13. Gelenyar yang Lain

15 5 7
                                    

Semua manusia pasti punya dosa. Namun, Allah itu Maha Pengampun atas setiap makhluk-Nya mau bertaubat dan mendekatkan diri pada-Nya.










***

"Maka dari itu Bra, Om minta tolong sama kamu, ya. Tolong kamu susul Atha sama Aida. Mereka sekarang di perjalanan menuju Rumah Sakit."

Sudah hampi sepuluh menit Rey menceritakan asal-muasal kenapa Atha berdiri di tengah jalan kemarin. Abra pun mengerti bagaimana perasaan khawatir Rey saat ini.

"Iya om, ini aku baru aja keluar dari kelas. Aku langsung jalan habis ini."

Setelah itu, panggilan terputus. Abra dan Darren saat ini tengah berdiri di depan kelas. Mereka baru saja selesai mata kuliah terakhir.

"Dar, gue harus ke Rumah Sakit sekarang. Nyusul Atha sama Aida, duluan ya," pamit Abra pada Darren.

"Gue ikut Bra."

********

"Bawa buah apa roti tanya Aida pada gadis dengan rambut yang di gerai cantik itu.

"Gimana kalau bawa thai tea aja?"

Aida mengerutkan keningnya, terheran dengan jawaban tersebut. Pasalnya kini mereka hendak menjenguk orang sakit, tapi kenapa malah membawa thai tea.

"Atha, Tara kan lagi demam."

"Nggak papa lah, sekali-kali." Aida dibuat geleng-geleng dengan kelakuan sahabatnya ini. Jahil sekali, masih sama seperti dulu.

Tara memang sedang demam saat ini. Saking tingginya, dia sampai harus di rawat di Rumah Sakit. Kemarin malam, sepulangnya dia setelah di telpon Ayahnya itu, dia tiba-tiba demam.

Selepas menyelesaikan perbincangan tersebut, mereka mulai melangkah ke dalam mini market. Ah bukan mereka berdua, hanya Aida. Sebab Atha sudah duduk cantik di depan gerai penjual thai tea yang terletak di pelataran minimarket tersebut.

Di dalam sana, Aida mulai memilih buah-buahan yang sekiranya baik dan juga disuka oleh Tara. Ketika telah mendapatkannya, dia melangkah ke arah kasir. Aida menyerahkan sekeranjang buah yang telah ia pilih kemudian mengeluarkan alat pembayaran dari dompetnya.

"Maaf mbak, apa tidak ada uang pas?" tanya wanita penunggu kasir tersebut.

"Tidak ada mbak, hanya itu uang saya" jawab Aida sopan, ia selalu seperti itu. Anggun, pemalu, juga sangatlah kalem. Berbanding terbalik dengan Atha dan segala tingkah lakunya.

"Belum ada kembaliannya mbak. Kalau tidak keberatan, mbak bisa menunggu untuk beberapa saat sampai ada kembaliannya ada."

Aida menghela napas pelan, ia bingung sekarang. Pasalnya ia dan Atha harus segera ke Rumah Sakit, sebab ibu nya Tara tadi sudah mengabari jika Tara sendirian disana. Ia tak tega jika harus membiarkan Tara lebih lama lagi sendiri di ruangannya.

"Aduh gimana, ya, mbak, saya harus segera—"

"Pakai ini aja mbak.”

Seorang pemuda tiba-tiba datang dan menyodorkan sebuah kartu pembayaran pada kasir. Ia memalingkan wajahnya guna melihat wajah pemuda tersebut, dan betapa terkejutnya dia. Untuk sesaat ia terpaku, entah kenapa di mata Aida pemuda itu nampak begitu menawan. Benar ternyata apa yang dikatakan orang-orang, pria yang memakai kaos hitam semakin bertambah pesonanya.

"Hai!" ucap pemuda itu sembari mengayunkan telapak tangan di depan wajah Aida.

Dan ketika itu pula ia sadar bahwa ia telah hanyut beberapa saat dalam pesona pemuda tersebut. Segera ia mengucap Astagfirullah berulang kali dalam hati, kemudian beranjak mundur satu langkah.

The Best ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang