Kopi dan Kamu.

5 2 2
                                    

Sore ini, rintik hujan turun membasahi bumi.
Banyak orang yang berlari-lari mencari tempat untuk berteduh.
Aku saat ini sedang berteduh di dalam café kecil.
Ditemani dengan secangkir kopi hangat.

Ngomong-ngomong masalah kopi,
Saat ini, banyak yang suka dengan kopi.
Kalau dulu, kopi itu identik kesukaan bapak-bapak.
Kalo sekarang, anak remaja juga banyak yang suka, termasuk aku.

Kopi ini tadinya pahit,
Sampai akhirnya aku melihat seseorang berjalan masuk dari pintu masuk.
Aku sempat terpana, tapi aku dengan cepat menetralkan raut wajahku.
Aku tidak bisa berpaling dari wajahnya,
Wajahnya yang indah itu membuat aku betah menatapnya lama-lama.

Saat ini cafe sedang penuh,
Dan kamu terlihat kebingungan mencari tempat kosong yang akan kamu tempati.
Aku melambaikan tanganku,

"Hei! Jika kau mau, silahkan bergabung denganku." Tawarku sambil tersenyum.

Ia pun tersenyum,
Sambil membawa pesanannya ia berjalan ke arah mejaku.

"Kau sendiri saja?" Tanyanya basa-basi.

"Heem, kelihatannya?" Ia terkekeh.

Oh tidak, jantungku sepertinya berdetak lebih kencang kali ini.
Kami akhirnya berkenalan, tetapi aku tidak akan memberitahukan siapa namanya pada kalian.
Nanti kalian pada naksir lagi. Hehehe.

Kami mengobrol banyak topik. Mulai dari hobi, hingga status. Ah! Statusnya ia tidak memiliki pasangan.
Kau tahu bagaimana aku saat mendengarnya? Ya! Bahagia!

"Kau sedang mengerjakan apa? Sepertinya asyik sekali." Tanyanya saat aku melanjutkan mengetik di laptopku.

"Ah... bukan apa-apa, bukan tugas kuliah juga hehehe." Ia mengangguk lalu menyesap kopi panasnya lagi.

"Kopi yang kau pesan terlihat sangat pekat, apakah pahit?" Ia menggeleng.

"Rasa kopi ini memang pahit, tapi diminum dengan dirimu jadi manis."

Aku tersipu malu. Apakah dia sedang merayuku?
Aku menunduk menyembunyikan semburat merah di pipiku.

"Kau mencoba merayuku ya?" tuduhku dengan wajah seolah biasa-biasa saja. Padahal jantungku sudah tidak karuan.

"Ah, sebenarnya tidak. Tapi mengapa kau malu?"

Oke. Aku menyerah. Aku tak tahan, aku ingin menghilang dari dunia ini.

"Kau tahu? Kopiku juga tadinya terasa pahit," aku menjeda kalimatku. Aku mendongak dan menatap matanya yang sedang menatapku.

"Tapi rasa pahitnya hilang saat ada lelaki masuk ke café ini dan kebingungan mencari tempat duduk."

Ia tertawa. Huh humornya sungguh jeblok.

"Hei," panggilnya lembut, dan aku menoleh.

"Apakah nanti kita akan bertemu lagi?"

Aku hanya tersenyum. Aku tidak bisa memastikan apakah nanti akan bertemu kembali atau tidak.

—Maret, 2021.

Dari Aku, Untuk Kamu.Where stories live. Discover now