eighteen

21K 2.2K 228
                                    

"Udah tau? Kok gak kasih tau aku?"

"Memangnya kalau aku kasih tau kamu. Kamu percaya sama omonganku Sa?" Kevin membalikan pertanyaan Lisa. "Kamu bilang aku playing victim hari itu."

Lisa teringat kejadian suatu kejadian di pagi hari sebelum dia berangkat menemui kliennya untuk membicarakan penggabungan dua buah produk. Sebelum sampai ke tempat yang ditentukan, Lisa sempat dihadang orang suruhan Kevin. Orang itu memberikan bukti rekaman dan foto-foto yang tidak Lisa buka, pada saat itu dia muak. Terbawa emosi.

Lisa bangun dari paha Kevin, gadis itu menggamit jari pria itu. "Maaf ya Kak Kepin, waktu itu aku belum tau kalau Kakak suka ngirim surat tiap bulan."

"Lain kali dengerin penjelasan seseorang. Kamu gak bisa melihat cuma dari satu sisi Sa."

"Iya, maafin." Lisa menatap wajah Kevin yang tak ada ekspresi. Pria ini ada ekspresi kalau sedang Lisa anu, hari-hari lain ekspresinya minim. Selain di penthouse berdua bersamanya.

"Jangan di ulang lagi. Kamu menyuruh aku buat terbuka, kamu sendiri juga harus mau mendengarkan. Tidak cuma didengarkan."

"Iyaa...," jawab Lisa lucu.

Kevin mengangkat tubuh Lisa ke pangkuannya. "Cium aku." pria itu mengusap bibir bawah Lisa yang berwarna kemerahan.

Lisa mengelus rambut dan berakhir di pipi Kevin. Dia mengusap pelan pipi Kevin yang terasa lembut di tangannya, tadi pagi pria itu habis bercukur.

"Dimaafin kan?"

"Tergantung."

"Tergantung?" wajah Lisa semakin mendekat pada Kevin.

"Seberapa panas dan lama kamu mencium aku."

Lisa menyatukan bibir mereka. Bergerak sesuai tempo, awalnya menggunakan perasaan. Lambat laun gerakan bibir mereka berubah ganas dan semakin cepat ritme ciumannya. Kevin meraih pinggang Lisa, menarik pinggang itu mendekat padanya.

Lisa melepas ciumannya ketika kadar oksigen di paru-parunya menipis. Dia mencengkram pundak Kevin, pria itu tak terpengaruh apapun. Malah bibirnya sekarang berlabuh di perpotongan leher Lisa.

Godaan orang berpacaran seperti Kevin dan Lisa sangatlah berat. Pria itu menciumnya seolah Lisa itu udara di hidupnya dan tidak menyentuh gadis itu sehari saja, rasanya terlampaui sulit daripada mengerjakan masing-masing 50 soal fisika, kimia dan matematika.

"25% dimaafkan. Sisanya waktu di rumah."

"Segitu belum nyampe setengah. Ditebus sisanya, aku keder."

******

Lisa memajukan bibirnya beberapa centi ke depan. Kevin tidak jadi menemaninya belanja, padahal dia ingin membelikan beberapa barang-barang untuk Kevin yang dia pilih langsung.

"Titan satu!" panggil Lisa pada bodyguard yang dikirim Kevin. Pria itu ingin Lisa dijaga ketat, takut ada yang mencelakai gadisnya.

Bodyguard titan satu yang tingginya jauh di atas Lisa, mendekat ke gadis itu. "Kak Kevin beneran gak bisa ikut?"

"Tidak Nona."

Tadi satu jam sebelum berangkat ke mall, Kevin bilang dia malas pergi ke tempat yang ramai pengunjung. Jadi Kevin memilih menetap di penthouse, membiarkan Lisa dijaga bodyguardnya. Jelas-jelas Kevin sudah berjanji mau ikut menemani Lisa belanja namun ternyata lelaki itu berbohong.

"Panggil titan dua ke sini." perintah Lisa seenaknya.

Lisa memborong belanjaan dari brand cukup terkenal. Mulai dari Chanel, Dior Gucci, Fendi, Burberry, Prada, LV dan Armani. Tas, baju, sepatu, sandal, jaket, slayer dan jam tangan. Semua Lisa beli, melampiaskan kekesalannya pada Kevin dengan menghabiskan lebih dari 700 juta dari platinum card di dompetnya, kartu pemberian Kevin.

Biasanya Lisa yang suka mencuri barang-barang Ibunya, sekarang mempunyai apa-apa sendiri. Dia juga membelikan Sita, ibunya Kevin sebuah tas Chanel pengeluaran terbaru. Ibunya Kevin memang pecinta produk Chanel. Sedangkan Laras pencinta Gucci garis keras.

Kalau author pecinta barang murah.

Lisa duduk di sebuah restoran kecil yang menjual makanan ala korea. Dia butuh mengisi daya setelah menghabiskan uang calon suaminya.

Lisa memesan odeng dan sushi isi tuna, kali ini dia membayarnya pakai uang sendiri. Tidak sampai 100 ribu, Lisa mampu membayarnya.

"Jatuh miskin lo makan di sini?" suara sinis seorang wanita disusul suara langkah kaki mendekati meja Lisa yang duduk sendirian.

Paper bag dan titan-titan suruhan Kevin, Lisa suruh menjaga dari luar restoran supaya dia tidak menjadi pusat perhatian orang-orang membawa bodyguard sebegitu banyak mirip penjagaan presiden.

Wanita itu terkekeh. "Lisa yang dulu sok-sokan kaya dengan jajanin orang-orang semasa sekolah, sekarang jatuh miskin."

Lisa tidak merasa kaya ketika dia menginjak bangku SMA. Ibunya bicara padanya, berbagi itu penting dan Lisa menerapkan ajaran Laras. Sekolah elite bukan berarti isi siswa di sana orang dengan perekonomian tinggi. Ada yang bisa masuk karena beasiswa, biasanya siswa seperti itu yang benar-benar mempunya 'otak'.

Mereka kerap tidak makan karena uangnya digunakan membayar uang buku dan Lisa selalu membayar makanan kantin untuk dimakan oleh siswa kurang mampu. Tapi wanita yang berdiri di sampingnya ini salah menangkap maksud Lisa.

Gadis itu tetap fokus memakan odeng dan sushi tuna-nya.

"Bacot lo Mia."

"Udah jatuh miskin tapi tetep aja sombong."

Lisa menaruh tusuk odeng di atas mangkuk berkuah. Dia berdiri di depan Mia sambil melipat tangannya. Menatap Mia tak suka.

"Jadi orang kok cuma bisa jalan di tempat." sindir Lisa.

"Apaaan sih lo, gak jelas banget. Jadi miskin buat lo depresi?" balas Mia sombong.

"Benerkan lo orang yang cuma bisa jalan di tempat?" Lisa menghentak kakinya bergantian, memperagakan cara jalan di tempat. "NGIRI, kanan, NGIRI, kanan, NGIRI, kanan, NGIRI!"

"Ngapain ngiri sama lo?" Mia memamerkan paper bag H&M di hadapan Lisa. "Lihat dong belanjaan gue. Barang mahal."

Lisa berjalan ke kasir meninggalkan Mia. Dia membayar makanannya dan keluar dari restoran. Mia mengikuti dari belakang, dia belum puas menghina rivalnya yang merebut posisinya saat dia masih menjabat sebagai ketua cheerleader.

"Orang miskin main ke mall ini ya? Bukannya lo harusnya ke pasar?"

"Bapak lo yang ganteng itu jadi gelandangan juga sekarang?"

"Mama lo yang sombongnya kayak lo juga jatuh miskin? Anak sama emak sama aja, sok cantik, sok kaya, sok iya."

Mendengar ibunya direndahkan oleh Mia, Lisa berhenti dan memutar badannya berhadapan dengan Mia karena sudah tepat mencari tempat yang sepi. Dia tak terima Laras dikata-katai seseorang, panutan Lisa tidak boleh dihina.

"Aih, bacot banget." ucap Lisa. Dia menepuk kedua tangannya dua kali lalu bodyguard yang dia suruh membawa paper bag berisi belanjaannya tiba-tiba berkumpul di dekat Lisa dan Mia.

Paper bag dengan brand ternama memanjakan mata Mia. Paper bag H&M ditangan Mia merasa insecure.

"Ini namanya baru shoping. Bukan beli satu baju doang. Lo berburu baju diskonan 70% kan?" kalau Mia mau Lisa pamer, maka gadis itu akan lakukan sekarang. "Lihat noh titan-titan yang bawa barang belanjaan gue. Satu isi paper bag itu bisa buat beli ratusan baju diskonan di paper bag lo."

Lisa melepas satu aksesori yang terpasang di tasnya. "Nih, gantungan kunci Dior. Siapa tau lo gak punya, makanya gue kasih." Lisa memasukkan gantungan kunci itu ke dalam paper bag Mia.

Lisa menepuk-nepuk bahu Mia, "Orang sok kaya jangan meninggi ya di depan orang kaya beneran. Takutnya waktu jatuh ditimpa tai sapi."

Lisa mengibaskan rambutnya di depan Mia. Terhempas sudah harga diri Mia di permukaan dipermalukan di depan rivalnya sendiri.

******

Maaf Lis, tapi baju diatas 200 rb udah mahal buat aku 🙂

Me And Mr. Billionaire [END]Where stories live. Discover now