21. Blue Iris

2.3K 444 49
                                    

Pukul tujuh pagi, suasana Bandung di hari Minggu telah membangunkan Jasmine. Ia selalu suka berada di sini, menghabiskan waktu bersama kenangan yang ia miliki semasa kecil. Jika ia bisa memilih, ia pasti lebih memilih menghabiskan waktunya di Bandung daripada Jakarta. Bandung memang terasa sunyi, namun Jakarta lebih mahir dalam membuatnya merasa kesepian di tengah hiruk pikuknya kota.

Oma telah siap di meja makan dengan masakan-masakan lezatnya yang begitu khas.

"Pagi, Oma," sapa Jasmine.

"Pagi, sayang," sapa Oma balik. "Ayo sarapan. Oma sudah siapkan makanan favorit kamu."

Jasmine tersenyum lalu duduk di hadapan Oma. Sayur asam khas Oma telah tersaji di hadapannya, menunggu untuk di makan. Ah, Oma memang yang paling pengertian pada Jasmine sejak mamanya pergi meninggalkannya. Tak ada lagi orang lain yang lebih pengertian daripada Oma.

"Jasmine mau dijemput jam berapa?" tanya Oma di sela-sela mereka makan.

Jasmine mengangkat bahunya. "Kalau bisa, Jasmine di sini aja. Jasmine mau menemani Oma."

Oma tersenyum penuh pengertian. "Tapi kamu harus kembali ke Jakarta, sayang. Kembali sekolah, kembali berobat. Banyak orang yang sayang sama kamu yang ingin melihat kamu sembuh," jelas Oma. "Termasuk Oma salah satunya."

Jasmine menghela napas disusul dengan senyum tipis, seolah senyum itu ia gunakan untuk menyemangati dirinya sendiri. "Iya, Oma. Nanti Jasmine kasih kabar papa buat jemput."

"Kok, nggak minta ke Evan saja untuk jemput?" tanya Oma menggoda Jasmine.

"Nggak, Oma. Nanti malah ngerepotin Evan lagi," jawab Jasmine.

Oma mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum penuh arti, seolah-olah Oma ingin mengatakan, 'Kita lihat saja nanti.'

Jasmine hanya balas tersenyum melihat tanggapan Oma. Itu adalah sebuah ketidakmungkinan baginya. Evan pasti lelah setelah seharian harus menemaninya ke Bandung dan baru pulang ketika malam tiba. Evan juga butuh istirahat. Tak peduli terlihat sekuat apapun Evan di hadapan Jasmine, Evan tetaplah manusia biasa.

Jasmine mendesah pelan. Ah, Evan hanyalah manusia biasa. Ada banyak keterbatasan yang tak bisa Evan lakukan, ada banyak kelemahan yang Evan miliki, dan ini juga termasuk kelemahan Evan terhadap dirinya. Tak ada seorang pun yang akan mampu menghadapi sebuah perpisahan, tak terkecuali Evan. Jasmine tak mau pergi, tetapi dirinya tak tahu kemana takdir akan membawanya kelak. Langit masih menyimpan rapat-rapat rahasia itu.

***

Jasmine berjalan ke rumah kaca yang terletak di halaman belakang rumahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jasmine berjalan ke rumah kaca yang terletak di halaman belakang rumahnya. Rumah kaca ini cukup besar, boleh dibilang. Kaca dengan perpaduan kayu coklat sebagai kerangkanya dihiasi dengan puluhan tanaman cantik di dalamnya. Rumah kaca ini memiliki kesan tersendiri bagi Jasmine.

Jasmine senang menghabiskan waktunya di rumah kaca ini. Ada begitu banyak cerita yang disimpan oleh rumah kaca ini, termasuk cerita Jasmine dan ibunya yang begitu ia sayangi. Bahkan beberapa hari setelah kepergian ibunya, ia sempat menghabiskan waktu semalaman di sini dan keesokan harinya Jasmine terkena demam tinggi akibat kedinginan.

Melodi untuk Jasmine [END]Where stories live. Discover now