Bagian 16

54 8 3
                                    

Skenario Allah.

~Fahima Khairunnisa~

--oOo--

Fahima terbangun sekitar pukul empat pagi. Jika dihitung, waktunya tidur hanya dua jam. Karena akibat menangis semalam, ia baru bisa tertidur sekitar pukul dua dini hari. Kepalanya masih terasa sedikit agak pusing. Akan tetapi tidak ada alasan baginya untuk tidak masuk kantor hari ini. Mungkin setelah mandi, rasa pusing itu akan hilang.

Selesai mandi, keadaannya sudah sedikit membaik. Sembari menunggu waktu shalat subuh, Fahima membaca Al-qur’annya. Karena dengan membaca ayat suci tersebut, ia yakin hatinya akan tenang setelah ini.

Setelah menyelesaikan segala rutinitas subuhnya, Fahima sudah bersiap-siap dengan setelan kantornya. Ia cukup merias wajahnya dengan bedak dan lip balm yang sangat tipis sekali. Melihat matanya masih agak sedikit bengkak, Fahima tidak terlalu memusingkannya.

Sebelum ke kantor, Fahima berpamitan dengan Nadya dan juga Faris terlebih dahulu. Hari ini ia memilih berangkat sendiri ke kantor. Nadya memintanya untuk sarapan terlebih dahulu sebelum ke kantor, akan tetapi Fahima menolak. Ia mengatakan akan sarapan di kantor saja.

Tidak sampai tiga puluh menit, Fahima sudah tiba di kantor. Ia sengaja datang sepagi mungkin, untuk menghindari kemacetan.

Sasampainya di ruangannya, Fahima belum langsung duduk. Ia membersihkan meja kerjanya terlebih dahulu. Di kantor sebesar PT. Adhitama grup memang memiliki banyak Cleaning service, akan tetapi Fahima lebih memilih membersihkan ruangannya sendiri. Padahal Rayhan sudah pernah menegurnya agar tidak lagi membersihkan ruangannya, biarlah pekerjaan itu dikerjakan cleaning service saja. Tapi Fahima tetap kekeh, dengan alasan supaya ia tahu letak berkas-berkasnya sendiri. Karena kalau orang lain yang membersihkannya, nantinya ia akan kesulitan mengetahui letak berkas-berkasnya. Dan akhirnya Rayhan mau memahaminya alasan wanita itu.

Setelah membersihkan ruangannya, Fahima duduk sejenak di kursi kerjanya. Kepalanya terasa sedikit pening. Mungkin efek terlalu banyak menangis semalam. Dan pagi ini ia juga belum sempat memasukkan apapun di perutnya. Ingin pergi ke kantin, rasanya ia sudah tidak mampu. Ada beberapa titik keringat di keningnya. Perasaannya mulai tidak enak. Akhirnya ia memilih menumpuhkan kepala di antara kedua kepalan tangannya, dengan sikut ia tumpuhkan di meja kerjanya yang sudah bersih.

“Assalamu’alaikum” seseorang membuka pintu ruangan sembari menenteng tas kerjanya. Lelaki tampak mengernyitkan dahi melihat Fahima yang masih tak bergeming di tempatnya.

“Fah, kamu nggak apa-apa?” Tanya laki-laki itu sambil mendekati meja kerja Fahima. Wanita itu baru menyadari kehadiran seseorang, lantas ia mendongak dan menurunkan tangannya.

“Eh... Bapak. udah lama?” Ujar Fahima dengan sedikit salah tingkah mendapat tatapan tajam dari Rayhan. Ia takut bosnya itu akan marah.

“Belum. Kamu sakit?” Ujar Rayhan dengan nada datarnya. Bahkan Fahima sendiri tidak paham, apakah Rayhan kasihan, prihatin atau bagaimana. Intonasinya sangat sulit tuk ditafsirkan.

“Nggak kok, pak. Saya baik-baik saja. Mungkin hanya kurang istirahat saja” Jelas Fahima mendadak tidak enak.

“Sudah makan?” Fahima menjawabnya dengan sedikit menggeleng. Sebenarnya ia ingin saja mengatakan sudah, tapi ia juga tidak ingin berbohong. Karena hal tersebut bukan merupakan perilaku terpuji. Bahkan Allah sangat membencinya.

Fahima malah semakin tidak mengerti melihat Rayhan yang tiba-tiba menyimpan tas kantornya di atas meja kerjanya dan langsung pergi tanpa mengatakan apapun. Fahima sebenarnya ingin menanyakan sesuatu, tapi lelaki itu sudah lebih dulu pergi. Akhirnya Fahima hanya memilih diam di tempat, sembari menahan pening yang semakin terasa di kepalanya.

Tak beberapa lama, Rayhan kembali dengan membawa sesuatu yang dibungkus oleh plastik kresek dengan sebotol Air mineral. Ia langsung meletakkannya di meja Fahima.

“Silahkan dimakan. Tidak perlu ke kantin. Saya tidak ingin nantinya kamu sakit hanya karena bekerja dengan saya” Rayhan meraih tas kantornya yang tadi ia tinggalkan di atas meja Fahima.

“Makasih, pak. Maaf sudah merepotkan. Seharusnya bapak tidak perlu melakukan ini” Fahima menatap lelaki itu dengan sendu. Tapi tidak lama, ia langsung menoleh ke tempat lain.

No problem. Kamu sudah bekerja dengan baik untuk saya. Anggap saja ini bentuk balas budi saya ke kamu.” Rayhan masih setia berdiri di tempatnya. Sebelah tangannya mengambil sesuatu dari dalam tas kantornya dan memberikannya kepada Fahima.

“Undangan??” Ujar Fahima setelah menerima undangan yang diberikan Rayhan padanya.

“Itu undangan sepupu saya. Kakek yang meminta saya mengundangmu” Ujar Rayhan lalu pergi menuju ruangannya.

Sedangkan Fahima masih menatap undangan yang ada di tangannya sekarang. Saat melihat beberapa tulisan di sana, Mata Fahima menjadi membelalak. Kepalanya mulai menayangkan banyak hal yang membuat hatinya kembali resah. Ia tampak menggigit bibir bawahnya. Tapi, ia tidak mungkin seperti ini terus. Ia harus berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.

Tiba-tiba sebuah nada pesan masuk terdengar dari handphonenya. Fahima meraih handphonenya dari dalam tas dan membuka notifikasi pesan masuk.

Perfect Boss:
Jangan lupa sarapannya dimakan. Saya tidak ingin kamu sakit dan menyalahkan saya

Fahima mengernyit. Ada-ada saja bosnya itu. kalaupun ia sakit, mana bisa ia menyalahkan Rayhan. Lagian semua ini terjadi tidak sepenuhnya karena urusan kantor. Fahima sedikit tersenyum dan langsung meraih pelastik yang berisikan makanan yang dibelikan Rayhan tadi. Setelah membuka kotak makanannya, ternyata isinya adalah bubur ayam yang masih panas. Menyium aromanya, sepertinya rasanya enak. Fahima mencicipi sedikit bubur itu. Benar saja, rasanya begitu pas. Fahima melahapnya dengan bersemangat. Setalah makannya tandas, pening di kepalanya perlahan menghilang. Akhirnya Fahima bisa kembali bekerja.

***

Sepulang dari kantor, Fahima mengajak Cindy untuk ketemuan. Meskipun mereka bekerja di kantor yang sama, akan tetapi mereka sangat jarang bertemu. Karena mereka disibukkan oleh pekerjaan masing-masing.  Biasa sesekali mereka bertemu di kantin saat makan siang.

Cindy mengernyit saat Fahima menyodorkan sebuah undangan kepadanya.

“Kamu mau dateng?” Tanya Cindy menatap Fahima khawatir. Sedangkan Fahima meresponnya dengan anggukan. saat ini mereka tengah berada di sebuah taman kota yang tak jauh dari kantor.

“Tapi... apa kamu akan baik-baik saja setelah ini? aku tidak ingin kamu mengingatnya lagi” Cindy berusaha membujuk Fahima untuk tidak pergi ke pesta itu.

“Aku pengen berusaha berdamai dengan masa lalu, Cind. Lagian, aku nggak boleh terus-terusan seperti ini. Sama saja aku menjadi hamba yang kurang bersyukur atas segala takdir-Nya.” Jelas Fahima sambil menatap lurus ke depan.

“Iya, aku tahu. Tapi kan..” Perkataan Cindy segera di potong oleh Fahima.

“Nggak, Cind. Kamu tahu, menghadiri pesta pernikahan itu merupakan anjuran nabi. Bahkan tingkatannya hampir sama dengan mengucapkan salam. Hal tersebut terdapat dalam Hadits Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam, yang bunyinya seperti ini ‘Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada 6: 1. Mengucapkan salam jika engkau bertemu dengannya, 2. Memenuhi undangannya, 3. Menasihati jika ia memintanya, 4. Menjawab jika ia bersin dan mengucapkan alhamdulillah, 5. Menjenguknya ketika sakit, 6. Dan mengiringi jenazahnya ketika meninggal dunia’ (HR. Muslim: 2162).” Jelas Fahima kepada sahabatnya itu. Lantas Cindy yang mendengarnya hanya bungkam.

“Baiklah Fah, kalau kamu maunya gitu. Kita akan pergi bersama yah, aku juga punya undangannya” Ujar Cindy akhirnya. Fahima hanya tersenyum kepada Cindy.

FAHIMA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang