Bab 11. Masih Posesif

5.5K 855 118
                                    

Rain bersandar di depan kap mobilnya menunggu Cila. Dia benar-benar harus meluruskan semuanya pada Cila, sebab semalaman tidak bisa tidur gara-gara wanita itu mengabaikannya. Jangankan bisa bertemu, dia datang ke rumahnya saja Cila menolak keluar dari kamar. Ditelepon tidak pernah diangkat.

Sebuah mobil memasuki area parkiran, yang Rain kenal sebagai mobilnya Vian. Dia berlagak tidak melihat saat pria itu turun, namun menjadi sangat marah ketika melihat Cila juga turun dari mobil yang sama.

"Brengsek," desisnya.

Rain langsung mendatangi Cila dan mencekal tangannya. "Ngapain kamu sama dia? Jadi ini alasannya nggak mau berhubungan sama aku lagi?" tudingnya. Tak peduli Vian merupakan senior di kampus, sebab sejak awal dia sudah tidak menyukai pria itu.

"Apaan sih?!" Cila menarik tangannya. "Kamu nggak punya hak ya ngelarang aku jalan sama siapa pun," tegasnya.

Rain menatap Cila tajam. Dicekalnya kembali tangan wanita itu, kali ini lebih kuat. "Aku nggak suka, Cil!" bentaknya.

"Eh, apa urusannya sama lo?" Vian mendorong dada Rain. Tadinya dia tidak ingin ikut campur, tapi sikap Rain sudah berlebihan. "Lepasin tangan Cila," suruhnya.

Rain tersenyum sinis. "Mau berantem sama gue?" tanyanya serius. Dilepasnya Cila, dan bersiap untuk berkelahi.

"Rain, apaan sih?!" Cila langsung berdiri di hadapan Vian.

"Minggir Cil," desis Rain semakin marah.

"Cila, kamu menjauh aja. Bahaya kalau kena kamu," suruh Vian dengan lembut, sambil menggeser ttubuh Cila ke samping.

Emosi Rain memuncak kala mendengar Vian memanggil nama Cila, bukan Cyrilla lagi. "Bacot!" Dia melayangkan tinju dan sudah sangat dekat dengan wajah Vian, tapi tiba-tiba Cila menghadang di tengah. Tinjunya pun berhenti tepat di depan wajah Cila.

"Kenapa nggak jadi? Pukul, Rain. Ayo pukul aku," tantang Cila.

Rain menarik tangannya, namun masih terkepal kuat di sisi tubuh. "Aku nggak akan Lepasin kamu, untuk alasan apapun," ucapnya tak main-main.

Cila hanya bisa diam. Hatinya terasa sakit. Rasanya ingin menangis, tapi dia tahan sebisa mungkin. Sampai akhirnya Rain pergi dengan segala emosinya, membuat hati Cila semakin nyeri.

"Udah Cil, nggak usah kamu dengerin. Cowok kayak gitu ngapain dipikirin, udah putus masih aja posesif." Vian mendengkus.

Cila tidak menanggapi.

"Yuk masuk," ajak Vian dengan wajah berseri. Hari ini dia seperti mendapat lotre, tiba-tiba saja Cila mau dijemput, padahal cuma iseng nelepon sudah bisa menebak akan ditolak seperti biasa. Eh, ternyata emang rezeki tidak kemana."

Cila berjalan di samping Vian, namun pikirannya tidak di sana. Sehingga apa yang diobrolkan oleh pria itu, dia tidak mendengarnya.

"Aku tuh pengen ganti mobil yang lebih lega, biar bisa jalan rame-rame pake satu mobil aja. Kira-kira yang bagus apa ya, Cil? Kamu ngerti mobil nggak?" Vian masih terus bicara.

Tidak ada sahutan.

"Cila, kok diem?"

"Hah? Gimana, Kak?"

"Menurut kamu gimana?" tanya Vian lagi.

"Gimana ... apanya, ya?" Cila meringis.

"Lah, dari tadi kamu nggak dengerin aku ngomong?"

"Maaf, Kak."

"Ya udah nggak apa-apa. Kamu lagi banyak masalah kayaknya. Makanya jadi melamun terus."

Mantan Rasa Pacar (TAMAT)Where stories live. Discover now