewati. Dayang membukakan pintu seusai menuntun jalan selayaknya bawahan penurut biar menampakkan sekelompok pendatang. Perawan berkepang itu membungkuk hormat sekali sebelum Kamo berucap, "Terima kasih." sebagai apresiasi, lalu ditinggalkan bersama tamu. "Ada urusan apa kemari?" tanya-nya memberi jeda keheningan sekian detik.

Pencium terbatuk keras menghirup bau menyengat. Uap cerutu menyerbak mengipasi ruangan sedikit berkabut. Mereka melaporkan informasi penting mengenai sumber kegilaan umat, perihal [Name] [Fullname].

Lelaki berjuluk Kamo menaruh setangkai ke asbak. "[Name]... kurasa tidak ada roh bernama [Name]. Apa kau salah tanggap?" Ujung abu memadam, dan melayang terdorong sepoi semilir jendela.

Piring antik berukir tinta terpajang. Elegan disandingkan aura lembut Kamo. Sebaliknya, kekuatan terlampau mahakuasa tersembunyi di raga, menunggu kapan dikeluarkan melawan musuh. Kamo sendiri bertugas memurnikan kutukan, termasuk Ryomen Sukuna.

Bujang maskulin bertopi jerami meminta, "Basmi dia. [Name] [Fullname] sepantasnya musnah!" Pekikan yang mengandung kebencian teramat sangat.

Sepatutnya Kamo menolak. "Tidak." Sipitnya yang nampak segaris memerhatikan seksama. "Membunuh bukanlah alasan. Apakah kalian sungguh memerangi sesama?" tegas bermahkota hitam legam. Membusungkan dada bidang, ia membenarkan posisi duduk bungkuknya.

Sekantung koin terlempar mengarah depan menghasilkan ribuan receh bergemerincing riang. "Kau yakin membuang sia-sia tawaran bernilai hanya karena prinsip belaka?" Tetap berpegang kewarasan, Kamo menggeleng.

Masing-masing orang menyisipkan dompet. "Bagaimana? Kunaikkan menjadi jutaan." Tentu kini Kamo termakan siasat sialan. Keegoisan mengambil alih matrealistis menyisakan seringai puas, mengundang kegiuran uang.

"Baiklah, beritahu rupa [Name]."

Jika begini, Kamo tidak perlu memusingkan aset tujuh keturunan menanti. Kaya selalu terjamin senantiasa padanya.

Sedangkan [Name] yang dibicarakan sedari tadi asyik menata meja. Piring, mangkuk, sendok, ia tata sesabarnya. Wangi masakan mengajak kelaparan mengaung ramai. "Hatchi!" bangkisnya menutup hidung, "Apa ada yang menggunjingku?"

"Bodoh. Bagaimana bisa kau percaya bersin berarti--"

Luapan kekesalan [Name] meningkat melihat calon algojonya tidak membantu berberes. "Ih, aku tidak mempersilahkanmu mengobrol..." gerutunya pada Sukuna malah berleha-leha sembarangan. "Ah, Uraume!" Umpatannya seketika tergantikan sapaan manis terhadap kehadiran koki.

Sesinisnya Uraume terdiam mengenakan celemek. Wadah sebesar panci di genggaman akhirnya diangkat ke kompor. Sekepal daging tercincang pisau, variasi bumbu Uraume aduk, harumnya memanjakan [Name]. "Kenapa... kau tidak bekerja di restoran? Kemampuanmu hebat," ujar [Name] iri.

Masakan terbaiknya sekadar tempura gorengan udang walau terkadang gosong. Makanya ia sering mengeluh setiap Ayahnya menyuruh berlatih di dapur. Ia tidak pandai mengatur penganan.

Meratap cuek, Uraume menjawab, "Melayani Tuan Sukuna cukup." Pertama, [Name] tidak mengerti apa maksudnya. Akhirnya ia memutuskan mengangguk-angguk yang padahal ia berkutat membatin heran. Apa yang bagus dari Sukuna?

Ringisan mengalihkan fokus. "Aw!" Telunjuknya teriris bahkan di kala memotong sayuran. Takdirnya ternyata benar bukan di bidang permasakan.

Sukuna bersandar malas. "Kau mengacau."

"Aku berniat--" bela [Name] bersikeras meringankan tugas Uraume, "Aku ingin membantu..."

Menyembuhkan luka [Name], Urame sekalian berkata, "Tidak apa. Silahkan menunggu di samping Tuan."

Kembalilah ia sesuai perintah. Samar-samar ia membisikkan, "Maafkan aku..." yang Sukuna curi dengar. Namun tidak dipedulikan sama sekali. Bergumam menyesal, ia menunduk sedih. Bentuknya persis anjing yang ditelantarkan majikan. Begitulah [Name] bersikap.

"Mari santap."

Entah bagaimana sepotong makanan panggang tersaji secepat kilat. Langsung Sukuna melahap empuk nan lezat. Terasa meleleh di mulut. Kualitas bintang lima pun berbeda. "Bagus," puji Sukuna bangga.

Sumpit [Name] menjepit salah satunya tanpa izin terlebih dahulu. "Enyak! Ajuari akhu!" ocehnya tidak jelas seraya mengunyah. Kabar mengejutkan, yaitu rasanya mengalahkan [Favorite Food].

Awalnya [Name] mengacungkan jempol bangga. "Oi, bocah! Apa kau tahu apa yang kau katakan 'enak'?" Loading-[Name] terburu memuntahkan segalanya ke wastafel.

Terburu [Name] berlarian berkumur. "KENAPA KAU TIDAK MENJELASKANNYA PADAKU?!" teriaknya mencari sikat gigi.

"Mana sempat."

Menjulurkan lidah, [Name] mengejek, "Dasar kanibal."

Tasty Poison | Sukuna x ReaderWhere stories live. Discover now