Elegi

103 21 4
                                    

Lucas berdiri dengan piano besar di hadapan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lucas berdiri dengan piano besar di hadapan.

Banyak pasang mata tertuju padanya. Ia berdeham kecil. Tak lama kemudian salah seorang kru memberikan microphone dan sebuah guci mungil dengan lilin di atasnya. Lampu aula tempatnya menggelar konser instrumental tunggal dipadamkan pada detik kelima. Guci mungil ditaruh di atas kap piano, lalu lilinnya dinyalakan.

Lucas memegang microphone, mengarahkannya pada bibir. "Tak ada kata yang pantas saya ucapkan selain terima kasih. Konser instrumental ini saya persembahkan untuk seseorang yang paling istimewa dalam hidup saya—yang barangkali ada di antara barisan para penonton."

Riuh-rendah suara tepuk tangan terdengar. Lucas mempersiapkan jari-jemari di atas tuts piano. Tak lama kemudian, jari-jemari itu menari dengan lancar di atasnya, menari dan menghasilkan nada yang indah didengar telinga. Seluruh pasang mata terpaku, hanyut dalam instrumental yang dibawakan olehnya.

Lilin menyala dengan pijar yang kecil, namun teguh dan tak padam dibelai angin. Lucas memejamkan mata, membayangkan seseorang.

Huang Hendery.

Ia teringat saat lelaki berparas cantik itu tak lelah memaksanya untuk lanjut sekolah di negara orang. Lucas enggan pergi karena tak mau meninggalkan Hendery. Tapi dengan egois lelaki itu mengancam akan memutuskan hubungan. Lucas tak punya pilihan selain melanjutkan sekolah di luar negeri, mendalami bakatnya dalam seni musik.

Empat tahun berlalu dan ia pulang dengan disambut oleh senyuman manis di bibir Hendery. Tak ada momen paling membahagiakan selain hari itu. Rindu yang menggebu terbayar sudah. Hendery merengkuhnya dan bersyukur ia pulang membawa kebanggaan dalam diri. Berkat keegoisan Hendery, Lucas mampu menelurkan bakatnya dan menjadi pianis muda yang gemilang di negara orang.

Lucas bahagia memiliki kekasih seperti Hendery, yang mendorongnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi setiap harinya. Hendery adalah kekasih paling ideal. Lelaki berkulit sepucat purnama itu selalu ada untuknya, memberi nasihat di kala ia salah langkah, mendukungnya dari belakang untuk masa depan yang cerah.

Cinta yang Hendery beri terlampau banyak dan berlimpah. Tapi Lucas terlalu rakus. Ia meneguk cinta itu hingga tak bersisa, namun Hendery selalu kembali memenuhinya. Dia lelaki yang tak banyak bicara, yang pemaaf, yang mengerti Lucas dalam hal apapun. Sekali dua kali Lucas pernah menyakiti, dan Hendery selalu merentangkan tangan saat ia datang membawa seikat mawar sebagai permohonan maaf.

Tak ada kekasih di dunia ini yang paling dicintai Lucas selain Hendery.

Melodi mengalun indah, memenuhi ruangan dalam suka-duka nada yang tercipta. Elegi selesai diperdengarkan. Penonton bertepuk-tangan. Seorang perempuan cantik naik ke panggung, membawa microphone dan berdiri tak jauh dari posisi sang pianis. Perempuan itu menggenggam secarik kertas berisi kata-kata.

Lucas kembali bicara. "Ini adalah instrumental yang saya persembahkan untuk Huang Hendery. Di mana pun kau berada, semoga kau berkenan mendengarnya."

Kembali, ruangan diliputi nada-nada yang mengalun indah. Namun kali ini ada yang berbeda, ada seorang perempuan yang berdiri sambil membacakan puisi.

.

.

Untukmu terkasih,

kupersembahkan dunia dalam kotak merah jambu

agar kau tak lagi menelan pilu

biar, biar aku saja yang meneguk habis luka di hatimu itu

.

Tapi, aku tak punya daya

kokohnya dinding takdir tak mampu kuterjang

tandas sudah air mata dikoyak rerupamu ... yang menjelma dalam kesendirian

dalam kesepian yang mendarah daging

senja bersamamu membakar sukmaku, menjadi hangus dan habis

tapi kita tak punya akhir

walau tak mampu aku menentang takdir

.

Senandung ini untukmu,

untuk sebuah nama yang terhapus di bibir pantai itu...

.

.

Seluruh penonton terhipnotis. Tak sedikit dari mereka yang menitikkan air mata. Elegi. Betapa indah melodi yang dibawakan Lucas beserta puisi yang mengiringinya. Suara tepuk tangan lebih meriah dari sebelumnya. Lampu aula kemudian menyala.

Ada segaris senyum yang terlukis di bibir Lucas. Ia melihat kedua orangtuanya di barisan depan tempat duduk, dan kakaknya.

...dan sebuah kursi kosong.

Lucas memejamkan mata.

.

.

"Apakah sekarang kau melihatku dengan penuh rasa bangga, Hendery?"

.

.

tanya Lucas, pada sebuah guci mungil berisi abu yang berhiaskan lilin di atasnya.

Selesai.

NiskalaWhere stories live. Discover now