i | Dunia Paralel

2.6K 215 58
                                    




Selesai pelajaran olahraga, semua teman sekelasku berkumpul di dalam kelas. Hari ini Johan berulang tahun, dia akan mentraktir kami semua burger.

Semua anak ricuh, menunggu orang tua Johan mengirim burger tersebut dengan tidak sabar. Ali mendekatkan kursinya ke mejaku, hendak makan bersama.

Tidak lama kemudian, orang tua Johan datang. Kami semua mendapat burger dan sekaleng soda.

"Eh, belakangan ini sedang ramai dibahas di Twitter tentang dunia paralel. Menurut kalian ada nggak sih, dunia paralel itu?" salah satu teman menceletuk.

"Aku sih percaya nggak percaya. Mengingat dunia ini luas sekali, dan tidak mungkin manusia bisa menjelajah semua sudutnya, kemungkinannya ada. Tapi kita saja yang tidak tahu," teman satunya berkomentar.

Kelas hening, sibuk dengan burger dan pikiran masing-masing.

Ali terlihat hendak membuka mulutnya setelah menelan sesuap burger, aku segera menginjak kakinya, "Aduh! Kenapa kamu menginjak kakiku sih, Ra?"

Aku mengangkat bahu.

"Aku pingin deh jalan-jalan ke dunia paralel. Kira-kira orangnya seperti apa ya?" Teman sekelas laki-laki bertanya, "Menurutmu orangnya seperti apa, Ra?"

Eh? Aku mengangkat wajah, "Maksudmu?"

"Kamu daritadi terlihat sebal, makannya aku tanyain."

"Kalau menurutku sih, mereka sama seperti kita," Ali menjawab sambil menggigit burgernya, "Hanya saja punya kekuatan khusus. Menghilang misalnya."

Aku menginjak kaki Ali lebih kuat lagi, membuatnya mengerang kesakitan. Rasain!

"Kamu kenapa sih Ra? Kenapa daritadi menginjak kakiku heh?!" Ali melotot kesal.

"Ada semut di kakimu, Ali. Nanti kamu digigit," jawabku cuek.

Salah satu teman perempuan menyeletuk, "Raib perhatian sekali pada Ali."

"Iya. Ali juga perhatian pada Raib. Mereka serasi sekali," Seli yang daritadi diam menikmati burger ikut berkomentar, nyengir.

"Kok malah membahas Raib dan Ali sih?" Teman laki-laki yang duduk di dekat Ali protes.

"Kamu cemburu heh?!"

Teman laki-laki tersebut tersenyum canggung.

"Eh, tapi aku benar-benar ingin tahu tentang dunia paralel. Apa itu diisi hantu-hantu? Atau alien? Atau peri dan makhluk sejenisnya?" Teman yang lain kembali membahas tentang dunia paralel.

Aku menepuk dahi. Kenapa mereka tiba-tiba membahas dunia paralel sih? Bagaimana kalau Ali ketelepasan bicara, lalu memintaku dan Seli untuk menunjukkan kekuatan dunia paralel kami?

Itu bisa kacau sekali. Si biang kerok ini kan biasanya tidak tahu batas.

"Kamu kebanyakan baca teori konspirasi yang tidak jelas, Juna. Kalau mau melihat hantu, alien, dan peri, kamu cukup buka saja youtube. Tidak perlu jauh-jauh ke dunia paralel. Bukankah sudah banyak film fantasi yang menayangkan tentang tiga makhluk itu?" Ali kembali bicara.

Aku menatap Ali kesal. Dia sama sekali tidak membalas tatapanku. Menyebalkan.

"Lalu menurutmu seperti apa orang di dunia paralel ini, Ali?"

"Kan tadi sudah aku bilang, mungkin mereka sama seperti kita, namun punya kekuatan khusus. Bahkan bisa saja salah satu dari teman sekelas kita berasal dari dunia paralel," Ali tersenyum kecil, "Lagipula kenapa kita tiba-tiba membahas dunia paralel sih?"

"Karena teori dunia paralel ini sedang ramai dibicarakan di Twitter, Ali. Bahkan para ahli fisika mengatakan bahwa dunia paralel boleh jadi sedang berinteraksi dengan kita."

Ali mengangguk-angguk, "Itu sih, pasti."

"Kenapa kamu bersikap sok tahu seperti ini sih, Ali. Lihat deh wajah Raib jadi kesal," teman sekelas lain menyeletuk.

"Apa hubungannya?" tanya Ali.

"Raib malu punya pacar sok pintar sepertimu, Ali. Kamu jarang mengerjakan tugas, sering membolos, sekarang sok menjelaskan tentang dunia paralel."

"Ali memang jarang mengerjakan tugas, dan sering membolos. Tapi dia tidak sok pintar. Ali memang pintar," aku menengahi.

Si biang kerok ini mudah tersinggung. Bagaimana jika dia tiba-tiba berubah jadi beruang karena diejek oleh teman sekelas?

"Ehem, ehem," Seli pura-pura batuk, aku menyikut lengannya. Ini masalah serius.

"Tapi perkataan Ali benar juga. Bagaimana kalau selama ini salah satu teman sekelas kita berasal dari dunia paralel? Atau guru kita misalnya? Seperti Pak Gun--beliau kan tahu banyak hal," teman perempuan lain meneruskan perbincangan tentang dunia paralel ini.

"Yang dijelaskan oleh Pak Gun itu hal umum, Jihan. Kalau kamu suka membaca pasti juga tahu. Tidak ada rumusnya Pak Gun adalah manusia dari dunia paralel hanya karena dia tahu banyak hal umum."

Aduh, aku menghela nafas pelan. Kenapa Ali masih saja meneruskan percakapan ini sih?

"Apa mungkin mereka punya muka yang cantik dan ganteng? Bisa saja kan ya?"

"Yeah, seperti Raib contohnya," Ali tiba-tiba menunjukku.

"Apa maksudmu, Ali?"

"Sebenarnya, Raib adalah seorang puteri dari salah satu tempat di dunia paralel."

Aku memukul lengan Ali dengan kuat. Sudah kubilang kan, kalau dia suka ketelepasan bicara? Inilah yang membuatku cemas sedari tadi. Ali biasanya tidak tahu batas. Seli juga melotot, dia hendak menginjak kaki Ali--tapi batal karena Seli duduk jauh dari Ali.

"Kenapa bisa begitu, Ali?" teman sekelas menatap Ali heran.

"Bukankah Raib memang terlihat seperti puteri?"

"Ali, kami tahu kalau kamu sangat menyukai Raib. Tapi tolong dong, kalau bucin jangan sampai halu kayak gini. Kamu ini sudah SMA." Johan tertawa kecil, merasa bahwa perkataan Ali barusan hanyalah bualan.

"Iya, memangnya kamu anak SD? Lagipula bagaimana bisa ada seorang puteri dari dunia paralel memilih buat belajar di sini?" teman lainnya tertawa.

"Kalau Raib sih, puteri di hatimu, Ali. Bukan puteri dunia paralel."

Seli tertawa kencang, aku mencubit lengannya.

Sementara Ali memakan burgernya sambil diam, wajahnya memerah. Wajahku juga tak kalah merah. Ali menyebalkan!

Awas saja, aku akan melaporkan hal ini kepada Miss Selena!


━━━━━━━━━━━━━━━


ada yg mau request couple buat next chapt gaaa?

bumi series | oneshotWhere stories live. Discover now