Bab 7 - Tanggerang

2.1K 136 0
                                    

"Sebuah cerita tentang keluarga bahagia yang didambakan banyak orang."

pahlawandayy

***

Alam Sutra, Tanggerang

X-Pander Ale memasuki gerbang perumahan bersamaan dengan suara adzan Zuhur yang terdengar dari sebuah masjid besar di dekat pos satpam.

Setelah menyapa satpam, mobil Ale berbelok menuju blok F, tempat orangtua mereka tinggal. Tidak jauh dari plang bertuliskan blok F di sudut jalan, mobil berhenti tepat di depan rumah bercat putih tanpa pagar, seragam dengan rumah lain. Rumah minimalis berlantai 1 dengan penataan yang begitu modern.

Setelah memastikan mobil terparkir dengan baik dan tidak menggangu, keduanya turun sambil membawa beberapa bungkus plastik berisi belanjaan yang tadi Ale dan Aleyda beli di supermarket depan.

Pintu utama rumah terlihat sudah terbuka, namun tidak ada orang di teras. Dengan kompak keduanya mengucap salam lalu masuk ke dalam rumah. Suara mama yang pertama kali menyambut kedatangan keduanya.

"Papa mana mah?" Tanya Ale mewakili divya.

"Papa-mu lagi keluar sama pak RT, bentar lagi juga pulang kok."

Setelah mengobrol singkat, divya memilih untuk membantu mamanya menyiapkan makan siang yang sudah hampir matang. Sedangkan Ale, adiknya itu memilih untuk mandi dan solat. Divya baru tau kalo ternyata adiknya itu belum mandi---astagfirullah sekali. Selesai dengan masakannya, mama meninggalkan divya untuk solat Zuhur, sedangkan divya sendiri tengah mendapatkan tamu bulanan.

"Assalamualaikum," suara bariton papanya terdengar, bertepatan dengan divya yang selesai dengan alat-alat makannya.

Langkah kaki itu terdengar mulai mendekati dapur yang dijadikan satu dengan ruang makan.

"Aley?"

"Hai papa,"

Keduanya berpelukan singkat lalu kembali berdiri berhadapan, biar bagaimanapun, divya sangat dekat dengan papanya.

"Kamu sendirian?" Tanya papa memastikan. Keduanya memilih duduk di kursi tinggi, dekat bar.

"Sama Ale tadi, lumayan irit bensin." Papa tertawa mendengarnya. "Benar. Anak itu juga katanya menginap di Bogor."

Divya mengangguk setuju, "dia nodong divya bayar belanjaan camilannya tadi," adu divya pada papanya.

"Fitnah itu, pah." Potong Ale.

Adiknya itu muncul dari balik pintu kamar. Kebetulan, kamar Ale yang paling dekat dengan dapur--lebih tepatnya di bagian belakang. Dengan kaus berlengan pendek juga celana pendek berwarna senada.

"Hello, ini dirumah, masih aja promosi produk." Cibir divya.

"Suka-suka dong, iri ya gak bisa bisnis?" Divya mendelik kesal pada Ale.

"Sorry, gaji dokter spesialis lebih pasti dari pembisnis." Jawab divya dengan sombongnya.

Melihat keduanya yang akan kembali melanjutkan perdebatan, papa mulai angkat suara. "Udah-udah, makan siang dulu, debatnya nanti lagi."

Akhirnya, siang itu dihabiskan mereka berempat untuk makan siang bersama. Kegiatan yang akan selalu mereka luangkan ketika berkumpul bersama.

Fyi---papa divya merupakan seorang pensiunan BUMN yang baru saja pensiun. Sedangkan mama merupakan seorang ibu rumah tangga yang miliki usaha berupa---menjual beragam olahan pernak pernik berbahan dasar mute-mute. Mulai dari tempat tissue, gantungan kunci, hingga keranjang buah, juga tas pesta. Keduanya orangtuanya bukanlah orang-orang berstatus sosial menengah atas tapi, background dua keluarga besar mama dan papa---kakek divya, merupakan orang-orang dengan strata sosial menengah atas.

STRANGERWhere stories live. Discover now