Bab 2. Don't Challenge Me

6.5K 884 76
                                    

"Dor!!"

"Eh copot eh copot copot."

"Apanya yang copot-copot?" Rain lalu tertawa setelah menyambung lagu latah Bik Dewi, pembantu di rumah Cila.

"Ih, Mas Rain suka ngagetin deh kalau dateng. Gimana kalau jantung bibik beneran copot?" protes Bik Dewi sambil memukul pelan pundak Rain.

"Tenang Bik, nanti saya pasang lagi."

"Dikira lego kali bisa bongkar pasang."

Tawa Rain pun meledak. Dia duduk di kursi tinggi sambil mencomot kue yang baru saja keluar dari pangganan. "Cila di kamarnya, Bik?" tanyanya.

"Iya Mas, kayak biasa nyanyi-nyanyi."

"Suara pas-pasan pakek acara nyanyi segala ya, Bik."

"Husss, nanti didenger Mbak Cila. Repot urusannya kalau ngambek."

Rain mencebik. "Kuenya enak Bik, pasti sengaja bikinin buat saya ya? Tau aja kalau saya mau ke sini," kekehnya.

"Kalau kata Mbak Cila iyain aja biar cepet."

Tawa Rain kembali terdengar. Di rumah ini Rain sudah dianggap seperti anak sendiri oleh orang tua Cila. Dia sudah tidak malu-malu saat menghabiskan makanan di dapur. Terkadang malah numpang tidur siang, padahal Cila lagi tidak di rumah.

"Saya ke Cila dulu ya, Bik." Dicomotnya kembali kue keju itu, sambil melangkah pergi ke kamar mantan pacar.

Saat tiba di depan pintu kamar Cila, terdengar suara cempreng wanita itu sedang menyanyikan lagu milik Payung Teduh. Dia tersenyum geli, pasti Cila menyumpal telinganya dengan earphone sehingga tidak menyadari kalau tikus-tikus bisa saja mati mendengar suaranya.

Percuma mengetuk pintu, tidak akan didengar. Rain membuka pintu itu dan langsung masuk ke dalam. Benar, kan, Cila tengah berbaring mengangkat satu kaki ke kaki lainnya, goyang-goyang sambil bernyanyi dengan kerasnya. Mata wanita itu terpejam, telinganya tersumpal earphone.

Mengabaikan tingkah Cila, Rain duduk di sofa menyalakan televisi. Tidak ada tayangan menarik, dia pun duduk di meja belajar Cila dan mengotak-atik laptop. Sudah lama tidak melihat folder di dalam situ, membuatnya penasaran apakah Cila sudah menghapus foto mereka atau belum.

Rain tersenyum melihat folder itu masih aman seperti dulu. Sepertinya tidak ada satupun yang terhapus. Cila menyimpan kenangan masa SMA mereka sangat rapi. "Cepet banget sih gedenya," gumamnya mengusap wajah imut yang sedang tertawa itu.

Bosan, Rain mendekati Cila. Dia naik ke atas ranjang. Gerakannya membuat wanita itu membuka mata, kemudian terkaget-kaget.

"Kebiasaan deh masuk nggak permisi dulu!" Cila mencubit perut Rain. Dia melepas earphone dan duduk.

Rain tak sengaja menoleh pada bagian terlarang yang sialnya tidak memakai dalaman itu. Mana model tengtop Cila sangat ketat. Dia pun meraih bantal dan melemparnya ke dada wanita itu. "Kalau aku khilaf gimana?" protesnya.

"Salah sendiri masuk tanpa permisi." Cila menutupi dadanya dengan bantal itu. Dia memang punya kebiasaan tidak memakai bra saat di rumah, mengikuti anjuran kesehatan.

"Pakek sana." Rain mendorong pundak Cila.

Cila mengulum senyum. Dia ingin menggoda Rain, sengaja menjauhkan bantal dari dadanya. "Kalau aku tetep gini aja gimana?" tantangnya.

"You started it." Rain menjatuhkan Cila dan mengunci tubuh wanita itu di bawahnya.

Keduanya bertatapan lekat. Sama-sama gugup. Jantung Cila berdetak cepat, begitu pun dengan Rain. Cila terpejam saat Rain mengecup bibirnya.

"Don't challenge me, Cil. Aku masih normal." Rain melepaskan Cila setelah itu. Dia menghela nafas keras-keras sebagai tanda pertahanan yang nyaris runtuh.

Cila menggigit bibir bawahnya. Tanpa menunda-nunda lagi, diraihnya bra yang tergeletak di lantai lalu masuk ke kamar mandi. Entah benar atau tidak, dia merasa Rain menatapnya tadi.

***

"Tumben kamu nggak nongkrong sama Bowo Aben?" Cila tidak menatap lawan bicaranya, fokus pada penampilan BTS di layar kaca. Mulutnya pun sibuk mengunyah.

Rain yang sedang diajak bicara, sedang asyik bermain game dari ponsel. Dia berbaring di pangkuan Cila, membuka mulut meminta keripik kentang tipis itu dari pemiliknya. "Bosen. Lagian nggak ada balap, bingung mau ngapain. Kan, mending ke sini ngapelin kamu. Kasian nanti lumutan anak orang."

"Makanya cari pacar, jangan gaul sama Aben terus."

"Kamu sendiri?"

"Nunggu V melamar."

"Mimpi boleh, tapi jangan ke Korea juga. Ke GI aja nyasar, sok jauh-jauh segala."

Cila tergelak. "Syirik tanpa tak mampu," cibirnya. Satu toples keripik ludes dimakan oleh mereka berdua, Cila mulai mencari kunyahan lain. "Bik Dewi tadi di bawah bikin apa?" tanyanya sembari mengangkat kepala Rain agar bisa berdiri.

"Kue bulan. Ambil yang banyak ya!" Rain mengambil bantal menggantikan paha empuk Cila.

"Kalau aja makan di sini bayar, hutang kamu pasti udah bisa buat beli motor." Cila lebih dulu bercermin, merapikan rambutnya. Ini semacam kebiasaan, jadi jangan heran bila akan ke Toilet pun dia ngaca dulu.

"Kalau aja aku ini tukang ojek, bensin antar jemput kamu setiap hari pasti bisa buat beli motor baru," balas Rain.

Cila terbahak-bahak. Dia mendekati Rain dan membungkuk. Satu kecupan mendarat di kening pria itu, "dianggap lunas." Sebelum Rain minta lebih, dia sudah lebih dulu kabur.

Ponsel Cila berbunyi, Rain mengambil benda pipih itu dan membukanya. Ada chat masuk dari Vian, Kakak senior di kampus mereka. Tanpa memberitahu Cila lebih dulu, dihapusnya pesan basa-basi yang hanya bertanya "lagi apa, Cyr?" itu.

Cila masuk tak lama kemudian, memeluk toples berisi kue bulan dan kerupuk udang. Dia duduk di tempat semula setelah menaruh bawaannya ke atas meja.

"Kamu sering teleponan sama Vian, ya?" tanya Rain dengan serius.

"Nggak sering. Pernah beberapa kali." Mata Cila kembali fokus ke layar TV, sambil mengunyah kue bulan.

"Kapan? Ngomongin apa?" Rain mulai mengotak-atik ponsel Cila. Dibukanya panggilan terkini, namanya yang paling banyak di sana. Benar ternyata, Vian beberapa kali menelepon dan durasinya cukup lama.

"Oi." Rain menyenggol pundak Cila dengan pundaknya.

"Apaan sih, aku lagi nonton."

"Ngobrolin apa di telepon sama Vian?" desak Rain. Di hadapkannya layar ke wajah Cila.

"Nggak inget. Nggak penting juga."

"Kok lama?"

"Ya nggak inget. Kayaknya cuma bahas soal kuliah deh." Mata Cila sama sekali tidak berpaling dari V kesayangannya.

"Kalau nggak penting nggak usah diangkat." Ditaruhnya ponsel itu ke meja dan berbaring lagi di pangkuan Cila. "Kamu tau, kan, cowok tuh pintar modus, jangan sampe terjebak sama buaya."

"Aku tau. Buayanya ini lagi gulingan."

Rain terkekeh. Dicubitnya hidung bangir Cila, lalu beralih mengelus pipi putih mulus bak squishi itu. "Sini dong," mintanya.

Cila membungkuk mendekatkan wajah pada Rain. Pipinya dicium oleh pria itu. Dia menegakkan tubuh dan menonton lagi. "Kenapa tiba-tiba nanya soal Vian?"

***

Cieeeee ada yang baper baca ini, uhuk!

Sabar ya para jomblo budiman, wkwk.

Happy New year by the way buat kalian semua 😘

With much love,
Momi.

02 Januari 2021

Mantan Rasa Pacar (TAMAT)Where stories live. Discover now