Bulan dan Bintang

5 2 0
                                    

Dia, Bintang Cahyadi. Lelaki yang sudah menemaniku sejak di bangku sekolah dasar. Dulunya kami berteman, sampai saat itu tiba. Saat dimana ia mengatakan isi hatinya. Dan merubah status pertemanan kami, menjadi kekasih.

Hubunganku berjalan baik, pertengkaran kecil pun kerap terjadi. Tetapi tidak membuat hubungan kami hancur.

Saat ini, aku sedang duduk di café seberang sekolah, menunggu Bintang yang sedang latihan basket.

"Bibin lama banget," aku melepaskan headset di telingaku. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru café ini.

"Hmm banyak yang berduaan, aku doang yang sendiri." Aku mendengus. Tetapi tak lama kemudian, pintu café ini dibuka membuat lonceng yang berada di atasnya bergoyang dan menghasilkan bunyi. Tandanya ada orang yang masuk.

"Bibin!" Aku melambaikan tanganku ke atas. Senyumanku tadinya menghiasi wajahku, tetapi sekarang jadi luntur. Lihat, si ulat bulu itu masih saja menempel pada Bibinku.

Bintang berjalan menghampiriku sambil tersenyum dan menampilkan wajah... risih? Hahaha siapa yang tidak risih bila ditempeli ulat bulu?

"Hmm, lu masih aja suka nempel sama cowok orang." Aku menatapnya sambil meminum ice greentea latte kesukaanku. Bintang terlihat menahan tawanya kala si ulat bulu ini menahan emosinya.

"Bintang, lihat si Bulan. Dia kasar padaku!" Renata merengek manja pada kekasihku. INGAT! Ke-ka-sih-ku!

"Cih, gua yang pacarnya aja gak semanja itu!" Aku meledeknya.

"Dih lo tuh yang manja banget sama Bintang!"

Nyenyenyenye dasar ulat bulu!

"Ren, lu pergi jauh-jauh deh. Gua gatel-gatel deket lo. Kayaknya alergi." Bintang mengatakan itu cukup keras, dan keadaan café memang lagi penuh, jadi pelanggan lain juga pasti mendengarnya.

Muka Renata memerah. Emosinya seperti siap meledak dikala aku tertawa. Ia mengedarkan pandangannya, melihat semua pelanggan café ini menatap dirinya remeh. Bahkan ada beberapa pelanggan yang berbisik.

"Itu tuh, mukanya udah dempul, baju ngetat, rok pendek kayak mau mangkal, gatel sama cowok orang lagi! Ew banget gak sih?"

Aku terkejut mendengar bisikan—yang sepertinya tidak terdengar seperti bisikan dari arah belakangku duduk. Renata yang ada di hadapanku terlihat seperti menahan tangisnya.

Sebenarnya aku merasa kasihan, tetapi dirinya juga salah. Jadi aku tidak jadi kasihan. Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada.

"Ren, lo mending pergi deh. Daripada makin dijelekin orang-orang." Renata bangun dan sedikit mendorong meja dihadapannya dengan kasar, sampai minumanku muncrat dan mengotori seragam sekolahku.

"RENATA!" Bintang sedikit berteriak. Ia marah pada Renata. Aku menarik lengan Bintang agar ia tidak terlalu kasar pada perempuan.

"Lihat aja, Lan! Bintang bakalan jadi milik gue!" Renata berjalan menjauhi kami dan pergi keluar dari café ini.

"Coba aja kalau bisa. Bulan dan Bintang itu gak bakal terpisahkan." Aku mengambil tissue kemudian mencoba membersihkan seragamku.

"Bulan gak akan bisa bersinar sendiri tanpa ada Bintang yang membantunya. Bintang juga akan merasa sepi, kalau gak ada Bulan yang menemaninya di malam yang sunyi."

—Bulan dan Bintang, Maret 2021

Dari Aku, Untuk Kamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang