i | Guru

2.1K 185 22
                                    






Aku tidak pernah membayangkan bahwa Ily akan menjadi guru sementara di sekolah kami, menggantikan Miss Selena yang sedang melakukan misi penting di Klan Bulan.

Bahkan Ali dan Raib juga tidak menyangka. Mereka berdua sama-sama menganga ketika Ily masuk kelas sambil membawa buku matematika.

Beberapa teman sekelasku memekik tertahan. Aku tahu Ily itu tampan. Umurnya juga masih muda. Tapi, eh, tidak usah sampai seperti itu dong. Aku menghela nafas kesal.

"Kamu baik-baik saja, Sel?" Raib memegang bahuku.

Aku mengangguk kecil sambil membuka buku matematika milikku.

Kemudian aku melirik Raib yang sedang sedang bisik-bisik, lantas dia mengambil penghapus miliknya dan melempar penghapus tersebut pada Ali yang baru saja meletakkan kepalanya di meja, hendak tidur.

"Ada masalah, Raib?" tanya Ily. Dia sedang menjelaskan tentang matriks di papan tulis ketika melihat Raib melakukan aksinya.

"Eh, tidak ada masalah, kak," Raib menjawab pelan.

Ily memang meminta kami memanggilnya dengan sebutan 'kak' karena dia masih muda--selain itu dia bukan guru betulan di sini.

"Bisa kamu bangunkan Ali, Ra? Meskipun mengantuk seharusnya dia tetap memperhatikan pelajaran," Ily tersenyum manis.

Raib menggaruk rambutnya, "Eh, kenapa saya?"

"Karena kamu galak padanya, Ra," Ily tertawa kecil.

Beberapa teman sekelasku bisik-bisik, menebak apa sebenarnya hubungan Raib dan Ily, karena sedari tadi mereka berdua terlihat akrab. Aku mendengus kesal, Raib dan Ily hanya sekedar teman. Hei, apakah mereka tidak cukup menggosipkan Raib dan Ali? Kenapa sekarang jadi Ily?

Raib segera bangkit dari duduknya, kemudian menghampiri bangku Ali dan menepuk bahunya, "Ali, bangun."

Ali diam.

"Heh, bangun!" Raib mengguncang bahu Ali.

Ali tetap diam.

Raib menggelengkan kepalanya, kembali berjalan menuju tempat duduknya di sebelahku. Tapi karena tidak hati-hati, Raib malah jatuh tersandung oleh kaki teman yang menjulur keluar meja.

Suara dahi Raib yang terbentur meja keras sekali. Semua teman sekelas menoleh sambil memelotot kaget.

"Aduh!" Raib memekik kesakitan.

Ajaib, seakan suara keluhan Raib barusan adalah alarm bagi Ali, dia segera bangun dan membantu Raib berdiri.

"Raib! Kamu baik-baik saja?" Aku ikut menghampiri Raib.

Dia memegangi dahinya, berdarah.

"Raib, aduh, maaf sekali..." teman yang kakinya menjulur keluar meja itu meminta maaf, "Aku sungguh minta maaf, Raib. Dahimu sampai berdarah begitu. Aduh..."

"Berdarah?" Raib memelotot.

"Berdarah, Ra," Ali menjawab, "Kak, aku harus mengantar Raib ke UKS. Dahinya berdarah."

Tanpa persetujuan Ily, Ali segera menarik tangan Raib menuju UKS. Kelas semakin ramai oleh bisik-bisik, mulai menggosip tentang Raib dan Ali. Kalau gosipnya seperti ini sih, aku suka.

Ily kembali mengajar, semua temanku fokus pada papan tulis. Kecuali aku. Eh, aku separuh fokus pada Ily, separuh lagi sedang membayangkan apa yang dilakukan Ali dan Raib di UKS berdua.

Wah, kira-kira apa yang akan terjadi ya? Apakah Ali akan memaksa Raib menggunakan teknik penyembuhan? Raib pasti menolaknya, karena akan terlihat aneh kalau luka Raib langsung hilang. Eh, tapi dia bisa menutupinya dengan plester, pura-pura luka itu masih ada. Atau jangan-jangan malah Ali mengobati dahi Raib dengan cara biasa tanpa teknik penyembuhan? Ali pasti menganggap ini kesempatan bagus agar bisa dekat-dekat dengan Raib, supaya bisa berduaan--

bumi series | oneshotWhere stories live. Discover now