02. Mari bersorak!

1.4K 184 17
                                    

"Huuuhhh...."

Aku membuang nafasku perlahan. Mencoba mengatur nafasku yang sudah tak beraturan. Aku gugup setengah mati. Telapak tanganku sudah basah karena sedari tadi aku tak berhenti meremasnya.

Hari ini, aku akan menjadi istri dari seorang Saveri Abel Favian. Cowok yang sudah lama menjadi gebetanku sejak SMA. Aku sangat gugup tapi juga sangat senang.

"Jangan tegang gitu, Lin! Ayo rileks. Tarik nafas," ucap Lisa padaku. Aku pun menurutinya. "--Buang. Ulangi lagi."

Aku mengulangi titah Lisa. Menarik lalu membuang nafasku. "Gue gugup banget, Lis. Gue bakalan kawin Lisa!"

"Nikah, Lin! Nikah." Lisa mengoreksiku.

Aku bergerak gelisah, berjalan bolak balik. Mencoba meredakan degup jantungku yang berdetak cepat sekali.

"Nih, makan coklat dulu. Penganten gak boleh tegang. Nanti make-up nya luntur." Lisa menyodorkan coklat yang dipoteknya barusan padaku. Aku pun segera memakannya.

"Habis itu minum air putih." Kali ini Lisa menyodorkan segelas air putih padaku. Gadis itu mendadak jadi asistenku saat ini. Dia memang bisa diandalkan disaat seperti ini. Aku menerima segelas air putih pemberian Lisa lalu meneguknya setelah menghabiskan coklat tadi.

Aku menyodorkan gelas yang sudah kosong pada Lisa. Gadis itu menerima tanpa berkata apapun. Kemudian, dia mendudukkan diri di salah satu kursi dekat meja rias yang ada di ruangan gedung ini.

"Duduk, Lin. Jangan mondar mandir, entar keburu pegel tuh kaki. Lo gak mikir apa, nanti lo bakal berdiri di pelaminan berjam-jam?"

Aku berhenti mondar-mandir begitu Lisa berkata seperti itu padaku. Aku pun duduk di kursi meja rias. Memandang diriku di cermin meja rias. "Gue udah rapi kan, Lis?"

Lisa mengangguk mantap. "Udah. Lo udah cantik banget. Jadi, jangan tegang." Setelah berkata demikian, gadis itu memainkan ponselnya.

Aku kembali memandang diriku di kaca. Rambut panjangku digelung rendah dengan beberapa bulatan mutiara di sekitarnya. Lalu aku memandang wajahku yang sudah dipoles make-up. Cantik. Pandanganku menurun ke dadaku yang sudah terbalut gaun pernikahan berwarna putih. Gaun pilihan ketiga yang dipilih oleh Mami dan Bunda.

Aku menoleh ke arah pintu ruangan ini saat ada yang mengetuk. Seorang perempuan yang merupakan sepupuku masuk ke ruangan ini. "Mbak, ayo keluar. Udah mau ijab kabul."

Aku makin tegang. "Lis, ini gimana, Lis? Gue deg-degan banget."

Lisa yang tadinya memainkan ponsel, kini beralih fokus padaku. "Tenang, tarik napas dan hembuskan. Gue bakal nuntun lo sama Giselle. Ayo."

Aku bangkit berdiri setelah sebelumnya mangatur nafas. Aku memegang erat tangan Lisa dan Giselle--sepupuku. Setelah merapikan gaunku yang panjang, kami berjalan keluar ruangan. Begitu kami keluar, kami menjadi pusat pandangan. Tepatnya aku. Membuatku menundukkan pandangan.

"Jangan lepasin gue, Lis," bisikku pada Lisa.

"Iye-iye." Lisa menuntunku ke meja yang dimana sudah ada penghulu, Ayah, dan juga Abel yang sedang memandangku. Astaga! Abel ganteng sekali pakai jas hitam berdasi kupu-kupu. Rambutnya ditata rapi. Aku jad pingin peluk dia.

𝑺𝒐𝒍𝒅 𝑶𝒖𝒕 | Jaerose Where stories live. Discover now