i | Dihukum

7.3K 420 130
                                    

꒰ raib ali ꒱


"Raib, kamu tahu sesuatu tentang Miss Selena nggak?" tanya Ali sambil menyesap kuah baksonya.

Kami berdua sedang berada di kantin, sementara Seli sedang mengikuti kelas tambahan bersama Mr. Theo. Seli itu—dia rela tidak ikut kami makan di kantin hanya untuk menatap wajah Mr. Theo. Padahal beliau sudah berbaik hati menyuruh kami untuk istirahat lebih awal. Tapi Seli malah dengan sukarela mengikuti kelas tambahan.

"Sesuatu apa?" tanyaku balik.

"Ini rahasia, ya, Ra. Bahkan Seli belum kuberitahu. Kamu jangan bilang-bilang, lho!" Ali menurunkan suaranya.

Aku semakin mengerutkan kening heran, rahasia apa yang Ali simpan sampai dia sendiri tidak mau bercerita pada Seli?

"Memangnya rahasia apa?" tanyaku dengan raut penasaran.

Ali mengatur duduknya agar lebih nyaman, "Kamu sadar nggak sih, Ra? Kalau ada apa-apa tentang dunia paralel, Miss Selena selalu panik, bingung mencari Panglima Tog."

Beruntung kantin sedang sepi. Hanya ada beberapa murid dari kelasku yang sedang berada di kantin. Yang lainnya masih mengikuti pelajaran tambahan di kelas. Sedangkan jam istirahat masih tiga puluh menit lagi.

"Lalu? Dimana letak rahasia-nya? Kalau itu, sih, aku dan Seli sudah tahu," aku melanjutkan kegiatan makan baksoku yang sempat tertunda gara-gara 'rahasia super penting' dari si biang kerok ini.

Ali mendecak kesal, "Kamu selalu saja begitu, Ra. Tidak peka!"

"Enak saja! Tidak peka apanya?!" aku menatap si biang kerok ini dengan marah. Tahu apa dia tentang kepekaanku?

"Eh, ini memang benar, Ra. Diantara kamu dan Seli, yang paling tidak peka itu kamu."

Aku melotot, biang kerok ini masih saja membahas tentang kepekaanku. Aku hendak melempar Ali dengan bakso milikku, tapi dia malah membuka mulutnya lebar seolah menungguku melemparkan bakso milikku. Sebal, aku kembali meletakkan baksoku di mangkok.

"Sudah, jangan membahas tentang itu," aku mengalah, "Memangnya ada rahasia apa?"

"Kamu tidak tahu, kan, kalau Miss Selena dan Panglima Tog punya rahasia berdua?"

Eh? Aku tersentak kaget. Tersedak bakso yang belum kukunyah sepenuhnya. Ali segera menyodorkan minuman miliknya. Padahal aku juga punya minuman sendiri.

"Apa maksudmu, Ali?"

"Sepertinya Miss Selena dan Panglima Tog punya hubungan asmara, Ra." Ali menahan tawanya, "Kamu jangan bilang siapa-siapa, ya. Ini rahasia—"

"Tidak sopan sekali kalian berdua! Menggosipkan orang yang lebih tua, terlebih lagi yang kalian gosipkan adalah guru sendiri!"

Aku terbelalak melihat Miss Selena bangkit dari kursi di belakang Ali. Tampaknya, Miss Selena sedari tadi juga sedang berada di kantin. Duduk tepat di belakang Ali.

Padahal Ali juga sudah berbicara dengan pelan, tidak mungkin ada mendengarnya—ah, aku lupa. Miss Selena adalah pengintai hebat. Itulah sebabnya dia bisa duduk di belakang Ali tanpa kuketahui, dan dapat mendengar percakapan kami.

Aduh. Aku dan Ali bertatapan dengan wajah panik. Miss Selena sudah berdiri di samping meja kami. Tangannya bersedekap, tatapannya tajam. Bahkan, mamang bakso yang tadi sedang menyetel musik lewat ponselnya kini memilih untuk pura-pura membersihkan salah satu meja kantin.

Beberapa teman sekelasku yang berada di kantin juga menatap takut. Mungkin mereka berempati kepadaku dan Ali yang ketahuan sedang menggosip.

"Ayo ikut saya ke ruang BK. Sekarang!" Miss Selena berkata tegas.

"Tapi, Miss—"

"Tidak ada tapi-tapi an!"

Ali mengeluh, "Tapi bakso saya belum habis, Miss. Saya masih lapar—"

"Ikut saya, Ali, Raib!"

Aku menginjak kaki Ali, membuatnya mengaduh pelan dan melotot padaku. Segera saja kutarik tangan Ali dan mengikuti Miss Selena menuju ruang BK.

"Tanganmu dingin sekali, Ra? Kenapa?" Ali berbisik.

Tersadar, aku buru-buru melepaskan genggaman tanganku, "Kepo!"

Ali mendengus kesal, mengikuti Miss Selena dengan malas-malasan. Langkah kaki Miss Selena lebar dan cepat, aku juga harus melebarkan langkah kakiku agar bisa menyusulnya.

Sesampainya di ruang BK, Miss Selena tidak memakai perlindungan seperti biasanya. Kali ini dia membiarkan ruang BK bisa diakses oleh orang lain. Itu artinya... kami benar-benar dihukum?!

Aku duduk lemas di kursi. Sementara Ali malah menggaruk rambutnya tak acuh.

"Kalian jelas tahu kalau menggosip itu tidak baik, apalagi yang kalian gosipkan itu saya!"

Aku menunduk, merasa bersalah. Ini semua salah Ali. Kenapa pula dia memilih topik itu untuk dibicarakan?

"Setelah istirahat selesai kalian masih pelajaran saya, kan?"

Aku mengangguk. Jam terakhir hari ini memang kelas Miss Selena.

"Baiklah, karena saya tahu bahwa Ali sudah pintar dan tidak perlu mendapat pelajaran lagi, maka kalian saya hukum membersihkan lapangan sekolah sampai pulang."

Aduh, aku menggaruk rambut yang tidak gatal. Masalahnya, lapangan sekolah kami sedang sangat kotor karena tadi pagi baru saja ada bazar di sekolah. Aku sempat melihat sampah plastik dan confetti beterbaran dimana-mana.

"Tapi yang salah, kan, hanya saya. Raib cuma mendengarkan, tidak ikut menggosip—"

"Raib tidak berusaha menghentikanmu, itu kesalahannya."

Sekilas, aku bisa melihat Ali menatapku dari samping. Lihatlah si biang kerok ini cari muka, pasti dia berusaha membelaku agar tidak kumarahi.

"Kenapa malah duduk di sini? Cepat bersihkan lapangan!"

"Eh, Miss Selena tahu betul kalau aku sudah pintar dan tidak perlu mendapat pelajaran lagi. Tapi Raib kan masih perlu, Miss. Dia memang pintar, tapi dia juga masih butuh—"

"Ya sudah, saya beri kalian hukuman tambahan. Ali, kamu ajari Raib tentang materi yang akan saya berikan hari ini. Itu maumu bukan?"

Wajah Ali sontak memerah.

"Dasar pasangan serasi. Tunggu saja sampai saya menyebarkan gosip ke seluruh dunia paralel bahwa kalian memiliki hubungan asmara."

Eh? Aku dan Ali bertatapan. Wajah kami sama-sama semerah kepiting rebus. Kenapa Miss Selena mendadak jadi tukang gosip seperti ini?

━━━━━━━━━━━━━━━

bumi series | oneshotWhere stories live. Discover now