Takdir Hidupku Yang Malang

6 3 0
                                    

Di Jakarta, hiduplah keluarga kecil yang cukup bahagia dan memiliki rumah yang amat sederhana. Keluarga kecil tersebut terdapat Ayah, Ibu serta kedua anaknya. Anak-anaknya bernama Ahmad Ridho Dekantara dan Rientammy dari sepasang ke kasih Ananda George dan Inne Azri, mereka di bilang cukup hidup dengan sederhana.

***
Malam sudah tiba. Inne sedang menyiapkan minum untuk sang suami, sedangkan Ananda sedang merapikan barang-barang elektroniknya. Yups, Ananda bekerja sebagai tukang servis dan gajinya tidak lumayan besar. Akan tetapi, untuk biaya sekolah Ridho dan Tammy sangat cukup. Yups, pada saat itu usia Ridho dan Tammy masih kanak-kanak. Ridho berusia lima tahun, sedangkan Tammy berusia empat tahun.

Seusai Inne menyiapkan minum untuk sang suami, ia mengantarkan minum tersebut.

"Yah, minum dulu nih." Inne menyodorkan secangkir kopi pada suaminya.

Ananda yang sedang merapikan barang-barang elektroniknya berhenti sejenak, mendengar ucapan sang istri. Lalu ia tersenyum simpul ke arah istrinya seraya mengambil secangkir kopi tersebut. "Makasih ya, Bun." Inne mengangguk kecil.

Seusai Ananda meminum kopi tersebut, ia berkata. "Bun, Ayah mau ngomong sama Bunda."

"Bunda sebenarnya, juga mau ngomong sama Ayah," sela Inne.

"Yaudah, Bunda duluan aja," pinta Ananda.

"Gak deh, Ayah duluan aja." Ananda pun menghelakan nafasnya terlebih dahulu, baru ia memulai bicara. "Bun, maafin Ayah ya. Kebutuhan rumah jadi menurun, soalnya dari kemarin-kemarin belum ada yang mau servis sama Ayah," tutur Ananda.

"Duh. Justru itu Yah, yang mau Bunda omongin. Terus gimana donk, buat biaya sekolah Ridho sama Tammy bulan sekarang?"

"Tau deh Bun, Ayah juga bingung." Ananda seraya memasang wajah lesu.

"Yaudah kalau gitu Bunda gak mau punya anak lagi, Yah." Ananda yang mendengar lontaran sang istri barusan, ia sungguh bingung apa perkataan dari istri.

"Gini loh Yah, kenapa Bunda gak mau punya anak lagi. Karena Ayah tau sendiri kan, kebutuhan rumah kita sekarang menurun. Terus kalau kita punya anak lagi bisa-bisa kita tambah bingung Yah, menurut Bunda punya dua orang anak aja udah cukup," tutur Inne.

"Iya juga sih, Bun." Ananda menyetujui perkataan sang istri. "Yaudah sana, sekarang Bunda istirahat," imbuh Ananda. Inne hanya mengangguk kecil seraya beranjak pergi.

***
Keesokan harinya, di pagi hari yang cerah. Inne merasa mual dan terus pergi ke kamar mandi.

"Bun, Bunda kenapa?" tanya Ananda.

"Yah. Bisa anterin Bunda ke bidan yang di dekat sini, gak?" tanya baliknya.

"Yaudah ayo, Ayah anterin Bunda ke bidan." Inne pun mengangguk, lalu ia mengambil tasnya dan beranjak pergi bersama suaminya.

***
Sesampainya mereka di bidan terdekat, Inne sudah di periksa oleh Bidan dan ia pun bersama sang suami tinggal menunggu kabar dari Bidan.

"Bagaimana hasilnya, Bu? Dari pagi saya mual terus, saya sakit apa?" tanya Inne.

"Ini tidak masalah Pak, Bu. Hal yang wajar terjadi pada Ibu hamil," tutur Bu Bidan.

"Apa? Hamil?" Ananda terpekik.

"Iya Pak, istri Bapak hamil tiga Minggu," tutur Bu Bidan.

"Ya sudah Bu, kalau begitu. Terimakasih," ujar Ananda, lalu mengajak sang istri untuk pulang.

***
Sesampainya di rumah mereka, Ananda marah pada Inne. Bagaimana bisa sang istri mempunyai anak lagi? Bukankah tadi malam baru saja mereka membicarakan masalah tersebut, kenapa hal ini bisa terjadi? KENAPA?

UNKNOWN Where stories live. Discover now