2. Gosip

88 16 13
                                    

Sesosok lelaki berkulit sawo matang menatap jendela dengan malas. Setelah kematian adiknya, weekend adalah hari yang sangat membosankan untuknya.

Rasa penyesalan dan amarah selalu menyergapnya kala ia tak bekerja. Ia ingin melupakan semuanya dengan bekerja keras, tetapi rasa penyesalan dan marah itu selalu menghampiri dikala sunyi.

Fiza memukul tembok dengan keras setiap kali dia ingat suara dokter yang menyatakan adiknya meninggal dunia. Dirinya langsung dipenuhi rasa marah yang membara. Jika dia mau, dia pasti langsung menghancurkan orang yang telah menusuk adiknya. Namun, pikiran lelaki itu tak sesempit itu.

Dia hanya berambisi membuat Raiga menderita dan menyerahkan segala hukuman pada Tuhan yang lebih berkuasa.

Memikirkan Raiga membuatnya beralih membawa laptop ke ruang tamu. Dia harus mencari tahu siapa musuh yang akan dia hadapi sebenarnya.

Tak lama muncul informasi tentang Raiga yang akan menjadi ahli waris Ankara Company itu. Namun, fokusnya teralih saat suara pintu terbuka terdengar.

"Mau ke mana?" tanya Fiza pada adiknya.

Zeta menghentikan langkahnya lalu menatap Fiza. "Kenapa peduli? Fokus aja nge-date sama kerjaan."

"Eh, Ta!" Panggilan Fiza tak membuat Zeta berhenti. "Ta, lo tahu Raiga yang tusuk Vian kan?"

"Tahu, kenapa? Jangan cari gara-gara sama dia kalau enggak mau bahaya!" Setelah berkata seperti itu, pintu benar-benar tertutup.

"Lo juga jangan berhubungan sama dia," gumam Fiza yang kemudian mengklik sebuah foto.

Ia melihat foto itu dengan seksama. Mengamati wajahnya yang putih dengan alis tebal dan mata cokelatnya. Karena dia bisa saja berpapasan dengan seorang pembunuh tanpa dia sadari.


***

Suasana kantor kembali ramai karena para karyawan telah kembali dari acara makan siang. Kubikel-kubikel kembali terisi penuh.

Awal tahun tak membuat pekerjaan semakin sedikit. Sebagian orang merasa sedih dan sebagian lainnya merasa senang.

Fiza termasuk orang yang senang bekerja. Baginya bekerja sudah seperti tidur.

Ketika ia sedang membereskan pekerjaannya, seseorang memanggil. "Za," panggil seniornya.

Fiza langsung mengangkat wajahnya dari layar monitor. Lalu menaikkan kedua alisnya sebagai tanda dia menyahut.

"Bantuin proyek gue yang perlu di submit ke klien besok. Lo bisa kan? Kalau gue sendiri yang kerjain enggak bakal kelar," jelas senior Fiza itu.

"Boleh, kirim aja lewat email apa yang perlu gue kerjain," balasnya cepat. Setelahnya, dia kembali fokus bekerja.

Tanpa butuh waktu lama untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia malah sudah selesai mengirim email pada seniornya.

Karena Fiza, sebagai karyawan muda itu terkenal karena kecepatannya dalam bekerja, para senior di divisi itu berbondong-bondong menugaskan Fiza.

"Za, bantuin kerjaan gue kalau udah punyanya Mas Faris, ya," pinta senior wanitanya.

Dia kembali menyanggupi itu karena pekerjaannya telah selesai.

"Eh, pada tahu enggak, anaknya Reksa Ankara?" Suara Mbak Mila, senior yang memberinya tugas barusan, membuat Fiza mendengarnya perkataannya dengan saksama.

"Siapa juga yang enggak tahu? Dia kan terkenal karena dia tajir melintir. Katanya hukum aja takut sama dia, ya?" sahut Mbak Tika.

Bagi karyawan kantor, gosip adalah makanan ringan. Gosip juga seperti debu yang diterbangkan angin. Sangat cepat menyebar.

Kebiasaan bergosip di tengah pekerjaan sudah menjadi langganan senior-senior Fiza, kadang cowok itu ikut nimbrung jika dia benar-benar penasaran. Kali ini, dia akan menyimak gosip yang berkaitan dengan Raiga.

Fiza menatap wajah Mbak Mila yang merasa ngeri mendengar ucapan Mbak Tika.

"Katanya, anaknya pernah bunuh seseorang tapi karena hukum tunduk sama orang tajir, anaknya enggak dipenjara."

Mendengar itu tangan Fiza yang sedang mengetik berhenti. Fiza tahu, Raiga tidak pernah dipenjara, tapi dia tak akan menyangka jika orang-orang kantornya mengetahui tentang itu.

"Kalian tahu enggak siapa yang dia bunuh?" tanya Fiza mencoba masuk dalam obrolan.

Dua wanita karier itu menggeleng tanda tak tahu.

Dalam hati, Fiza mengucapkan syukur. Karena setidaknya adiknya tidak jadi trending topik di kantor mana pun. Namun, jika salah satu dari mereka tahu kalau yang dibunuh oleh anak Reksa Ankara itu adalah adiknya, dia yakin dirinya akan menjadi trending topik pergosipan satu kantor.

"Nama anaknya Reksa Ankara itu siapa?" Mas Gavin, senior bertubuh gempal ikut masuk dalam pergosipan.

"Raiga. Raiga Ankara," balas Fiza yang membuat para seniornya menatap dia tak percaya.

"Wah, anak baru tahu pergosipan juga, ya," kata Mas Gavin yang disambut tawa senior lain.

Fiza hanya membalasnya dengan senyuman, membuat lesung pipinya yang dalam terlihat.

"Anak muda kan harus tahu trending topik biar enggak kudet, ya, Za," kata Mas Faris yang langsung diiyakan oleh Fiza.

"Katanya, ya, si Raiga itu pas udah bunuh orang kuliah di luar negeri, ya?" tanya Mbak Mila.

"Hooh, katanya. Terus nih, ya, dia itu tinggalnya di Pakubuwono Residence. Gila, ya, anak sultan," balas Mbak Tika.

Obrolan tentang gosip itu seketika terhenti saat Jarvis, bos divisi manufaktur menghampiri para karyawannya.

"Za, kamu ikut saya meeting," katanya to the point.

Fiza langsung mengangguk. "Sekarang kan, Pak?" Setelah mendapat anggukan dari bosnya, Fiza langsung mengikuti Jarvis.

"Kita meeting di mana, Pak?" tanya Fiza saat berada di lift.

"Kita meeting di Grand Indonesia. Sama perusahaan dari Gorontalo."

Fiza mengangguk lalu lift diisi dengan keheningan.

Setibanya di Grand Indonesia, Fiza menatap sosok yang tak asing lewat. Dia sempat bertatapan dengan sepasang mata cokelat itu. Itu, adalah mata pembunuh yang melenyapkan nyawa adiknya.

"Raiga!" Argumen Fiza langsung diperkuat ketika seorang perempuan memanggil orang itu.

Namun, Fiza lebih terkejut saat melihat seorang perempuan yang mengejar Raiga. Secara tiba-tiba, amarahnya langsung memuncak.

Altamura ✔Where stories live. Discover now