22. LoE

80 49 9
                                    


Hai... Selamat membaca

Tyaga

Tyaga menyenandungkan lagu kesukaannya sambil menyetir. Segala rasa penasaran nya mengenai perasaan Btari telah menguap. Tatapan wajahnya, seringai Btari yang siap mengamuk, dan wajah kecewa nya saat Tyaga pamit kembali ke kantor.

"Apa kau harus pergi?" penggalan ucapan Btari membuat Tyaga tersenyum tanpa alasan. Ternyata mampu membuat Btari cemburu membuat Tyaga bangga.

Kini Tyaga hanya perlu bersabar juga berdiam dan membiarkan Btari yang akan mencarinya. 

Padatnya jalanan Ibukota yang di dominasi macet beberapa titik lampu merah tak membuat Tyaga merasa jengah. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih, Tyaga sampai di kantor. Setelah berhenti di depan kantor dan menyerahkan kunci pada pak satpam untuk memarkirkannya, Tyaga melenggang berjalan sambil sedikit menunduk dan tersenyum ketika bawahannya menyapanya.

Namun, betapa terkejutnya Tyaga ketika telah sampai di depan ruang kerjanya dan hendak meraih handle pintu, Stefani telah lebih dulu keluar dari ruangannya dengan seringai licik di wajahnya.

Stefani adalah saudara tiri Tyaga sekaligus saingannya di perusahaan
Furniture milik ayahnya. Wanita berambut panjang ber make up tebal itu sudah dari kecil menjadi saksi kekejaman ibu nya terhadap Tyaga. Stefani yang umurnya satu tahun lebih muda dari Tyaga, tetap bungkam ketika melihat Tyaga kecil di pukul dan di kurung dalam kamar tanpa di beri makanan.

Ayah Tyaga terlalu sibuk dan sering keluar kota dan terlalu percaya dengan drama playing victim yang di mainkan Ibu tirinya. Selalu yang terlihat di depan ayahnya, Tyaga adalah sosok anak yang nakal dan susah di atur dan tidak menghormati Ibu tirinya. Terlebih lagi, ketika menjelang pengumuman ujian SMA Tyaga mengaku menghamili pacarnya. Tyaga mendapatkan pukulan keras oleh Ayahnya dan di maki di ruang keluarga. Dibalik wajah iba yang di tampilkan Stefani dan ibu tirinya, Tyaga dapat melihat sebenarnya mereka menertawakannya.

Atas dukungan dari Calysta dan bantuannya merawat Ara ketika Anyelir meninggalkannya. Tyaga berhasil bangkit, melanjutkan kuliah dan membuktikan bahwa dia layak menjadi penerus ayahnya di perusahaan.

Kini Tyaga berdiri sebagai Ceo di hadapan Stefani, saudara tiri yang menjabat sebagai manager pemasaran.

Tyaga mengeratkan kepalan, "Sedang apa kamu di sini? Di saat saya tidak ada di ruangan?"

Stefani sedikit menunduk pura-pura bersikap seolah bawahan yang baik. Tapi, Tyaga tidak akan terkecoh karena Stefani juga tak sungguh-sungguh berusaha sopan, tatapannya tetap terkesan ada maksud terselubung. "Maaf pak ... Ada seseorang yang ingin menemui Bapak, tapi saya rasa Bapak terlalu sibuk kelayapan."

Tyaga berusaha tenang dan percaya diri. Bagaimanapun posisinya baik di perusahaan ataupun dia keluarga, dia tetap yang lebih tinggi di banding Stefani. Mengabaikan segala fakta bahwa Stefani memang memata-matai gerak-geriknya. Dan menghancurkannya ketika ada kesempatan.

"Tetap saja tidak sopan. Menyentuh segala sesuatu yang bukan milik anda. Tapi mungkin kamu lupa, karena sudah terbiasa melakukannya. Menyentuh, memimpikan bahkan menghalalkan segala cara untuk memiliki yang bukan hak kamu." ucap Tyaga dengan nada penekanan di kalimat terakhirnya.

"Olivia .....!" teriak Tyaga memanggil sekretarisnya.

Olivia dengan setumpuk dokumen yang sedang di copy nya berlari tergesa-gesa dan segera berdiri di depan Tyaga.

"Kenapa kamu membiarkan orang lain masuk tanpa se ijin saya?" Teriak Tyaga.

"Maaf Pak, tadi saya melarang tapi kata Bu Stefani orang yang menemui Bapak tidak perlu ada perjanjian." Sahut Olivia lalu tertunduk.

Tyaga mengernyit, berpikir siapa yang kemungkinan Stefani bawa dengan lancang ke ruangannya.

"Lain kali jangan perbolehkan siapapun menunggu di dalam ketika saya tidak ada." Ucap Tyaga lalu memberi kode agar sekretarisnya meninggalkannya.

"Mengingat seberapa pentingnya tamu kamu yang berada di dalam, seharusnya kamu tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu." ucap Stefani ketika Tyaga berjalan melewatinya dan memegang handle pintu.

"Orang yang penting bagiku hanya anak dan orang tua kandung dan pastinya tidak ada urusannya denganmu." Ucap Tyaga siap membuka pintu tapi lagi-lagi ucapan Stefani menghentikannya.

"Anye? Bagaimana dengan Anyelir?" Ucap Stefani berjinjit di telinga Tyaga. "13 tahun. Kamu belum move on kan dari dia?" Stefani tersenyum puas dan meninggalkan Tyaga.

Tyaga menghela nafas ketika mendengar nama yang di sebut oleh saudari tirinya.

Tyaga memang harus menemui mantan istrinya. Sudah lama sejak wanita itu menikah lagi, lalu pindah ke Singapura  dan tidak pernah menemui Ara, buah cinta mereka dulu.

Ah tidak. Anyelir memang tidak pernah berniat mengurus Ara sejak meninggalkan Ara di usia 3 bulan. Sebagai anak orang kaya, Anyelir di dukung keluarga untuk melanjutkan kuliahnya dan mendalami dunia modelling. Bahkan wacana untuk menggugurkan kandungan pernah terpikirkan olehnya tapi karena desakan Tyaga, Anyelir menjaga kandungan dan melahirkan Ara.

Ketika Tyaga memasuki ruangan, matanya langsung menangkap sosok Anyelir yang sedang duduk, bukan di kursi tamu melainkan di kursi nya.

"Hai Tyaga... Lama sekali aku menunggumu." Ucap Anyelir sambil berjalan menghampiri Tyaga yang termangu. Tyaga pasrah ketika Anyelir menyalami dan mencium kedua pipinya.

Tyaga berjalan dan mempersilahkan Anye untuk duduk di sofa biasa dia menerima tamu.

"Spechless tapi aku senang akhirnya kamu bisa pulang indonesia, Ara pasti senang bertemu denganmu."

"Entahlah... Aku bukan Ibu yang baik. Aku tidak yakin dia akan senang bertemu denganku.

"Dia pasti senang bertemu dengan Ibunya." Sahut Tyaga. Meski Anye jarang sekali menemui Ara dan langsung meninggalkannya ketika Ara  baru berumur tiga bulan, Tyaga tidak pernah menjelekkan Anye pada Ara. Tyaga selalu bilang pada Ara bahwa Ibunya sibuk dalam dunia modelingnya. "Tapi, kamu memang seharusnya lebih sering menghubunginya. Dia merindukan sosok seorang Ibu."

"Mmm bagaimana denganmu?" tanya Anye membuat Tyaga menyatukan alis.

"Aku? Kenapa?" Tanya Tyaga.

"Kamu juga merindukanku bukan?"

Tyaga terkekeh, sedangkan Anyelir tampak menatapnya serius. "Beraninya kamu ngomong begitu karena enggak bawa suami."

"Aku sudah bercerai. Makanya aku kembali ke sini." sahut Anyelir.

"Lagi?" Tanya Tyaga retoris, "bagi kamu cinta memang semudah memilih cap cip cup di kancing baju."

Anye tersenyum masam mendengarkan sindiran Tyaga, mengingat di usianya yang seumuran dengan Tyaga sudah 3 kali bercerai. Sedangkan Tyaga masih bertahan dengan status dudanya.

"Lalu bagi kamu cinta itu apa? Aku dulu cemburu dengan Calysta. Tapi tenyata setelah kita bercerai 13 tahun berlalu kamu tidak menikahinya." Tatap mata Anye mencoba menguncinya tapi Tyaga terkekeh mendengar kalimat nya.

"Sampai 100 tahun pun mungkin aku tidak akan menikahi Calysta. Hubungan dekat tidak selalu karena perasaan cinta. Aku menyayanginya sebagai sahabat. Sudahlah... Jangan jadikan kecemburuan pada Calysta sebagai Alasan perceraian. Calysta tidak salah apa-apa. Kamu memang mendambakan kebebasan bukan?" Sangkal Tyaga tidak mau di pojok kan dan di salahkan pada masalah silam.

"Jika seburuk itu penilaian kamu terhadapku. Kenapa kamu masih belum menemukan pengganti ku? Kamu masih mengharapkan aku kembali kan?" Anyelir tiba-tiba duduk sangat dekat membuat jarak pandang mereka hanya hitungan centi.

Tyaga bergeming menatap manik mata yang dulu pernah sangat dia cintai. Anyelir adalah idaman semua murid laki-laki di sekolahnya. Dan dia beruntung bisa mendapatkannya. Tapi, apakah kesendiriannya selama ini adalah menunggu wanita ini untuk kembali ke pelukannya?

Bersambung.....








Love or Escape | LoE |  [End] ✔️Where stories live. Discover now